Archive for Juli 2015

Dear, Skripsi. #2

2 Comments »

Seharusnya sore ini aku nggarap revisi, tapi entah kenapa tangan ini lebih tertarik ngeblog, haha. Sudahlah, semua akan menyelesaikan revisi pada waktunya. Saat ini aku hanya ingin menuliskan serentetan kisah *alah* perjalanan selama bergulat dengan skripsi. Jujur saja aku agak bingung harus mulai dari mana, karena yang kutulis ini bisa dibilang rekam jejak sebelum aku dinyatakan lulus dari kampus tercinta *tsah*. 
Jumat kemarin, 10 Juli 2015 pukul 12.00 WIB, merupakan hari yang paling mendebarkan sepanjang kuliah. Nggak bisa tidur, deg-degan, cemas, takut, parno, segala macam perasaan campur-aduk nggak karu-karuan. Hal yang paling kunantikan telah tiba: pendadaran alias sidang skripsi. Jadi begini, ya, rasanya. Tangan panas-dingin, gugup, macam orang jatuh cinta saja, haha. Kata teman-teman yang udah pada pendadaran sih santai saja, nggak bakal diapa-apain, dll. Tapi tetap saja aku panik dan was-was. Malam sebelum pendadaran, aku membaca skripsiku sekali lagi, memeriksa PPT buat presentasi, dan sesekali chattingan dengan teman-teman untuk menghilangkan kecemasan. Paginya, aku bangun dengan perasaan yang lebih ringan dari hari kemarin. Alhamdulillah.
Ternyata, pendadaran memang nggak seseram yang kubayangkan. Suasananya sangat santai, jadi aku tidak tegang sama sekali. Aku bisa presentasi dengan baik, menjawab semua pertanyaan penguji, dan mencatat semua saran dari mereka. Pendadaran hanya berlangsung satu jam. Voila! Berkah ramadan, berkah hari Jumat, berkah doa orang-orang, hehehe. Hari itu, Bu Novi sebagai Ketua Penguji, Bu Ningrum sebagai Penguji Utama, dan Bu Tuti sebagai pembimbing tumben-tumbenan enggak bertengkar. Menurut pengakuan teman-teman, mereka sering jadi macan ketika menguji mahasiswa. Hahaha. Alhamdulillah, aku bisa keluar ruangan dengan nilai maksimal, hal yang sama sekali nggak kuduga karena 3 bab terakhir kukerjakan dengan ugal-ugalan. Di blangko bimbingan aku memang menulis kalau proses pengerjaan skripsiku memakan waktu 5 bulan, padahal kenyataannya tidak demikian. Tidak selancar itu. Sungguh, godaan nggarap skripsi itu sangat banyak, mulai dari godaan ngetrip sampai godaan perasaan *tsah*. Maka dari itu, mungkin sore ini aku semacam bikin pengakuan dosa gegara banyak yang mikir kalau aku nulis skripsinya lancar kayak jalan tol. No, itu pembohongan publik. Aku yakin, setiap orang pasti punya suka-duka sendiri dalam menuntaskan peperangan dengan skripsi.  Baiklah, semua ini akan kumulai dari yang pahit-pahit dulu, karena apapun yang hanya manis di awal sangat menyesakkan hati, betul?


Desember-Januari-Februari (Bulan Nggembel Ugal-Ugalan!)

Seperti yang kubilang tadi, godaan terberat ketika nggarap skripsi adalah ngetrip. Aku adalah orang yang mudah bosan berlama-lama di suatu tempat. Aku bisa mati stres kalau menghabiskan waktuku hanya mendekam di kamar atau bolak-balik di tempat yang sama. Maka untuk mengatasi semua itu aku nggembel ke mana-mana. Kalau duit lagi banyak, ya, main ke tempat jauh. Kalau lagi cekak, ya, main ke tempat deket-deket aja, yang penting nggak di kosan mulu lah. Bulan Desember-Januari-Februari bisa dibilang sebagai bulan paling ugal-ugalan dalam agenda dolan. Dalam sebulan aku bisa naik kereta 2x, haha. Pada bulan Desember aku menghabiskan waktuku untuk menikmati indahnya Blue Fire di Kawah Ijen, menikmati padang savana di Taman Nasional Alas Purwo, dan hora-hore di Taman Nasional Baluran. Balik ke Jogja sebentar untuk ujian, kemudian nggembel lagi ke Banten dan Jakarta selama setengah bulan. Ketika teman-teman lain pusing dengan skripsinya, aku malah mblasak-mblasak di pedalaman Suku Baduy dan merasakan macetnya Jakarta yang bikin emosi sepanjang hari. Ketika kembali ke Jogja, aku mendapat panggilan dari ketua jurusan terkait proposal skripsi yang kuajukan sehari sebelum nggembel ke Banten. Saat itu, sebenarnya aku sudah ingin tobat dan fokus skripsi. Aku sengaja memilih dosen pembimbing yang konon galak dan disiplin tingkat dewa: Ibu Sugihastuti. Untunglah, beliau berkenan membimbingku. Aku pun mulai belajar fokus nggarap skripsi. 

Maret (Bulan Kembang-Kembang)

Emang nggak tahu diri, sudah untung dapat pembimbing yang telaten dan disiplin, aku malah nggleyor dan kabur-kaburan. Ada yang pernah dengar ungkapan "Ketika kamu jatuh cinta, kamu akan kehilangan kewarasanmu"?. Nah, barangkali itu yang aku rasakan saat itu. Seperti manusia normal lainnya, aku mengalami fase kasmaran macam ABG. Bisa dibilang, bulan itu adalah fase puncak *alah-alaaaah!* masa-masa yang kelihatannya membahagiakan. Senyum-senyum sendiri macam orang gila menjelang tidur, melakukan hal-hal konyol yang nggak aku banget, pokoknya nggak waras lah. Alhasil, nggarap skripsi nggak maksimal gegara otak dipenuhi hal-hal yang merah muda *aku kok kudu muntah pas nulis iki*. Ya, bulan itu aku mabuk berat lantaran ada seonggok manusia yang mengungkapkan hal absurd kepadaku. Sayangnya, saat itu otakku lagi nggak beres sehingga ucapan bernada khawatir dari teman-teman terdekat kuabaikan begitu saja.
"Kamu bukan jemuran lho, Ndi. Nek ora pasti mending guak wae!" kata Anggun dengan nada blangsak seperti biasanya.
"Lah? Lu udah deket dari zaman purba dan perkembangannya gini-gini aja? Pikirin lagi deh," kata Pitri yang udah pakar dalam urusan merah muda.
"Kalo nggak ada komitmen jelas, mending jangan diterusin deh!" kata Nining yang udah gedek banget.
Dan apa yang kulakukan? Menenggelamkan diri dalam ketidakjelasan. Konon orang yang lagi kasmaran nggak bisa mikir pake otak, mainnya perasaan mulu. Hell yeah, betapa bodohnya aku saat itu. Fix sepanjang Maret aku nggak ngadep Bu Tuti sama sekali. Ngilang. 

April (Tergoda Nggembel Lagi!)

Pada bulan itu, entah ada berapa banyak ajakan dolan dari orang-orang. Aku pun mulai mengiyakan ajakan mereka, padahal skripsi baru Bab 1 dan itu pun ada banyaaaak sekali revisi. Sesekali aku nggarap skripsi, tapi lebih banyak main di luar. Naik gunung lah, mantai lah, ke mana lah, jarang ndekem lama-lama di kosan pokoknya. Khilaf. Dolan terus. 

Mei (Mulai Tobat)

"Kapan lulus?", "Kapan wisuda?", "Skripsimu sampe mana?" adalah pertanyaan yang sering keluar seiring dengan menipisnya batas waktu menjadi mahasiswa. Jengah dengan pertanyaan-pertanyaan itu, aku pun mulai menyentuh skripsiku. Bab 2 kuselesaikan dalam waktu sebulan. Memang sangat lama, karena sejujurnya saat itu aku belum paham-paham amat dengan teori yang kuambil. Aku pun menghabiskan waktuku dengan membaca buku-buku teori yang tebelnya kayak bantal, kemudian melakukan tahap analisis. Akhir bulan, aku dan teman-teman sebimbingan melakukan seminar. One step closer, alhamdulillah!

Juni (Puncak Kegalauan)

Pada bulan ini, rasa-rasanya aku seperti bercermin pada teori-teori gangguan jiwa yang kupelajari. Sadar tidak sadar, aku tengah mengalami sebagian yang tertulis dalam teori itu. Hati remuk-redam. Retak berserakan. Baper. Alhasil, setelah seminar aku tak melakukan apa-apa. Ada sebuah peristiwa yang membuatku... ah, embuhlah. Berdiam diri di dalam kamar sembari memeluk boneka panda. Sungguh kelakuan yang nggilani tur ra mbois blas. Njelehi. Hih. 


Yah, kira-kira begitulah perjalanan dalam nggarap skripsi. Godaan dolan dan godaan perasaan adalah dua hal yang paling mendominasi. Sekarang, mari beralih ke hal-hal yang manis. Setelah peristiwa retaknya hati bersama kenangan yang tercecer di mana-mana, aku pun melakukan metode pertahanan ego ala Sigmund Freud berupa introyeksi. Sudahi dulu lah cengeng-cengengannya, toh urip ra mung ngurusi masalah perasaan yang what the hell banget. Setelah puas menghabiskan berliter-liter air mata, aku kembali menghadap skripsi. Konon, di balik kesibukan ada hal yang ingin dilupakan. Barangkali itu benar. Sembari berusaha amnesia dari peristiwa menyebalkan itu, aku mencari banyak kesibukan. Pertama, daftar jadi tutor mahasiswa-mahasiswa Thammasat Thailand. Voila, diterima! Sungguh, ini adalah kenikmatan tiada tara. Nutorin anak-anak Thailand selalu bikin aku ketawa setiap hari. Mereka sangat lucu. Kami berusaha saling memahami di tengah keterbatasan bahasa. Yeah, kemampuan bahasa inggrisku nggak bagus-bagus amat. Aku sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan mereka. Ini adalah pengalaman yang luar biasa. Kapan-kapan kutulis deh cerita selama nutorin mereka. 
Kedua, gabung sama Teater Es Campur. Lama nggak teateran bikin kangen juga ternyata. Insya Allah kami akan mentas di Taman Budaya Yogyakarta akhir September nanti. Ketiga, ikut Kampus Fiksi #12. Hal yang membahagiakan ketika ikut acara ini adalah ketemu penulis kece macem Agus Noer, ketemu penulis kocak macam Mbak Mini GK, ketemu Pak Rektor Kampus Fiksi a.k.a Pak Edi, ketemu mbak-mbak editor, dan teman-teman angkatan 12 yang kece abis. Banyak yang bilang kalau saat itu aku amat pendiam, kalem, dan kurang membaur. Maafkan aku, ya, gaes. Suasana hati memang lagi nggak baik saat itu, hahaha. 
Ketiga, bikin agenda ngetrip. Ya Tuhan, sungguh aku sudah sangat rindu angkat ransel! Rencananya, bulan Oktober nanti aku akan meninggalkan Jogja dan mulai mengembara. 
Keempat, nggarap skripsi. Hahahaha, ya ampun, kok seolah-olah skripsi jadi pelarian gini. Percaya nggak percaya, aku nggarap 3 bab dalam waktu 2 hari. Tanpa tidur. Begitu bab kesimpulan selesai kutulis, aku langsung pergi ke potokopian deket kosan. Tanpa sempat mandi, aku menemui Bu Tuti dan menyerahkan skripsi final. Seminggu kemudian, aku nekat mengajukan sidang. Dan begitulah akhirnya, aku menjalani pendadaran Jumat kemarin. Adalah hal yang sangat wajar ketika Bu Novi mengatakan bahwa analisisku kurang detail, lha wong aku garapnya cuman 2 hari! Hahaha! *semoga pengakuan ini nggak bikin nilaiku turun, pfffft*


Akhir kata, beginilah cerita perjalanan skripsiku. Pahit dan manis, ya, dijalani saja...lalalala....


bersama Ibu Tuti dan teman-teman seperjuangan {}



Sudah lulus. Sudah siap jalan-jalan lagi!