Jalan yang Tidak Kutempuh (The Road not Taken) by Robert Frost

Dua jalan bercabang dalam kabut hitam kehidupan
Dan sayang, aku tak sanggup menempuh keduanya
Sebagai petualang, aku mematung
Ke mana arahnya menghilang di balik semak belukar

Kemudian aku memandang yang satunya, sama indahnya
Dan mungkin jauh lebih indah
Karena jalan itu segar dan menawan
Meskipun jejak-jejak kaki yang melewati
Tak melumpuhkan rerumputannya

Dan pagi itu keduanya sama-sama membentang
Di bawah hamparan daun-daun gugur yang belum terjamah
Oh, kusimpan jalan pertama untuk lain hari!
Kendati kutahu semua jalan berkaitan
Aku tak yakin akan pernah kembali

Aku akan menuturkannya sambil mendesah
Suatu saat berabad-abad di masa depan-
Dua jalan bercabang di hutan, dan aku-
Aku menempuh jalan yang jarang dilalui orang
Dan itu membuatku berbeda...


(The Road not Taken)

The roads diverged in a yellow wood
And sorry i could not travel both
And be one traveler, long i stood
And looked down one as far as i could
To where it bent in the undergrowth

Then took the other, as just as fair
And having perhaps the better claim
Because it was grassy and wanted wear
Tought as for that the passing there
Hard worn them really about the same

And both that morning equally lay
In leaves no step had trodden black
Oh, i marked the first for another day!
Yet knowing how was leads on to way
I doubted if i should ever come back

I shall be telling this with a sigh
Somewhere ages and ages hence
Two roads diverged in a wood, and i
I took the one less traveled by
And that has made all the difference




Puisi itu kau sodorkan begitu saja, tatkala kita membincang pilihan yang sering kali kita sesali di kemudian hari. Tentang kau yang grasa-grusu  memilih menulis sebuah roman dalam hitungan hari--dengan deadline yang teramat dekat--ketimbang cerpen. Akibatnya, tulisanmu tak maksimal dan kesempatan menang beralih ke orang lain. Pun aku yang salah memasukkan tema--tidak sesuai dengan syarat lomba--membuat naskahku terbuang sebelum juri tertarik membacanya. Seseorang berkata padaku, "Kau kalah bukan karena karyamu yang tak bagus, tapi karena kau terlalu memaksakan tema di dalam ceritamu. Kau harus mengurangi porsi A atau B. Tidak boleh menonjolkan kedua-duanya, agar pembaca tidak bosan."

Ah, iya. Roman picisan itu--setelah kubaca kembali--memang terkesan memaksa. Dan setelah melalui diskusi panjang, aku memilih untuk 'menulis dengan hati'. Aku sadar sepenuhnya, kemarin aku hanya menulis berdasarkan 'pesanan'. Kini, aku akan merevisinya lagi. Dengan konflik yang semakin rumit dan semoga saja tidak membosankan (aku selalu cemas dan takut kalau pembacaku bosan dengan kalimat awal tulisanku).

Dan pagi ini, aku kembali membaca puisi yang kau sodorkan kemarin malam. Ya, kau benar. Hidup adalah pilihan--ini agak klise memang--dan kita harus cermat dalam menentukan pilihan-pilihan yang ada di depan mata, apa pun itu. Secara kebetulan kau menyodorkan puisi itu di saat aku tengah gamang dengan jalan bercabang (yang membuatku tidak produktif sebulan ini). Dan, aku pun terkesima dengan bait terakhir yang ditulis oleh Robert Frost...


Aku akan menuturkannya sambil mendesah
Suatu saat berabad-abad di masa depan-
Dua jalan bercabang di hutan, dan aku-
Aku menempuh jalan yang jarang dilalui orang
Dan itu membuatku berbeda...





This entry was posted on Minggu, 01 Desember 2013. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply