Archive for Oktober 2013

Surat Panjang

2 Comments »

Setumpuk kertas kusam kutemukan teronggok di laci meja belajar. Kubuka dengan penasaran. Detik selanjutnya, air mukaku berubah. Ada yang mencelos di hati. Retak, kemudian pecah. Berserakan di lantai, di sudut kamar, di tumpukan pakaian kotor, di dalam lemari, lalu berakhir di kedua bola mataku. Hanya dalam satu kedipan saja, kristal bening itu tumpah. Basah.
Telah bertahun-tahun aku tak menyentuh surat panjang ini. Surat yang teramat panjang untuk menampung semua ceritamu. Juga ceritaku. Kusentuh kertas kusam itu perlahan. Warnanya telah menguning, termakan waktu. Ya, waktu yang telah membentangkan jarak antara kau dan aku. Jarak yang jauhnya jutaan tahun cahaya. Tak tersentuh. Seperti yang tertulis dalam novel Surat Panjang tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya. Tak perlu lah aku menjelaskan isi novel itu dengan panjang lebar, karena aku tahu kau telah membacanya sejak novel itu terbit. Kau pecinta buku, aku tahu itu.
Hei, pernahkah kau merasa bahwa kau dan aku pernah menjadi alien yang tersesat ke bumi? Seperti tokoh dalam novel itu. Dulu ... ya, dulu. Kita pernah menjadi sepasang alien yang selalu menyendiri dari keramaian para manusia. Semua yang kita lakukan, hanya kita yang mengerti. Sementara orang-orang mengernyitkan dahi, merasa bahwa kita adalah makhluk aneh. Alien.
Dulu ..., kau dan aku bagaikan magnet. Rekat. Kau tidak pernah membiarkanku sendirian. Kau adalah orang pertama yang memberikan perlindungan ketika diriku merasa terancam.Tidak ada yang boleh mendekatiku, siapapun itu. Kaubilang, hanya kita yang dapat menjadi alien. Tidak boleh ada orang lain.
Tapi, lambat laun aku sadar bahwa kau berubah. Sedikit demi sedikit. Ketika aku mulai menginjak dunia kuliah, surat panjang yang dulu rutin kita tukar seminggu sekali tiba-tiba terhenti. Kau tidak menulis lagi. Begitu pula aku. Duniamu dan duniaku telah membentangkan jarak. Aku hidup di lingkungan pecinta seni dan budaya, sementara kau menggeluti matematika. Aku menyukai pekerjaan yang tidak terikat peraturan formal semacam wajib berseragam dan bersepatu, dan kau sebaliknya. Kau berangkat dengan seragam rapi, berdasi, dan bersepatu mengkilat. Pekerjaanmu teratur, berangkat pagi dan pulang sore. Awal bulan tinggal menerima gaji. Sementara aku tanpa jadwal pasti. Pulang dan pergi sesuka hati, dengan gaji yang tak pasti.
Iya, semakin lama jarak itu semakin jauh. Jauh ... sekali.
Tidak ada lagi diskusi-diskusi seru yang dulu sering kita lakukan di bawah rindangnya pepohonan. Tidak ada lagi acara bertukar surat berlembar-lembar, atau bertukar buku diary. Perlahan-lahan kau dan aku mulai saling melupakan. Seolah-olah kita tak pernah menjadi sepasang alien di tengah keramaian.
Hingga suatu ketika, datanglah surat itu. Bukan surat panjang, karena di dalamnya hanya tertulis satu kalimat: datanglah, gadis kecilku. Ya, hanya itu. Dan aku benar-benar datang. Menemuimu dan menemuinya, orang yang akan menemanimu menghabiskan waktu. Kusunggingkan senyum lebar, meski kutahu ada yang berbeda dengan sinar matamu. Sinar yang meredup, entah kenapa. Mungkin kau merasa bersalah karena telah melanggar janji yang kau ucapkan dulu, bahwa hanya kau dan aku yang dapat menjadi alien di bumi.
Dan kini, surat panjang itu ada di tanganku. Surat yang kita tulis berwaktu-waktu yang lalu. Aku terlempar ke lorong waktu. Ada banyak kisah yang tertulis di sana, ketika kita masih sama-sama menjadi alien. Tawaku meledak ketika membaca bagian paling menggelikan dalam surat itu, lalu di menit berikutnya aku menangis. Ya, surat terakhirmu membuat air mataku tidak bisa berhenti mengucur. Bodoh. Dulu aku sama sekali tidak menyadari bahwa surat itu merupakan sebuah pertanda. Jika kau menjadi sisianku, kupikir kita adalah alien yang sempurna. Begitu katamu. Dan aku baru menyadarinya beberapa tahun kemudian, ketika kau memutuskan untuk membentangkan jarak denganku. Mungkin kau lelah menunggu jawaban atas kalimat itu, sementara aku sama sekali tidak merasa sedang ditunggu. Lalu kau pun menghilang. Tanpa jejak. Dan kau kembali dengan membawa surat perintah agar aku datang. Menyakitkan.





Untukmu,
yang tak bisa kusebut dengan cara biasa.

Ngigo

No Comments »

TEPAR!!!
Yak, setelah nguat-nguatin diri selama beberapa minggu, akhirnya aku tepar juga. Awalnya cuma flu biasa, abis itu menjalar ke demam, batuk, dll. Alhasil tiga hari ini enggak kuliah. Sedih, mana kemaren ada kuis penyuntingan lagi -_____- moga aja aku masih boleh ikut kuis susulan minggu depan.
Duh, semester ini emang super. Super cape maksudnya. Apalagi bulan ini aku juga ngurus beberapa acara gede. Agenda terdekat ada Bulan Bahasa 2013. Nah, semalem tuh ceritanya aku lagi 'berantem' sama sesama panitia masalah acara. Ada semacem miskom gitu deh. Kamu bayangin aja lah, jam 12 malem pas kepala lagi nyut-nyutan, badan panas, trus tiba-tiba dapet kabar yang bikin shock. Kacau lah. Jadinya aku panik, bingung, mana nggak bisa stay di kampus gegara sakit lagi! Haaah, rasanya kayak pengen nyakar-nyakar tembok.
Emang, dalam suatu kepanitiaan, pasti adaaaaa aja masalahnya. Nggak gampang nyatuin satu ide dari 80 kepala. Pusing. Apalagi mendekati hari H gini. Emosi suka turun naik. Akhir-akhir ini malah banyak yang berjatuhan alias sakit. Ketua panitia-nya aja juga sempet drop kok. Malah ada yang sampe masuk rumah sakit segala. Terakhir tadi siang si Budi laporan lagi sakit juga. Ya Allah, kuatkan kami ...
Semalem, pas demam lagi tinggi-tingginya, aku ngerasa lagi teriak-teriak gitu. Antara sadar dan nggak sadar, aku berasa lihat Nanda lagi ngomel-ngomel, trus aku bentak dia. Di situ juga ada muka si Odeng dan beberapa panitia. Intinya suasana lagi panas. Hahahaha emang sih, terakhir kali sebelum sakit aku emang nemenin Nanda jaga stand pendaftaran di SEKBER, dan sempet liat dia ngedumel masalah layout apalah. Tapi aku gak bentak-bentak dia. Eh semalem tiba-tiba aja ngimpi kaya gitu. Marah-marahan. Seriusan deh, sekitar jam 3-an aku kebangun sambil ngos-ngosan. Dan baru sadar kalo aku ngigo. Emang sih, pas lagi demam orang suka ngigo nggak jelas gitu, dan aku ngigoin acara BB. Jiakakaka, kebawa-bawa -___-
Yah, doaku malam ini nggak neko-neko kok. Aku harap rangkaian acara BB tahun ini sukses dan TUMPEH-TUMPEH!!!

Wajib Beli! :D

No Comments »







Judul               : Menunggu Pagi
Penulis            : Ardila, dkk
Penerbit          : Javakarsa Media

ISBN              : 9-78602-18294-4-8
Tahun Terbit    : Oktober 2013 
Tebal               : 88 halaman
Harga              : Rp 38.000



Alhamdulillah, akhirnya setelah menempuh perjalanan yang sangaaaaattt panjang dan melelahkan, buku ini terbit jugaaaaa! :D
Seneng banget, meeeen! 
Ini adalah antologi anak-anak KMSI yang akan dilaunching di acara Bulan Bahasa tanggal 16 Oktober nanti. Antologi ini bakal dibedah oleh Pak Puji (Dosen Sastra Indonesia FIB) dan Kak Sulfiza Ariska (Penulis, Pemenang unggulan Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta) yang kece badai! 
Penasaran? Yuhu, dateng aja ke Auditorium FIB, 16 Oktober 2013 Pukul 11.00 WIB. FREE! Dijamin bakal PECAAAAAAHHH MEEEEENNN!!! *teriak ala Jebraw*
Dan yang lebih pecah lagi, kusus di Bulan Bahasa (16-26 Oktober), harga antologi bakal lebih muraaaah meriah dan sesuai dengan kantong mahasiswa. Cuma 25 ribu saja, kamu udah bisa bawa pulang antologi ini! Ayo, buruan diborong sebelum kabisan! 
Di dalem sini juga ada tulisan saya loh *macak narsis, hahahaha*. Pokoknya acara bedah buku nanti dijamin pecah banget!!! 
Kami tunggu kehadiran Anda! :D :D :D

Membincang Mimpi

No Comments »



Lelah. Hanya kata itu yang menemani saya dua minggu terakhir ini. Lelah melakukan rutinitas yang tak jarang berujung pada stress. Capek, pengin istirahat, pengin pulang!
Sekarang saya sudah menjadi mahasiswa tingkat tiga, dan sangat menyedihkan ketika menyadari bahwa ilmu saya masih segitu-gitu saja. Ngakunya anak Sastra Indonesia, tapi ilmu masih cethek. Belum berkembang. Masih bingung ketika ditanya ini-itu. Belum banyak membaca buku yang seharusnya saya baca. Parahnya, saya juga belum menorehkan karya yang sesuai dengan apa yang ada di kepala saya. Ah, pokoknya saya belum ngapa-ngapain! 
Dan sekarang, saya dihantui oleh waktu. Ya, waktu. Hampir sebulan perkuliahan berjalan, tapi saya masih belum bisa memanfaatkan waktu dengan benar. Masih suka bangun kesiangan dan ujung-ujungnya nggak bisa kuliah pagi, insomnia belum sembuh, hell yeah. 
Semester ini bisa dibilang sebagai masa-masa yang paling menentukan impian saya. Duh, rasanya pengin nangis aja kalau lihat dinding kamar. Di sana ada banyak tulisan yang bikin hati nyeri, apa lagi kalo baca "2015 berangkat!"
Saya bukannya lupa, kesempatan saya hanya ada di tahun depan. Tepatnya, bulan April 2014. Minimal, saya harus mendapatkan sertifikat JLPT setingkat N2 atau TOEFL dengan score minimal 550. Sekarang sudah memasuki bulan Oktober, dan saya belum bisa mencapai target! *air mata mulai keluar*
Padahal ... padahal ... padahal ... saya sudah merancang semuanya serapi mungkin. Bulan Juli lalu saya berangkat ke Pare dalam rangka memperbaiki kemampuan bahasa Inggris saya yang NOL putul, dan sampai sekarang rasanya belum begitu berkembang. Gimana mo TOEFL-an? TT^TT
Ketika saya kembali ke Jogja, bisa dibilang saya megap-megap. Ada tanggung jawab buat ngurus 2 acara besar dan cukup menyita waktu, ditambah dengan kuliah yang menggalaukan. Kaget, barangkali. Semester 5 sudah dihantam dengan proposal skripsi. Bagaimanapun, di mata kuliah yang satu itu saya nggak mau main-main alias sekadar mencari nilai. Saya pengen serius nanganin proposal, biar semester 6 bisa langsung nyusun (kalau lancar). Soalnya ... soalnya ... ini berkaitan dengan faktor X.
Ehm, sekarang bulan Oktober dan saya belum hapal Katakana, Hiragana, apa lagi Kanji. Belajar Bahasa Jepang rasanya kesendat-sendat mulu. Jarang ngulang pelajaran, nyampe kost bawaannya capek. Ditambah lagi dengan Les A dan Les B. Alamaaaaaaaak, seminggu penuh aku makan les-lesan! Hahaha. Gila? Iya, saya memang selalu gila kalau sudah punya niatan tertentu. FIGHTING! FIGHTING! FIGHTING! GANBATTE NE ...!!!!!
Seharian ini saya merenung di dalam kamar, memikirkan plan A sampai C. Intinya, kemungkinan besar liburan semester ini saya nggak akan pulang dan tetap nangkring di Pusat Studi Jepang UGM. Saya tahu, sih, saya nggak bakal bisa ikut tes JLPT tingkat N2, palingan kalau nggak N5 ya N4. Minimal hapal 200 kanji lah kalau pengen mudeng sama soal JLPT, itu di luar Hiragana sama Katakana loh. Ikut JLPT N5 atau N4 artinya saya harus menahan diri sejenak untuk mewujudkan impian "Berangkat Tahun 2015". Yah, anggap saja JLPT N5 atau N4 sebagai ajang melatih kemampuan :)
Ah, membincang mimpi memang tiada habisnya. Iya, saya memang harus berusaha keras untuk mewujudkannya. Berusaha sekeras-kerasnya, berdoa semaksimal mungkin, dan merelakan waktu bermain. Kalau semester lalu saya masih bisa bebas ke mana saja, semester ini saya lebih banyak menghabiskan waktu di tempat kursus, di kampus, dan di depan laptop.
Permasalahan utama saya saat ini adalah waktu. Memang tidak mudah mengatur waktu untuk les, kuliah, hobi, organisasi, dan pekerjaan. Kalau dipikir bersamaan memang bikin strees, sungguh. 
"Aduh, gimana tugas kuliah?"
"Apa kabar proposal? Kapan nih mo ke perpus? Kenapa susah amat nyari referensinyaaaaa?"
"Acara yang ini belum fix, argh!"
"Ho iya, besok Minggu ada acara A!"
"Habis rapat ini langsung rapat itu. Rek, urip kok mung nggawe rapat! Hahaha!"
"Duh, Sensei ... ini kenapa otak jadi lemot banget nangkep pelajaran?"
"Hah, tugas les A belum kukerjain!"
"Deadline lomba ini kapan? Aaaargh! Udah nggak keburu!"
"Kerjaan ... kerjaan ... cepat kelarin dong!"
Hahahaha. Kira-kira seperti itulah kondisi saya dua minggu terakhir. Pengin nangis? Iya! Capek? Banget! Pengin pulang? Iyaaaaa! Tapi nggak bakal bisa pulang -____-
Mari menghembuskan napas sejenak. Hhhh ...
Capek memang menjalani semua ini. Capek. Capek. Capek.


"Bapak dan Ibu meridhoi apa pun impianmu, Nduk. Belajarlah dengan sungguh-sungguh. Kami hanya bisa mendoakanmu dari sini. Kami yakin, sifatmu yang tak kenal menyerah dalam mewujudkan sesuatu pasti akan menuai hasil yang sepadan dengan jerih payahmu.
JLAP!!!
Kalimat itu seketika mengguncang kesadaran. Telepon dari Bapak dan Ibu benar-benar menohok. Hei, ingatlah dengan yang jauh di sana. Orang tuamu!


Jadi, tak ada alasan untuk menyerah, kan? 



Yogyakarta, Jumat 4 Oktober 2013.
Pukul 00.18 WIB