Lelaki

Laki-laki itu masih menangis. Sudah sejam lebih aku duduk di sampingnya. Tidak melakukan apapun. Hanya terdiam mendengarkan suara tangisnya yang naik-turun tak beraturan. Sore ini, taman tampak sunyi. Hanya suara burung bercicit dan riak air kolam yang menemani kami. Tak ada manusia lain.
"Mau sampai kapan kau begini? Kau tampak sangat menyedihkan," Aku memecah keheningan.
"Aku sedih..." ucapnya terbata-bata, sambil mengusap air matanya yang tak kunjung berhenti mengalir.
"Kau selalu sedih setiap hari."
"Mengapa dia begitu jahat padaku?"
"Karena kau pemaksa."
"Pemaksa?" keningnya berkerut. Bingung.
"Ya. Kau terlalu memaksakan perasaanmu, bodoh!"
"Aku sangat mencintainya, kau tahu itu!"
"Dan kalau dia tidak mencintaimu, kau mau apa?"
Dia terdiam. Matanya memadang jauh ke depan. Kosong. "Memperjuangkannya."
"Kau tidak memperjuangkannya, tapi kau menerornya dengan perasaanmu yang mengerikan itu."
"Apa maksudmu?"
Aku tak langsung menjawab. Tanganku mengambil kerikil, lantas melemparkannya ke kolam. Plung! Air bergerak-gerak ringan.
"Kau tidak mencintainya. Kau hanya ingin memilikinya. Kalau kau mencintainya, mestinya kau tidak terlalu beringas memaksanya membalas perasaanmu. Itu hanya akan membebaninya. Kau egois dan terlalu mementingkan perasaanmu sendiri. Wanita mana yang mau dicintai dengan cara seperti itu?"
Dia menundukkan kepala. Air matanya bersiap-siap turun, tapi segera kubentak.
"Berhentilah menangis, cengeng! Kau sudah terlalu banyak menangis!"
"Lantas, apa yang harus kulakukan? Cintaku kepadanya teramat dalam, sama halnya seperti luka yang dia timbulkan."
"Kau harus melepasnya."
"Tidak bisa! Aku bisa mati tanpanya!"
"BODOH! Otakmu benar-benar sudah teracuni sinetron!"
"Ini bukan sinetron!"
"Lantas apa? Drama korea? Hahahaha!"
"Mengapa kau menertawakanku? Kau memang tidak pernah bisa mengerti perasaanku."
"Justru karena aku mengerti, aku menertawakan kau. Hanya laki-laki bodoh yang mempunyai pikiran sependek dirimu!"
Laki-laki itu berdiri dengan kesal, menatapku sejenak, lalu duduk di pinggir kolam. Marah.
"Kau tahu apa tentang perasaan? Kau tak pernah merasakan apa yang kurasakan!"
"Hahahaha! Siapa bilang? Aku pernah mengalaminya, bodoh. Berkali-kali. Hanya saja cara penyikapan kita berbeda. Kau membiarkan dirimu berlarut-larut dengan kesedihanmu, sementara aku langsung bergegas pergi sejauh-jauhnya. Mematikan perasaan itu secepat mungkin."
"Melupakan seseorang itu tak semudah ucapanmu."
"Ya, aku tahu. Tapi, kalau kau tak mau berusaha, kau sendiri yang akan mati. Terpenjara oleh perasaan egois."
Dia terdiam. Tak membantah kata-kataku sama sekali. Memang, cinta bisa membuat orang menjadi gila. Seperti dia, laki-laki malang yang tak pernah mau berdamai dengan perasaannya. Laki-laki yang selalu memaksakan kehendaknya tanpa mau peduli dengan perasaan orang lain. 
Perasaan. Betapa mengerikannya kata itu. Orang bisa berubah karenanya. Sepintar apapun seseorang, sekaya apapun, sehebat apapun, jika sudah terperangkap dalam kata itu, bisa berubah 180 derajat. Logika tak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Perasaan, perasaan, dan perasaan lah yang selalu diutamakan. Bodoh!
"Terima kasih," ucapnya tiba-tiba.
Aku mendongakkan muka. "Untuk apa?"
"Untuk segalanya. Terima kasih telah menemaniku menangis sore ini. Kau tahu? Ini sama sekali tidak mudah," Dia tersenyum pahit.
Aku ikut tersenyum. "Hari sudah gelap. Mari kita pulang."
Dia mengangguk. Kami lalu berjalan beriringan. Diam. Lampu-lampu taman telah menyala terang, menyapa malam yang akan segera datang. Senja tampak begitu indah sore ini. 
"Hei," panggilku tiba-tiba.
"Ya?"
"Jika suatu saat kau telah berhasil menyembuhkan lukamu, beritahu aku."

This entry was posted on Jumat, 17 Mei 2013. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

4 Responses to “Lelaki”

  1. In.. buatin cerpen buat aku.. aku lg suka memperhatikan seseorang (lagi) kali ini orgnya ada di sekitar kita :3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan bilang kamu lagi ngecengin orang -___-"

      Cerpen yg kayak gimana e? Hahahahaha ...

      Hapus
  2. asem, nangis baca ini. sial kau in.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alah .... kapan sih lu ga pernah nangis? Nonton pikachu mati aja mewek, apalagi baca ini --"

      Hapus