Archive for Desember 2012

Darul Arqam Dasar

No Comments »


 
            Jumat, 28 Desember 2012, IMM komisariat Ibnu Khaldun UGM mengadakan Darul Arqam Dasar (DAD) yang ditujukan untuk para calon kader baru IMM. Inilah tahapan pengkaderan dasar yang wajib diikuti oleh seluruh anggota baru Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Hal ini bertujuan untuk mengenalkan lebih jauh ideologi gerakan IMM.
Pembukaan DAD dilaksanakan di gedung Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta pada pukul 17.00 WIB. Acara ini diikuti oleh 11 peserta yang berasal dari komisarat Ibnu Khaldun UGM, Al-Khawarizmi UGM, dan komisariat UAD (Universitas Ahmad Dahlan). 
Darul Arqam Dasar diawali dengan diadakannya studium general yang diisi oleh Saudara Bachtiar Dwi Kurniawan (aktivis pemberdayaan masyarakat). Beliau memaparkan berbagai macam gerakan islam yang ada di kampus, model perjuangannya dalam mencapai visi dan misi masing-masing,  dan hal-hal mendasar yang membedakan antara IMM dengan gerakan islam lainnya. Dengan demikian, diharapkan para calon kader dapat memahami dengan baik posisi IMM di lingkungan kampus.
Seperti biasa, acara dilanjutkan dengan screening peserta yang dilaksanakan di SMP 1 Muhammadiyah Sleman tepat pada pukul 22.00 WIB. Dalam screening tersebut, setiap peserta dihadapkan pada satu orang instrukur. Screening diawali dengan tes baca Al-Qur’an, kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab mengenai latar belakang peserta, tujuan mengikuti DAD, alasan memilih IMM, dan tes kemampuan pengetahuan seputar kemuhammadiyahan. Hal itu bertujuan untuk mengetahui karakter peserta dan sejauh mana kemampuannya dalam menangkap materi. Screening tersebut berakhir pada pukul 01.30 WIB.
Keesokan harinya, acara dilanjutkan dengan pembekalan berbagai macam materi, antara lain filsafat ilmu, ketauhidan, kemuhammadiyahan, ke-IMM-an, sharing dengan alumni, dan simulasi persidangan. Di antara sekian banyak materi tersebut, sesi yang paling menguras tenaga dan pikiran adalah simulasi persidangan. Menurut Kukuh, salah satu peserta DAD, simulasi sidang merupakan acara yang paling membuatnya kesal setengah mati. Kukuh yang berperan sebagai peresidium sidang mengaku kalang kabut menghadapi suasana persidangan yang mendadak tidak kondusif karena keterlibatan panitia dan alumni.
“Paling kesal ya sama Mas Anggun, soalnya sepanjang sidang bikin rusuh terus, hehehe. Mana anak-anak sudah pada ngantuk semua,” ungkap Kukuh.
Namun, kekesalannya menguap begitu tahu bahwa kerusuhan tersebut tidak seserius yang dia bayangkan. Para peserta memang sengaja ‘diserang’ habis-habisan untuk menguji sejauh mana kemampuan mereka dalam menangani persidangan. Menurutnya, simulasi tersebut adalah pelatihan yang sangat bermanfaat.
“Konklusinya, saya jadi tahu bahwa dalam persidangan dibutuhkan kesabaran, intelektualitas, pengendalian diri, dan ketegasan,” ungkapnya lagi.
Acara simulasi selesai pukul 00.15 WIB. Selanjutnya, peserta dipersilakan untuk beristirahat. Pada pukul 02.30 WIB, peserta dibangunkan kembali. Setiap peserta lalu dibawa satu per satu oleh para instruktur, kemudian di-tes ulang tentang semua materi DAD yang telah diberikan. Hal yang paling utama untuk ditanyakan adalah mengenai komitmennya terhadap IMM.
Selanjutnya, immawan Yusro selaku MOT (Master Of Training) mengomando seluruh peserta untuk mengikuti ikrar yang beliau bacakan. Ikrar diucapkan di hadapan bendera IMM. Begitu ikrar selesai diucapkan, para panitia dan instruktur pun saling mengucapkan selamat atas pelantikan tersebut. Kini, mereka telah resmi menjadi anggota IMM.
Pagi harinya, acara dilanjutkan dengan pembekalan materi terakhir DAD, yaitu analisis sosial. Pukul 11.30 WIB, rangkaian acara DAD pun ditutup. Usai sudah DAD yang dilaksanakan mulai tanggal 28-30 Desember 2012 tersebut.
“Acara DAD ini sangat bermanfaat bagi kader baru. Selain memperoleh pengetahuan baru yang belum kami dapatkan sebelumnya, kami juga bisa mengenal lebih dekat IMM,” ucap Khoiril Maqin, peserta DAD dari komisariat Ibnu Khaldun.
Hal yang senada juga diucapkan oleh Kukuh. “Acaranya mantap! Saya merasa kalau ghirah untuk berjuang melalui muhammadiyah kembali bangkit. Apalagi saya juga sudah lumayan mengenal IMM sebelumnya.”
Diharapkan dengan adanya DAD ini, para kader baru IMM dapat menjadi generasi penerus bangsa yang senantiasa bersemangat memperjuangkan islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Menjadi pelopor, pelangsung, dan penyempurna amanah. Semangat fastabiqul khairat! (Indiana).

Sudah Lima Tahun (Edisi Pra-MOS)

Baca selengkapnya » | 2 Comments »



            2008.
            -Perdebatan Sengit-

            “Pokoknya nggak mau!!” aku berteriak kencang sambil membanting pintu kamar.
         “Lha memangnya kenapa? Kamu kan SMP-nya sudah di SMP Islam, jadi SMA-nya ya yang basisnya islam sekalian. Biar ilmunya nggak hanya ilmu umum,” Ayah terheran-heran.
            “Nggak! Pokoknya aku mau sekolah di SMA Chandradimuka!” teriakku lagi.
            “Ya wis tho ya, nggak usah marah-marah. Ayah dan Ibu kan cuma menyarankan saja. Nduk, SMA Chandradimuka itu bukan SMA ecek-ecek lho. Susah masuk sana, banyak saingannya …bla … bla …,” Ayah masih mencerocos panjang lebar.
            Aku tahu maksud pembicaraan itu. Mereka meragukan kemampuan otakku -_-
            “Ayah nggak percaya?”
           “Gimana mau percaya kalo nilai UAN kamu jeblok? Sudah, pokoknya mulai besok HP kamu disita!”
            Aku manyun. Nah kan, malah dihukum! -_-
            “Ayo taruhan, Yah!” Aku keluar dari kamar sambil meleletkan lidah ke Ayahku.
            “Ha?”
            “Aku mau sekolah di SMA-nya Ayah kalo aku nggak lolos tes masuk SMA Chandradimuka. Tapi kalo aku lolos …,” aku memicingkan mata, “Aku harus disekolahin di situ! Nggak bisa nggak!”
            “Oke, buktikan saja kalau bisa!” kata Ayah.
            Aku lalu masuk ke dalam kamar sambil manyun. Umumnya orang tua akan mendukung anaknya, tapi tidak dengan orang tuaku. Mereka meragukan kemampuanku untuk menaklukkan SMA Chandradimuka, dan menyuruhku untuk sekolah di SMA tempat Ayah mengajar yang basisnya sama dengan SMP-ku dulu, SMP Muhammadiyah 06.
            SMA Chandradimuka adalah salah satu sekolah yang paling bergengsi di kotaku. Isinya anak-anak pinter semua. Tidak mudah untuk menembus sekolah elit itu. Dan Ayah benar-benar meragukan kemampuanku. Apakah aku terlalu bodoh? -_-
            Sebagian besar teman-temanku terobsesi dengan SMA itu karena gengsinya yang tinggi, tapi tidak denganku. Aku terobsesi masuk sekolah itu karena … yah, karena wajah itu. Wajah yang tiga tahun terakhir ini tidak bisa pergi dari hidupku. Jesta Darmawan. Anak pintar itu berhasil masuk SMA Chandradimuka karena kemampuan otaknya yang diatas rata-rata.
            Aku rindu dengan wajah teduh itu. Aku ingin melihatnya lagi. Melihat aktivitasnya sehari-hari. Melihatnya lebih lama ….
            “Aku harus bisa!!!” teriakku sembari membuka buku-buku pelajaran. Apa pun yang terjadi, aku harus lolos!

Sudah Lima Tahun (Edisi SMP)

Baca selengkapnya » | No Comments »




            2006.

            MOS sudah lama berlalu. Tapi kejadian Mabit itu masih belum sepenuhnya hilang dari ingatan. Hatinya seringkali terasa nyeri ketika mengingat raut wajah penuh duka itu. Aih, ada apa dengannya? Dia sudah berusaha mengenyahkan pikiran konyol itu, tapi nyatanya semakin melekat di kepala. Sial!
            “Ya, ayo masuk! Pak Yuda sudah di dalam tuh!” Rara mencolek bahu Alya sambil tersenyum.
            “Iya, kamu duluan aja,” kata Alya.
            Alya melepas pandangannya ke arah kelas 2 B sekali lagi. Dia memang suka menatap kelas itu akhir-akhir ini. Lima detik kemudian, wajah Jesta keluar dari kelas 2 B. Oh, astaga! Alya buru-buru masuk kelas dengan pipi memerah.

5 Tahun Per Second

Baca selengkapnya » | No Comments »



            Judul ini terinspirasi dari anime ‘5 cm per second’ dan berdasarkan usulan teman. Rada nggak nyambung sih, hahaha :D

           
            Juni 2006.

            Ini adalah hari pertamanya melepas seragam merah putih, lalu menggantinya dengan seragam biru putih. Ya, dia sudah resmi menjadi anak SMP.
            “Ayo masuk! Kau sudah terlambat!” ajak Kak Ayumi setelah kami turun dari motor.
            Alya mengangguk. Kak Ayumi adalah sepupunya. Dia sekarang duduk di kelas 2 SMP. Sambil berjalan pelan, Alya mengamati bangunan SMP Muhammadiyah 06 yang tampak sederhana namun terawat. Sesekali tangannya menggaruk-garuk kerudung, kegerahan karena dia tidak terbiasa berkerudung. Dia tak pernah bermimpi untuk masuk sekolah berbabis agama, tapi karena keluarga besarnya yang religius ‘memaksa’ semua keturunannya untuk mengenyam sekolah berbasis agama, dia tak bisa mengelak. Impiannya untuk masuk ke SMP Negeri pun pupus di tengah jalan.
            “Kak, apakah nanti aku bisa betah bersekolah di sini? Katanya aturannya ketat banget!” tanya Alya.
            “Lama-lama nanti juga terbiasa,” kata Kak Ayumi sambil tersenyum.
            Dia lalu menggandeng tangan Alya ke ruang sekretariat. Di ruangan itu, ada banyak anak-anak OSIS yang tengah sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Alya menangkap sesosok laki-laki tengah menghadap komputer dengan wajah serius. Dia terus mengamatinya sampai Kak Ayumi berteriak kencang.