Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan, mengikhlaskan semuanya.
Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang.
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.
--Tere Liye, novel 'Daun yang jatuh tak pernah membenci angin'--
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana....
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.....
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana......
Nina mengusap air matanya sembari sesenggukan. "Kenapa ini semua harus terjadi?"
"Hahaha, entahlah," aku tersenyum getir.
"Kenapa kau malah tertawa?"
"Karena air mataku sudah habis. Tertawa itu lebih baik."
"Itu menyakitkan sekali, kau tahu?"
"Ya. Aku tahu. Sudahlah, kau tak perlu cengeng begitu."
"Tapi ... tapi ...," Nina masih saja sesenggukan.
Aku lantas melemparnya dengan bantal sambil tertawa. "Berhentilah menangis, cengeng!"
Nina bersungut-sungut. "Aku nggak ngerti harus ngomong apa."
"Kamu nggak perlu ngomong. Sudah ah, aku harus kembali ke pekerjaanku. Dada!" aku beranjak keluar.
"Hei!"
"Apa lagi?"
"Baik-baik, ya ..."
"Apanya?" aku tak mengerti.
Nina tak mengatakan apapun. Dia hanya menempelkan kedua tangannya di dada. Aku tersenyum, lantas meninggalkannya.
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana....
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.....
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana....
Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang.
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.
--Tere Liye, novel 'Daun yang jatuh tak pernah membenci angin'--
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana....
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.....
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana......
Nina mengusap air matanya sembari sesenggukan. "Kenapa ini semua harus terjadi?"
"Hahaha, entahlah," aku tersenyum getir.
"Kenapa kau malah tertawa?"
"Karena air mataku sudah habis. Tertawa itu lebih baik."
"Itu menyakitkan sekali, kau tahu?"
"Ya. Aku tahu. Sudahlah, kau tak perlu cengeng begitu."
"Tapi ... tapi ...," Nina masih saja sesenggukan.
Aku lantas melemparnya dengan bantal sambil tertawa. "Berhentilah menangis, cengeng!"
Nina bersungut-sungut. "Aku nggak ngerti harus ngomong apa."
"Kamu nggak perlu ngomong. Sudah ah, aku harus kembali ke pekerjaanku. Dada!" aku beranjak keluar.
"Hei!"
"Apa lagi?"
"Baik-baik, ya ..."
"Apanya?" aku tak mengerti.
Nina tak mengatakan apapun. Dia hanya menempelkan kedua tangannya di dada. Aku tersenyum, lantas meninggalkannya.
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana....
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.....
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana....