Archive for Maret 2013

Absurd

No Comments »

Pagi ini aku ingin menulis. Seperti mendapat wangsit dari langit. Segalanya berloncatan dari kepala. Tentang hujan kemarin yang tak kunjung selesai. Tentang rindu yang terlanjur membeku. Tentang tawa yang bersembunyi di balik hampa. Tentang tangis berbalut bahagia. Tentang ... segalanya.
Saat-saat seperti ini aku hanya ingin menulis. Menulis yang telah menjadi candu. Menungkapkan semua yang tak bisa terucap lewat mulut. Tapi, tanganku langsung membeku begitu melihat sakura (lagi). Akhir-akhir ini dia memang sering berseliweran di depan batang hidungku. Dan kita tidak saling menyapa. Sama seperti berbulan-bulan lalu ...

Negeri Antah Berantah

No Comments »

Aku ingin pergi ke negeri antah berantah
Yang tak ada satu orang pun mengenaliku
Menghilangkan semua penat
Mengusir jengah tak berkesudahan

Aku ingin pergi ke negeri antah berantah
Menikmati surga dunia yang tak pernah kulihat
Mendamaikan kegalauan hati
Melupakan sejenak kesakitan ini

Aku ingin pergi ke negeri antah berantah
Berteriak sekeras mungkin
Menangis sepuasku
Hingga semua beban itu menghilang tanpa jejak



Negeri antah berantah? Aku tersenyum getir membayangkannya. Kalau saja negeri antah berantah itu benar-benar ada, ingin rasanya aku terbang ke sana. Berhenti sejenak dari semua aktivitas sehari-hariku yang entah kenapa terasa membosankan. Aku lelah. Begitu lelah….

Jenuh

Baca selengkapnya » | No Comments »

1. Dam

"Aku bosan," kata Dam sambil menghela nafas pelan.
"Maksudmu?" aku mengerutkan kening sambil menyandarkan diri di gerbang kost. Siang itu Jogja sangat panas. Aku menyuruhnya masuk, namun dia menolak.
"Ya ... bosan. Bosan dengan Re, bosan dengan Fa, bosan denganmu ...," katanya lagi, kali ini suaranya agak pelan. Mungkin takut dengan tatapan mataku yang meminta penjelasan. Tapi aku tak mengatakan apa pun.
"Aku tahu, tindakanku terkadang menyakiti kalian, tapi aku sama sekali tak bermaksud demikian. Aku hanya..."
"Ya sudah, tak apa. Mungkin kau butuh waktu sendiri," aku mencoba tersenyum.
Tak lama kemudian, motornya melaju dari hadapan mataku. Itu adalah obrolan terakhirku dengannya. Malam harinya, aku tak sengaja melihat novel 5 CM di rak bukuku. Kubaca sekali lagi, dan mataku terpaku di bagian yang paling menyesakkan.
"Dam, entah kenapa aku merasa kisah 5 CM kok mirip kita ya?" tanyaku lewat sms.
"Kalau begitu, kita seperti mereka saja. Diem-dieman sampai keadaan membaik," timpal Dam.
"Berapa lama?"
"Sebulan."
"Itu terlalu lama, Dam!"
"Ya sudah, kalau begitu, sehari saja."
Dan saat itu rasanya aku ingin menangis. Entah kenapa.

2. Re
"Ayo main ...!" Re berteriak ceria seperti biasanya.
"Aku nggak bisa, Re. Habis ini aku cabut, ada hal yang harus kuurus," kataku.
Re memonyongkan bibirnya. "Tuh, kaaaaan! Pasti nggak bisa!"
"Hehehe, lain kali deh ..."
"Huuu, lama-lama kamu kayak si Fe sama Dam, deh. Nggak ada waktu buat aku, sibuuuuk terus!"
"Aduh, say, beneran deh. Bukannya begitu, bentar lagi aku mau lengser dari kepengurusan. Aku mau nyiapin program terakhir."
"Iya ... aku tahu, kok. Good luck, ya!"
"Makasih...!" aku melambaikan tangan dan bersiap pergi. Tapi aku tahu, bocah itu beberapa hari ini sangat kesepian.

3. Fe
Dari kejauhan, aku melihat Fe tengah berkutat dengan sesuatu. Dia tampak sangat sibuk. Wajahnya berkerut-kerut. Aku urung menyapanya. Takut mengganggu. Ya sudah, aku pergi saja ...

_

No Comments »



LELAH!!!!!!!!

Analisis Novel Populer

Baca selengkapnya » | No Comments »



GAYA HIDUP HEDONIS DALAM NOVEL DI SYDNEY CINTAKU BERLABUH
KARYA MIRA W
Oleh: Indiana Malia

            Dewasa ini, perkembangan karya sastra populer di Indonesia mengalami kemajuan yang signifikan. Meskipun karya sastra populer sering kali dianggap sebagai karya sastra picisan yang tidak bermutu, akan tetapi pada kenyataannya justru karya sastra jenis inilah yang paling dinimati pembaca. Pada pertengahan tahun 1970-an, kantor-kantor penerbitan dan media massa mulai berkembang. Teknologi percetakan yang semakin canggih telah membantu berkembangnya jenis bacaan populer dari sudut pandang industri.

Analisis Novel "Asyiknya Pacaran Sama Kamu" Karya Kinoysan

Baca selengkapnya » | No Comments »


                                                                            Oleh: Indiana Malia
    

      Pengantar
Budaya populer merupakan budaya konsumsi yang didukung oleh teknologi informasi mutakhir. Budaya ini tidak terlepas dari gaya hidup hedonis yang menyertai kehidupan remaja pada umumnya. Hedonisme mempunyai pandangan hidup bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Shopping, menonton film di bioskop, hang out di mall, makan di kafe elit, dan facebook-an di restoran ber-wifi merupakan pemandangan yang tidak asing lagi. Hal inilah yang kini menjadi bagian gaya hidup remaja.
Novel populer merupakan karya sastra yang merepresentasikan gaya hidup remaja masa kini. Isi novel pop sebagian besar menggambarkan gaya hidup hedonis, bersifat menghibur, dan mudah dipahami dengan sekali baca. Novel pop dinilai sebagai karya sastra yang tidak memiliki fungsi dan tujuan sosial. Karya sastra tersebut seringkali diremehkan karena produk novel pop hanya berorientasi pada pasar. Hal itu tidak terlepas dari kapitalisme dan industrialisasi karya sastra pop. Akan tetapi, sastra jenis ini justru banyak dinimati oleh kalangan pembaca.
Booming chicklit dan teenlit dewasa ini tidak bisa lepas dari budaya populer yang dianut oleh masyarakatnya. Sebagai produk budaya populer, novel jenis poplit tersebut sangat kaya informasi tentang institusi sosial, ideologi, gaya hidup hingga nilai-nilai baru yang berkembang dalam masyarakat kontemporer (Dewojati, 2010: 15).
Kinoysan merupakan salah satu penulis sastra pop yang sangat produktif hingga saat ini. Penulis yang memiliki nama asli Ari Wulandari ini merupakan  lulusan Sastra Indonesia UGM. Cerpen-cerpennya pernah dimuat di berbagai media, seperti Gadis, Kawanku, Aneka, Hai, Gaul, Jelita, dan lain-lain. Selain menulis cerpen, penulis juga telah menghasilkan puluhan novel pop. Beberapa karyanya yang terkenal yaitu Pokoknya Aku Suka Kamu, Pacar Sobatku, Duo Tajir, Meeeow!, Asyiknya Pacaran Sama Kamu, dan yang terbaru adalah Hot Chocolate.

Qalbun Salim

Baca selengkapnya » | 2 Comments »

Assalamualaikum, wr .. wb ...
Pada postingan kali ini, saya ingin berbagi sedikit ilmu dari kajian yang kami peroleh sore tadi. Sebelum membahas inti tulisan, saya mau sedikit curhat ah. Jadi ceritanya, saya hampir dua tahun tinggal di Pogung tapi baru tahu kalau ada tempat kajian di daerah Pogung *parah*. Sedikit promosi, bagi teman-teman yang pengen menambah ilmu, boleh lho datang ke kajian umum di sini, terbuka untuk laki-laki dan perempuan. Kajiannya diadakan setiap hari Kamis dan Sabtu jam 4 sore di Pogung Baru, tepatnya di Pondok Pesantren Darul Shalihat. Monggo ... monggo ... ^^
Oh ya, kajian sore tadi bertema "Meraih Sukses Ukhrawi". Kajian ini diisi oleh seorang Ustadz. Karena saya dan kawan-kawan datangnya terlambat, kami tidak sempat mengetahui nama Ustadz tersebut dan materi yang beliau sampaikan di awal. Semoga Allah merahmati beliau :)
Oke, tak usah menunggu lama. Berikut adalah resume kajian sore tadi. Semoga bermanfaat :)

Bersyukurlah! :)

Baca selengkapnya » | No Comments »


Beberapa waktu yang lalu, saya menjadi panitia Latihan Instruktur Madya (LIM) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) IMM DIY. Di sana, saya menemukan teman-teman baru dari komisariat luar UGM. Tentu saja saya senang. Jumlah panitia saat itu hanya 12 orang, 2 dari UGM, 2 dari UNY, dan sisanya dari UMY. Acara LIM berlangsung selama 4 hari di asrama Persada Universitas Ahmad Dahlan (UAD). 4 hari di sana membuat saya semakin akrab dengan teman-teman panitia dan para instruktur. Kita berbagi cerita. Tentang perkembangan komisariat, program-program kerja, hobi, rencana masa depan komsat, dll. Dari sekian banyak cerita di sana, ada satu cerita yang masih membekas di hati saya hingga kini. Benar-benar membekas.
Siang itu panas sekali. Setelah menyiapkan konsumsi peserta dan mencuci gelas dan piring, saya naik ke kamar panitia yang terletak di lantai 5. Saya lelah dan ingin istirahat sejenak. Saya tidak sadar sudah tidur berapa lama, tahu-tahu pintu kamar saya terbuka dan muncul seseorang sambil membawa makanan. Sebut saja Mbak Rahmi.

Ilmu yang Membawa ke Surga

Baca selengkapnya » | No Comments »




           Sore tadi, tepatnya hari Jumat, 22 Maret 2013, bidang dakwah IMM komisariat Ibnu Khaldun mengadakan kajian dengan tema “Ilmu yang Membawa ke Surga”. Kajian ini diisi oleh immawati Davina Azalia Khan. Meskipun yang datang kajian tadi hanya 9 orang *ehm*, tetapi semangat harus tetap membara dong! :D
            Dalam kajian tersebut, immawati Davina menyampaikan banyak hal berkaitan dengan ilmu dan amal. Nah, ini adalah hasil resume kajian tadi. Cekidot yaaa :D

 “Apabila engkau menghendaki dunia, hendaklah dengan ilmu. Apabila engkau menghendaki akhirat, hendaklah dengan ilmu. Dan apabila engkau menghendaki keduanya, hendaklah dengan ilmu.” – Imam Syafi’i
Untuk menjembatani ilmu, Allah membekali manusia dengan akal, hati, dan juga nafsu. Akal merupakan pusat ilmu dan ma’rifat. Hati adalah wadah untuk menyerap apapun yang dialami manusia dan akan selalu menggerakkan tindak-tinduk manusia dalam berbagai segi kehidupan. Di samping itu, nafsu merupakan unsur ‘penganggu’ yang menginginkan akal dan hati selalu tercekik oleh dahaga. Meskipun demikian, nafsu juga bermanfaat untuk melakukan aktifitas kehidupan, misalnya makan dan minum. Keterkaitan antara ketiga unsur tersebut dapat dimanifestasikan dalam wujud amal perbuatan. Dengan kata lain, ilmu selalu beriringan dengan iman. Ilmu dapat menentukan kualitas seseorang dalam beramal. Selain itu, ilmu merupakan bagian dari jihad (kehidupan yang lebih baik dapat dicapai dengan adanya ilmu). 
Ilmu dan amal ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat terpisah satu sama lain. Orang yang berilmu tapi tidak beramal, maka ia akan merugi dikarenakan ilmunya yang sia-sia. Keseimbangan dalam memperkaya ilmu dan menyampaikannya harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki. Amalan yang dilakukan secara sedikit demi sedikit, tetapi terus menerus tentu lebih baik dibandingan langsung ‘memborong’ sedangkan kita tidak mengetahui esensi mengenai hal yang  disampaikan.
Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang mencari satu jalan menuntut ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Penulisan Kreatif #2

Baca selengkapnya » | No Comments »

Yak, ini adalah tulisan kedua gue di kelas Penulisan Kreatif-nya Pak Aprinus. Minggu ini tugasnya disuruh bikin cerpen. Ini adalah kelas yang paling gue suka diantara kelas lainnya. Soalnya, di kelas ini gue berasa menemukan dunia baru yang sangat menyenangkan. Berbeda dengan kelas lain yang suka bikin pala gue puyeng, di kelas ini gue bisa melenturkan otak (?), ngakak bareng sekelas, dengerin Pak Aprinus 'mendongeng' yang gak bikin gue bosen sama sekali, ngelatih diri buat menulis yang lebih baik, dan yang jelaaaas, hanya di kelas inilah kami bisa memaki-maki atau memuji tulisan temen tanpa rasa bersalah. Hahahaha.
Gue paling suka dengan cara ngajar beliau. Jadi tuh, ntar per anak disuruh iuran 2 ribu. Duitnya dikumpulin dan dikasiin ke anak yang tulisannya paling bagus. Lumayan lah, bisa buat bertahan hidup selama seminggu. Jadilah kelas ini sebagai ajang kompetisi. Dan begonya, gue gak ada persiapan sama sekali. Padatnya aktivitas bikin gue lupa kalo ada tugas bikin cerpen *alesan doang sih sebenernya*. Gue adalah tipe orang yang sante. Bukan mentang-mentang gue suka nulis cerpen trus gue ngeremehin matkul ini, tapi gue emang suka garap tugas mepet-mepet detlen, hahaha. Miss Deadliner, kata temen gue.  Gue ga tau kenapa otak gue suka buntu kalo bikin tugas jaoh-jaoh hari. Bahkan semalem, beberapa jam menjelang pengumpulan, gue stuck. Gue gak nulis apa-apa dan akhirnya .... gue ketiduran . Hzzzz ....
Bangun-bangun jam 5 pagi, gue rusuh sendiri di kamar, bingung setengah mati. hahaha. Jadilah gue bikin cerpen di kampus, tepatnya di kelas Metode Penelitian Bahasa. Gue nulis di sela-sela Pak Tri ngejelasin materi. Yeah, gue adalah mahasiswa paling dodol, nulis pas ada matkul lain. -_-
Tapi untungnya sih kagak ketahuan Pak Tri, ehehehe. Gomeeeeeen, Pak Tri, saya kepepet tenan hlo >,<
Sejam kemudian, cerpen itu kelar dan jeng ... jeng ...

Bayangan Kematian

No Comments »

Kira-kira satu minggu yang lalu, aku melemparkan sebuah pertanyaan kepada teman-temanku.
"Kau pernah takut mati?" tanyaku.
"Tidak pernah. Untuk apa takut? Toh semuanya sudah diatur oleh Allah," jawab si A.
"Pernah. Sering malah," jawab si B.
"Ngapain sih nanya-nanya begitu? Tumben," jawab si C.

Aku terdiam. Aku juga tidak tahu mengapa aku menanyakan hal itu. Sejujurnya, dalam beberapa hari terakhir aku sering dihantui mimpi-mimpi yang aneh. Benar-benar aneh dan janggal hingga membuatku ketakutan. Ketika aku bangun, peluh keringat membanjiri tubuh. Aku hanya bisa beristighfar dan berdoa semoga tidak terjadi apa-apa.
Kira-kira 2 hari yang lalu, alam bawah sadarku membawaku pergi ke masa lalu. Aku bermimpi sedang berkumpul dengan teman-teman SMP, lalu teman-teman SMA, lalu bersama keluargaku. Mungkin memang benar, aku sedang kangen dengan keluarga di rumah. Kangen dengan sahabat-sahabat masa sekolah. Tapi, mengapa mimpi itu datangnya beruntun? Aku takut, atau jangan-jangan memang aku yang terlalu paranoid. Aku lalu menelepon keluarga, berharap tidak terjadi apa-apa. 
Ada apa? Kenapa pikiranku akhir-akhir ini sering mengarah kepada kematian?
"Mungkin kamu sedang diingatkan oleh Allah," kata seorang teman.
"Diingatkan bagaimana?"
"Ya, diingatkan bahwa hidupmu di dunia hanya sementara."
Lagi-lagi aku terdiam. Mungkin saja perkataannya benar. Dan ketika membaca Al-Qur'an, aku seperti mendapatkan tamparan keras.
"Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan."
(QS.Al Imran:185).
 Bukankah itu firman-Mu?
Dan tengkukku langsung merinding. Kalimat itu terus terngiang-ngiang di telingaku.
Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati ...
Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati ...
Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati ...

Ya, mati. Kematian merupakan sebuah misteri yang tak seorang pun dapat mengetahuinya. Dan pagi tadi, ketika mataku baru terbangun dari tidur, sebuah sms datang dan langsung membuat jantungku berdegup keras. Salah satu teman masa SMA meninggal dunia. Kurang percaya, aku langsung membuka grup FB yang beranggotakan teman-teman se-SMA. Oh, berita itu benar adanya. Innalillahi ...
Aku terdiam lama di depan laptop. Aku memang tidak begitu akrab dengan temanku yang meninggal itu. Dulu kelas kami bersebelahan saat kelas 1, dan aku mengenalnya gara-gara salah satu sahabatku dekat dengannya. Tak kusangka, mingggu ini dia dipanggil oleh Allah.
"Hei, kematian tak memandang umur! Bisa jadi besok atau lusa, kau akan menyusulnya," kata sebuah suara.
Ak merinding. Ya, kematian memang tak memandang umur. Dulu, ketika aku masih duduk di kelas 1 SMA, salah satu teman SMP-ku juga meninggal dunia. Yang membuatku merinding, dia dan teman SMA-ku meninggal karena kecelakaan di tempat yang sama.
Bagaimana aku tidak takut? Hari minggu aku dan beberapa temanku akan survey lokasi ke tempat yang sangat jauh. Kami akan mengikuti program hibah desa yang diadakan Dikti. Sepanjang jalan, aku tak henti-hentinya menyuruh Iza untuk hati-hati. Jalanannya meliuk-liuk dan berada di puncak gunung. Padahal, biasanya aku biasa saja melewati jalanan seekstrim apapun. Dan alhamduliiah, kami pulang dengan selamat meskipun sempat nyaris menabrak kendaraan lain.
Sampai di kos, pikiranku tentang temanku yang meninggal itu kembali hadir. Aku sibuk bertanya.
"Sedang apa dia sekarang?"
"Apakah dia sudah dimintai pertanggung jawaban?"
"Seperti apa rasanya mati? Sesakit apa?"
"Apakah dia bisa melihat kami yang masih hidup di dunia?"
dan seterusnya ... dan seterusnya...
Kalau kau bertanya apakah aku takut mati, tentu saja kujawab "Ya, aku takut mati." Bagaimana jika aku mati dalam keadaan yang masih bergelimang dosa? Mungkin itu pertanyaan klise, tapi cobalah berpikir, memangnya ada manusia yang mau mati dalam keadaan bertumpuk dosa?
Ketika aku sedang galau-galaunya, aku tiba-tiba teringat dengan sebuah materi kajian dari Mbak R setahun lalu. Ketika itu, kami sedang mendiskusikan sesuatu bernama "Uqdatul Kubro", sebuah simpul besar pertanyaan manusia.
1. Dari mana saya berasal?
2. Untuk apa saya ada atau hidup di dunia ini?
3. Akan ke mana saya setelah kehidupan ini?

Dan berbicara tentang Uqdatul Kubro, aku juga teringat dengan sebuah kejadian paling mengerikan dalam hidup saya. Kejadian yang membuatku tak bisa tidur, menangis berhari-hari, ketakutan, hingga akhirnya sebuah suara hati menuntunku untuk berjilbab selepas lulus SMA. Dan aku tidak akan melepasnya apa pun yang terjadi.

Hhhh ...
Sungguh, kabar tentang kematian temanku itu membuatku tak bisa tidur. Tapi, aku juga harus mengucapkan terima kasih padanya. Dia telah mengingatkanku bahwa sejatinya manusia tak selamanya hidup di dunia. Hanya kepada Allah-lah kita kembali.

Selamat jalan, kawan ...
Semoga segala amal ibadahmu diterima di sisi-Nya ...


Senin, 18 Maret 2013.
Pukul 04.57 WIB


Rindu

No Comments »



                                                               Cukup satu kata: Rindu...

20 Tahun= Usia Dewasa??

4 Comments »

Kemarin, tepatnya 7 Maret 2013, gue mendadak berasa lebih tua dari hari-hari sebelumnya. Yeps, hari itu gue udah 20 taon. Oh, meeeeen, sejujurnya gue kaga siap disebut 'kepala dua'. Rasanya gue masih pengen 18 taon ajah, hahaha. Tapi bukankah waktu bakal terus berjalan? :)
Ulang tahun kali ini rasanya nano-nano. Emosi gue berubah-ubah sejak malem sampe keesokan harinya. Umumnya orang bakal seneng kali ya nyambut hari lahir, tapi enggak dengan gue. Malem itu, 6 Maret 2013, gue nangis kagak brenti-brenti. Gue juga gatau kenapa gue mendadak melankolis begitu. Budi yang kebetulan gue jadiin tempat sampah cuman terheran-heran dan ngerasa aneh. "Indi bisa nangis?", hahaha. Yakali gue kan masih manusia. Malem itu gue pengen banget pulang ke rumah. Kangen. Di jidat gue berasa ada tulisan ,"Lu udah gagal. Mending lu pulang!!!". Mungkin lu pikir ini lebe, tapi begitulah yang gue rasain. Ketika target demi target yang gue susun pecah berantakan, itu rasanya sakit. Gue gagal. Malem itu rasanya emang bener-bener nyesek. Setelah puas nangis, gue pun ketiduran, hahaha.
Keesokan harinya, emosi gue berubah lagi, dari melankolis jadi marah abis. Kayak banteng yang baru keluar dari kandang gitu. Pagi itu, gue gatau kenapa mood gue tiba-tiba gaenak. Di kelas, gue diem dan ga terlalu ngedengerin omongan Dosen. Gue bengong. Keluar dari kelas, gue makan di bonbin, bertiga sama Budi dan Pitri.
"Lu lagi mens?" tanya Budi. Heran kali liat muka gue ditekuk terus.
"Kagak." jawab gue judes.
Siang itu gue pengen banget makan X. Ini adalah awal perusak emosi gue. Pas gue dateng ke mbak-mbak tukang masak, disitu masih sepi. Gue pun pesen. Budi ama Pitri pesen di stand lain.
30 menit kemudian...
"Makanan lu lama amat sih datengnya?" tanya Budi.
Gue cuman masang tampang jutek. Makin keliatan jutek pas tahu mbak-mbak itu malah nganterin makanan ke orang yang pesennya setelah gue. Emosi gue udah di ubun-ubun. Pitri ama Budi gue suruh makan duluan, ga tega ngeliat mereka nungguin gue.
Nggak sekali dua kali gue ngelihat dia nganterin makanan ke orang yang pesennya belakangan. Gue ngamuk. Tangan gue udah mainin sedotan dengan geram. Puncaknya, gue ngelihat dia muter-muter nyari pelanggan.
"Ndi, kayaknya itu pesenan lu deh," kata Pitri sambil ngelirik makanan yang dibawa mbak-mbak itu.
Gue cuman mandang dengan muka sepet. Dan ... olala, dikasiin orang lain!! What the....!!
Menit berikutnya, gue ngeliat dia muter-muter nganterin makanan. Si Budi ama Pitri udah kelar makan. Gue udah ga tahan lagi.
"Ndi, kayaknya dia nyariin elu deh," kata Budi.
"Biarin! Biarin dia anter sendiri ke sini!" kata gue dengan emosi yang ditahan-tahan.
"Sabar, Ndi ... Sabar ..."
Eh, itu orang malah pergiiiiiii! Oke, gue udah kesel setengah mampus. Tempat itu udah gue blacklist! Gue pun berdiri, pergi ke tukang minuman dan bayar minuman gue. Abis itu, gue langsung pergi gitu aja, gak pamitan ama Budi dan Pitri. Gue langsung ambil sepeda, pulang dengan mood yang berantakan. Udah siang, panas pula! Nyampe kos, gue langsung ke burjo nyari makanan. Dan, apa yang terjadi? Gue di-PHP lagi!AAAAAARRRGGGHHHH ......!!!
Gue gak jadi makan. Udah males, ga napsu. Gue langsung masuk kamar, banting tas, maenan laptop, diem kayak orang kesurupan. Kamar gue kunci rapet-rapet. Udah tahu gue lagi ga mau ditemuin siapapun, si Anggun malah nongol ke kamar gue, ngambil setrika. Jadilah dia korban. Gue nyodorin setrika dengan muka datar (untuk gak bilang judes). Pintu gue tutup lagi, dan gue maenan laptop lagi.
Sorenya, gue ngampus. Ada kuliah Pak Faruk yang gak bisa gue tinggalin karena minggu lalu udah bolos gara-gara migrain. Mood gue sore itu udah agak baikan.
Abis kuliah, gue sengaja gak langsung pulang. Gue pengen ngademin kepala. Selain itu, gue juga udah janji mo ngajak ketiga sahabat gue (Oji, Budi, Pitri) makan-makan. Dan kurang asemnya si Oji ga bisa. Asli gue kesel banget. Oji tega. Jahat.
Menjelang maghrib, kami (gue, Budi, Pitri) menikmati senja di GSP. Sore itu langit keliatan indaaaaaaaaah banget! Gue lumayan terhibur. Di puncak tangga GSP, kami bercerita banyak hal sambil ngelihatin orang-orang yang asyik olahraga di bawah sana. Dan seperti biasa, gue langsung diem tiap kali ngeliat pesawat terbang. Ada yang nyesek rasanya *ehm*. Oke stop, gue ga mau nangis tengah malem -_-
Abis shalat maghrib di mushola FIB, kami jalan kaki ke SS. Tapi ujung-ujungnya kami brenti di WS karena SS penuh. Dan begonyaaaaaa, gue baru sadar kalo makanan di situ adalah sebangsa daging -______-"
Gue ga bisa makan banyak daging, argh! Gue cuman bisa nelen 3 iris daging, abis itu mual-mual. Yeah, ujung-ujungnya juga dimakan Pitri ama Budi, haahaha.
Sebenernya, gue masih kesel sama si Oji. Malem itu rasanya ga lengkap. Tapi, yeaaaah apa mau dikata. Dan, u know whaaaat? Gue dikasih kado loh ama mereka! :)
"Doa dulu, Ndi!" kata Pitri sambil nyerahin kado.
"Apaan? Diliatin banyak orang, woey!"
"Ya biarin, sih, orang gak kenal juga ..."
si Budi malah ngeluarin hape buat ngerekam suara gue -____-
"Semoga tahun ini buku gue bisa terbit ..."
"Amiiiiin!"
"Semoga gue bisa dapet kerjaan ..."
"Amiiiin!"
"Bisa ngasilin duit yang banyak buat keluarga..."
"Amiiiin!"
"Dan semoga persahabatan kita akan abadi selama-lamanyaaaaaa!"
"Amiiiin!"
Hahaha, sumpah itu lebe banget, tapi gapapa lah. Malem itu, mereka ngembaliin mood gue jadi baik lagi. Lu tahu gak mereka ngasih apaan? Uwawawawawa, gue dikasi kipas angin ... :3
Mereka tahu banget sih kalo gue sering kegerahan, hahaha. Pokoknya makasih banget dah ama Budi, Pitri, ama Oji yang ngasih kado itu buat gue. *terharu*
                                                                     Serah terima kado :)



                                                                        
Pas balik ke kos, gue merenung lagi. Apalagi kalo bukan tentang usia gue yang udah kepala dua. Sedih karena gue udah ga bisa disebut remaja unyu-unyu, seneng karena gue udah dewasa. Eh ... dewasa? Nah, itu yang gue pikirin. Gue pikir 20 taon itu udah dewasa buat gue, tapi rasa-rasanya gue masih belum dewasa. Hahaha. Nah, mengenai urusan dewasa-dewasaan itu, salah satu temen merekomendasikan sebuah lagu yang katanya cocok buat orang seumuran gue. Lagunya Britney Spears, "I'm Not A Girl, Not Yet A Woman." Pas gue dengerin, uwoooo menyindir sekali -____-



Nyindir banget kan? Intinya, gue ini dibilang remaja bukan, dibilang udah dewasa juga belum. Yah, mungkin masih masa-masa peralihan. Wajar kalo emosi gue masih suka meledak-ledak. Oke, semoga di usia gue yang udah gak muda lagi ini *eeetssaaah!* gue makin dewasa dan bisa menghadapi asem manis kehidupan *eaaaa*.

See U!!

:D

Jogja, 9 Maret 2013.
Pukul 01.25 WIB

Penulisan Kreatif #1

No Comments »

Ini adalah tulisan perdana gue di kelas Penulisan Kreatif. Ceritanya disuruh bikin feature sama Pak Aprinus, tapi enggak tahu kenapa malah jadi kayak cerpen -_____-
Dan ini adalah komen pedesnya Pak Aprinus, "Aku nggak butuh keterharuanmu e, aku pengennya ya aku yang dibikin terharu, bukan penulisnya."
Mak jleeeeebbbb!
Oke deh, Pak. Makasih atas kritikannnya. Saya akan berusaha lebih baik lagi :)




KOLONG MELARAT
Oleh: Indiana Malia
11/320185/SA/16205

Hampir setiap pagi, ketika saya berangkat kuliah, saya melihat pemandangan itu di perempatan MM UGM. Seorang ibu-ibu setengah baya dan beberapa anak kecil yang asyik memegang kain kumal. Penampilan mereka tampak sangat memprihatinkan. Ibu tersebut memakai baju kurung yang sobek di sana-sini, sandal yang nyaris putus, juga sebuah kerudung sebagai penutup kepala. Begitu pula anak-anak kecil yang berkeliaran di sana, penampilan mereka tidak jauh berbeda. Saya hafal betul, setiap kali lampu merah menyala, mereka akan berduyun-duyun turun ke jalanan. Ibu-ibu itu seketika mengeluarkan kalimat yang selalu diulang-ulang seperti kaset rusak, sementara tangannya menyodorkan kantong plastik bekas makanan. Seperti biasa, orang-orang yang tengah menunggu lampu hijau menyala itu hanya menatapnya beberapa detik, lalu membiarkannya begitu saja. Kalau sedang beruntung, dia akan menerima beberapa keping receh. Sementara itu, anak-anak kecil yang membawa kain kumal akan beramai-ramai mengusapkan kain tersebut ke motor atau mobil. Dalam sekejap para pemilik kendaraan bermotor itu akan menggelengkan kepalanya, menolak jasa kebersihan yang justru dirasa akan mengotori kendaraan mereka. Terkadang malah ada yang dengan begitu tega membentak mereka. Kasihan.
Ketika melihat pemandangan itu sehari-hari, terbersit bermacam-macam pikiran dalam benak saya. Sementara saya bisa tidur nyenyak di dalam kamar yang nyaman, di mana mereka akan merebahkan tubuhnya? Kata orang, mereka biasa tinggal di kolong jembatan yang rentan penyakit. Sebut saja tempat itu sebagai kolong melarat, yaitu tempat yang dihuni oleh orang-orang melarat kesrakat. Atau kalau tidak, mereka biasa menggeletakkan tubuh mereka di emperan toko yang sudah tutup. Keadaan itu sungguh berbanding terbalik dengan orang-orang yang berhamburan duit setiap hari. Sebut saja mereka konglomerat, kumpulan orang kaya yang hartanya tak akan habis sampai tujuh turunan. Ah, perpaduan yang pas sekali. Kolong melarat dan konglomerat.
Seringkali hati saya terasa nyeri setiap kali melihat penghuni kolong melarat itu bertebaran di jalanan, mengais rezeki dengan cara meminta-minta, mengamen, atau membersihkan kendaraan dengan sehelai kain kumal. Rasanya saya ingin sekali melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk mereka, misalnya membangun sekolah gratis atau melatih keterampilan para orang tua. Namun, rasa nyeri itu mendadak menguap beberapa bulan kemudian.
Sore itu, langit Jogja tampak sangat cerah. Dengan mengendarai motor mio, saya menuju Swalayan Mirota Kampus sambil menyanyi riang. Saya ingin membeli sebuah kue tart. Oh, ya, hari itu sahabat saya, Rita, sedang berulang tahun. Saya berniat memberinya kejutan tengah malam nanti. Sesampainya di Mirota Kampus, saya segera menuju tempat khusus yang menjual aneka macam kue tart. Setelah memilih-milih, saya lalu menyuruh seorang pegawai Mirota untuk membungkusnya. Tepat saat itulah, sebuah pemandangan mengejutkan hadir di hadapan saya.
“Mbak, kue tart yang saya pesan kemarin mana ya?” tanya seorang Ibu-ibu dengan tergesa-gesa.
Salah satu pegawai Mirota langsung mengambil sebuah kotak besar, lalu menyerahkannya pada Ibu-ibu itu. “Silakan, Bu.”
Mulut saya menganga. Saya perhatikan Ibu-ibu itu dengan mata tak berkedip, dari atas sampai bawah. Dia memakai baju kurung yang tak terawat, sandal jepit yang nyaris putus, juga sebuah kerudung yang bertengger di kepalanya. Tangannya dengan sigap mengambil sebuah dompet dari saku, lantas mengeluarkan beberapa lembar uang yang jumlahnya tak sedikit. Saya berani bertaruh, dia adalah Ibu-ibu yang biasa berkeliaran di MM UGM. Bagaimana saya tidak hafal? Nyaris setiap hari saya melihatnya!
“Beli kue buat siapa, Bu?” tanya saya, berpura-pura basa-basi.
“Buat cucu saya, Mbak. Hari ini dia ulang tahun,” jawab Ibu-ibu itu dengan sumringah.
Setelah menyelesaikan transaksi, Ibu-ibu itu segera keluar dari Mirota. Tanpa sadar saya mengikutinya, tidak peduli dengan teriakan pegawai Mirota yang tadi membungkus kue tart pesanan saya. Di luar, saya melihat Ibu-ibu itu mengambil motor Vario kinclong, lantas membawanya keluar dari area parkir. Saya sangat syok hingga tak bisa berkata-kata.
Oh, Tuhan, tampaknya tak semua penghuni kolong melarat itu adalah orang-orang yang kesrakat. Rupa-rupanya orang yang konglomerat pun bisa saja menjadi salah satu anggota kolong melarat. Ya, menjadikannya sebagai kedok. Kurang ajar. Saya tertipu.