GAYA
HIDUP HEDONIS DALAM NOVEL DI SYDNEY
CINTAKU BERLABUH
KARYA
MIRA W
Oleh: Indiana Malia
Dewasa
ini, perkembangan karya sastra populer di Indonesia mengalami kemajuan yang
signifikan. Meskipun karya sastra populer sering kali dianggap sebagai karya
sastra picisan yang tidak bermutu, akan tetapi pada kenyataannya justru karya
sastra jenis inilah yang paling dinimati pembaca. Pada pertengahan tahun
1970-an, kantor-kantor penerbitan dan media massa mulai berkembang. Teknologi percetakan
yang semakin canggih telah membantu berkembangnya jenis bacaan populer dari
sudut pandang industri.
Berkembangnya
sastra pop remaja sangat berkaitan dengan budaya populer yang dianut oleh
masyarakatnya. Budaya populer merupakan budaya konsumsi
yang didukung oleh teknologi informasi mutakhir. Budaya ini tidak terlepas dari
gaya hidup hedonis yang menyertai kehidupan remaja pada umumnya. Menurut Tim Penyusun Kamus (Dalam Dewojati, 2010:16),
hedonisme mempunyai arti pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan
kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup.
Novel
Di Sydney Cintaku Berlabuh merupakan
salah satu karya sastra populer yang merepresentasikan gaya hidup remaja masa
kini yang penuh dengan budaya hedonis. Novel yang terbit pada 2005 ini ditulis
oleh seorang penulis yang namanya tidak asing lagi, yaitu Mira W. Dalam novel
tersebut terdapat beberapa wacana hedonis yang membuat pembaca sadar bahwa gaya
hidup remaja masa kini cenderung hedonis.
Novel
populer karya Mira W ini berkisah tentang kehidupan kakak beradik yang broken home karena perceraian orang
tuanya, yaitu Bastian dan Barry. Setelah resmi bercerai, tokoh Barry yang
menjadi kakak Bastian mengikuti ayahnya yang hidup dalam gelimang kemewahan di
Jakarta. Sebaliknya, Bastian mengikuti ibunya yang memilih hidup dengan
sederhana di Palembang. Barry digambarkan sebagai sosok yang gemar
menghambur-hamburkan harta dan playboy,
sedangkan Bastian yang hidup dengan ibunya hanya mampu menerima sedikit
‘cipratan’ kekayaan kakaknya.
Tokoh
Barry yang digambarkan masih SMA itu telah berjanji akan menemui Sandy, kekasih
yang didapatnya dari dunia maya dan bertempat tinggal di Sydney. Namun, rencana
itu terhalang oleh kekasihnya yang ada di Indonesia. Untuk itulah, Barry
menyuruh Bastian untuk pergi ke Sydney dan menyamar sebagai Barry. Konflik demi
konflik pun terjadi. Cerita berakhir dengan menyatunya Bastian dengan Tara,
seseorang yang ditemuinya ketika merayakan pesta ulang tahun Sandy di diskotik.
Penulis telah menampakkan
wacana hedonisme dalam pembukaan cerita.
“Bas,
lu mau ke Sydney?” datang-datang Barry langsung menyodorkan umpan.
Urusan
umpan-mengumpan, dia memang pakarnya. Pengalamannya segudang. Bakat dari Bokap
kali. Kalau tidak, dari mana Papa dapat uang sebanyak itu padahal gajinya hanya
cukup untuk membeli kerbau?
“Mau
kalau lu yang bayar,” sambar Bastian kalem.
Nah,
kalau yang ini pasti warisan ibunya. Kalem saja biarpun gaji guru tidak pernah
cukup untuk hidup sebulan.
“Serius?”
“Suer!”
(DSCB:15)
Dari kutipan tersebut,
tergambar jelas betapa hedonisnya kehidupan tokoh Barry. Pergi ke luar negeri
tentu saja merupakan hal yang mewah, dan tidak semua orang bisa melakukannya. Namun,
tokoh Barry yang jelas-jelas masih berstatus sebagai siswa SMA itu bisa dengan
mudah mendapatkan apa pun yang diinginkan.
Budaya
kapitalisme tanpa disadari juga menjajah mindset
remaja kota besar. Bentuk tubuh pun tanpa disadari juga diatur oleh
kapitalisme, baik melalui iklan kosmetik, pelangsing, fashion, dan life style.
Perusahaan kosmetik, farmasi, garmen, dan media massa adalah kapitalis yang
memberikan stimulus para audience dan
konsumen remajanya melalui model iklan. (Dewojati, 2010:94).
Dalam
novel Di Sydney Cintaku Berlabuh,
penulis menggambarkan budaya kapitalisme tersebut melalui tokoh Sandy. Perhatikan
kutipan berikut.
“Kalo
mau jadi pengawalku, penampilanmu mesti diubah dulu!” cetus Sandy gemas. “Aku
tidak mau dikira clubbing sama
profesor!”
“Jadi
aku harus pakai apa?” balas Bastian sama gemasnya. Buka jas, robek lengan
panjang kemejanya, gunting celananya sampai lutut?
“Ikut
aku. Kalau kamu muncul bersamaku di depan teman-temanku, penampilanmu harus
mirip Tom Cruise.” (DSCB:138)
Belum
puas hanya dengan baju, Sandy membawa Bastian ke salon dan menyuruh penata
rambut yang mirip geisha itu mengatur rambut Bastian supaya tampil modis.
Meskipun
Bastian tidak suka dengan penampilannya, dia terpaksa menurut saja. Bukankah
mala mini Sandy ulang tahun? Apa salahnya tampil jadi barongsai semalam saja?
Hitung-hitung menyenangkan Sandy. (DSCB:139)
Dari
kutipan di atas, tampak jelas bahwa penampilan dinilai sangat penting dalam
pergaulan. Dalam mindset remaja yang
digambarkan oleh tokoh Sandy, seseorang akan dianggap gaul dan trendy jika
mengikuti mode fashion yang tengah berkembang.
Bahkan, penampilan menjadi modal utama untuk mendapatkan pengakuan dari
lingkungan sosialnya. Jika penampilan seseorang tidak sesuai dengan
perkembangan zaman, maka akan dianggap cupu
alias ketinggalan zaman. Melalui tokoh Sandy, penulis ingin menyampaikan
pada pembaca bahwa remaja masa kini telah terjebak dalam dunia hedonis yang
sangat mengutamakan kesengangan dan kenikmatan materi.
Selain
dari segi penampilan, perilaku hedonis juga ditunjukkan dengan gaya hidup yang
bermewah-mewahan. Tempat yang sering dikunjungi adalah tempat-tempat yang elit,
bergengsi, dan tentu saja mahal. Menonton film di bioskop, shopping di Mall, makan di restoran dan kafe mahal,
atau berlibur ke luar negeri merupakan pemandangan yang taka sing lagi. Hal itu
juga ditampakkan dalam novel Di Sydney Cintaku
Berlabuh. Penulis menggunakan setting
nightclub untuk merayakan ulang tahun
Sandy. Nightclub merupakan tempat
yang hanya bisa dikunjungi oleh orang-orang kaya. Di tempat tersebut, tokoh
Bastian rela meminum bir agar Sandy bangga padanya. Semua teman Sandy adalah peminum
bir, dan Bastian tidak ingin mempermalukan Sandy dengan menolak minum bir.
“Ayo,
Sayang!” bisiknya di telinga Bastian. “Minum untukku!”
Bastian
tahu dia harus menolak bujukan itu. Tetapi kalau Sandy yang minta, bagaimana
dia bisa membantah? Jangankan cuma minuman keras, racun pun akan ditenggaknya
juga!
Mula-mula
dia cuma menyesap minuman itu. Tapi ketika teman-teman Sandy menertawakannya,
dia jadi tersinggung. Dengan kasar dirampasnya gelas dari tangan Sandy.
Diteguknya isinya sampai habis. Sekali lagi teman-teman Sandy tertawa. Tapi
kali ini tawa memuji. Bahkan Sandy ikut mengaguminya.
“Itu
baru cowokku!” katanya bangga. Diraihnya wajah Bastian dengan mesra. Tentu saja
untuk menciumnya. (DSCB:144)
Kutipan
tersebut menggambarkan bahwa di dalam lingkungan pertemanan Sandy, seseorang
baru bisa diterima dan dianggap hebat jika bisa meminum bir. Bastian yang
sejatinya tidak terbiasa meminum bir pun memaksakan dirinya agar dapat diterima di lingkungan barunya.
Dalam kutipan tersebut, penulis secara tidak langsung telah menunjukkan
bagaimana pergaulan remaja masa kini, bahwa seseorang dapat dianggap sebagai
bagian dari kelompoknya jika mengikuti aturan dan gaya hidup dalam kelompok
tersebut.
Selain
itu, faktor kemampuan ekonomi juga diperhitungkan mengingat gaya hidup
orang-orang hedonis yang tidak bisa terlepas dari kemewahan. Dalam novel Di Sydney Cintaku Berlabuh, hal tersebut
ditunjukkan melalui hubungan cinta antara Bastian dan Sandy yang penuh dengan
kemewahan. Sandy yang terbiasa hidup bermewah-mewahan tersebut selalu menuntut
Bastian untuk menuruti apa pun yang dia inginkan. Hal itu tampak pada kutipan
berikut.
Pacaran
dengan Sandy memang nikmat. Dia cantik. Menarik. Menggiurkan. Merangsang. Dan
serba mengejutkan.
Yang
mengejutkan itu memang bukan mahalnya saja. Dia tidak mau makan di resto Pak
Amat yang makanannya cuma enam-tujuh dolar seporsi. Dia memilih makanan serba
“Wah” yang harganya belasan dolar. (DSCB:189)
Susahnya,
Sandy bukan hanya mencengangkan karena serbamahalnya saja. Dia juga mengejutkan
karena ulahnya yang macam-macam.
Contohnya
saja mala mini. Sesudah makan sushi
dan minum anggur, dia minta diajak ke apartemen Bastian. Coba. Yang mana
apartemen Bastian? Ngaco, kan Tapi itu pasti bukan akibat pengaruh anggur yang
dihirupnya. (DSCB:190)
Kutipan
tersebut menggambarkan gaya hidup hedonis yang mengutamakan kenikmatan tanpa
batas. Bastian harus bisa mengimbangi gaya hidup Sandy jika tak ingin
ditinggalkan. Hal itu menunjukkan bahwa materi dipandang sebagai sesuatu yang
penting dalam menjalin hubungan.
Dalam
novel tersebut, puncak konflik ditampakkan ketika Barry, kakak Bastian menyusul
Bastian ke Sydney. Barry yang memiliki bentuk fisik dan ketampanan yang lebih
baik dari Bastian pun mau tak mau menyita perhatian Sandy. Apalagi Sandy
merupakan wanita yang sangat memuja materi. Sebuah rahasia pun terbongkar.
Sandy baru mengerti bahwa kedua orang tua Barry dan Bastian telah lama
bercerai. Barry ikut ayahnya yang kaya raya, sedangkan Bastian ikut ibunya yang
hidup sederhana. Kenyataan tersebut membuat Sandy berpaling. Tentu saja hal itu
membuat Bastian sakit hati.
“Mau
mabuk lagi?” sapa Tara dingin begitu dia melihat Barry.
“Kasih
yang paling keras aja biar aku game sekalian!” gumam Bastian sengit.
Sekejap
Tara mengawasi pemuda itu. Parasnya menampilkan keletihan. Tapi bukan hanya
itu. Paras yang kusut itu mengesankan keputusasaan. Kegeraman. Kesedihan.
Kekecewaan.
“Cewekmu
pergi sama orang lain?” tanya Tara datar. Disodorkannya segelas bir.
Tetapi
Bastian mengembalikan gelas itu dengan kasar.
“Yang
lebih keras!” bentaknya berang. “Kamu pikir aku anak kecil?” (DSCB:237).
Kutipan
tersebut menggambarkan bahwa nightclub
merupakan salah satu tempat yang dituju oleh para remaja untuk melampiaskan
segala permasalahan. Ketika seorang remaja tengah dilanda masalah dan
frustrasi, minuman keras lah yang menjadi penawar. Hal tersebut merupakan salah
satu ciri pelaku gaya hidup hedonis yang cenderung bebas tanpa batas.
Dari
paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya hidup hedonis telah menyerang
remaja masa kini, dan secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan karya
sastra Indonesia. Hedonisme dalam budaya populer telah direpresentasikan dalam
karya-karya sastra populer. Novel Di
Sydney Cintaku Berlabuh merupakan
salah satu karya yang merekam gaya hidup hedonis remaja masa kini.
DAFTAR
PUSTAKA
Dewojati, Cahyaningrum. 2010. Wacana Hedonisme Dalam Sastra Populer
Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
W, Mira. 2005. Di
Sydney Cintaku Berlabuh. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.