Hai, Kazuto-san!
Apa kabarmu hari ini? Semoga
kau baik-baik saja. Ehm, ini adalah surat pertamaku yang entah bisa
tersampaikan apa tidak. Yah, anggap saja saat ini kita sedang berbincang
bagaikan teman akrab.
Apakah kau masih
mengingatku, Kazuto-san? Kurasa kau mulai melupakanku perlahan-lahan. Yah, ini
memang bukan salahmu. Aku tahu cepat atau lambat aku akan menghilang dari
pikiranmu (atau malah aku tak pernah ada di pikiranmu?). Kau pasti sekarang
sedang bersenang-senang entah di mana :)
Ah, ya. Malam ini aku ingin
menceritakan sesuatu kepadamu. Lebih tepatnya, ini adalah sebuah cerita konyol.
Hahahaha. Aku terheran-heran mengapa aku bisa melakukan hal ini.
Sejak siang tadi, aku dan 3
sahabatku berencana untuk menghabiskan waktu bersama. Kami sudah lama tidak
berkumpul dan bersenang-senang. Akhirnya, sore tadi kami berkumpul di tempat
makan langganan kami. Aih, betapa senangnya hatiku. Berkumpul bersama mereka
membuat bebanku menghilang seketika. Anggap saja ini adalah perayaan setelah
dua minggu lamanya kami berkutat dengan ujian.
Ada banyak hal yang kami
ceritakan, Kazuto-san. Ketiga sahabatku sampai berebutan bercerita, dan aku
hanya bisa tertawa. Yah, aku memang tak banyak bicara malam ini. Aku lebih
banyak menjadi pendengar. Sampai di sini, aku masih bersikap stay cool, menjadi manusia yang paling
menjaga imej sedunia. Hahaha.
Setelah puas menghabiskan
makanan, kami berjalan kaki ke tenda jagung bakar. Sejak siang tadi Tria sudah
mencerocos ingin makan jagung bakar. Aku tertawa melihatnya. Aih, macam orang
ngidam saja kau, Tria! Setelah memesan 4 jagung bakar, kami berjalan ke
bunderan kampus. Kata Nino, lebih enak di bunderan daripada di tenda. Baiklah,
aku menurut saja. Sesampainya di sana, kami duduk berempat bagaikan gelandangan
sembari makan jagung bakar. Kami menceritakan apaaaa saja. Masing-masing
meluapkan kegalauannya. Nino berkisah tentang cinta monyetnya yang sangat lucu
(kapan-kapan aku ceritakan). Aku, Tria, dan Kafi sampai terpingkal-pingkal
dibuatnya. SMA sungguh masa-masa yang indah ya? Mendadak aku merindukan bangku
SMA :)
Lalu Tria pun meluapkan
kegalauannya yang tak berkesudahan. Yah, apalagi kalau bukan tentang
kegelisahan hubungannya dengan yang jauh di sana. Aku hanya menatap prihatin.
LDR memang sulit, kurasa. Terlalu banyak cobaannya. Setelah Tria puas
bercerita, gantilah si Kafi yang menggalau ria. Astaga, ceritanya tak kalah
tragis! Hubungannya yang berjalan selama 4 tahun berakhir sangat tragis. Dan
dia berada di pihak yang tersakiti. Bahkan, dia sampai menangis darah ketika
baru saja putus. Katanya, sakitnya berdebum-debum, bagai disayat sembilu.
Kasian.
Entahlah. Cerita ketiga
sahabatku itu membuatku semakin malas untuk membangun sebuah komitmen yang tak
jelas ke mana tujuannya. Aku takut nasibku akan setragis mereka, hahahaha. Tapi
bukan itu alasan utamaku. Aku tidak ingin terikat dengan siapapun sampai aku
benar-benar menemukan pelabuhan yang pas. *uwoooo
Begitulah aku, Kazu. Di
umurku yang baru berkepala dua ini, kurasa masalah asmara bukanlah hal yang
terlalu penting bagiku. Masih banyak hal yang perlu kupikirkan. Mulai tahun ini
aku bertekad untuk mewujudkan impian-impianku. Aku bekerja keras siang malam
agar kelak aku bisa menuainya di masa depan. Aku tidak mau tahu, pokoknya 3
tahun ini namaku harus mencuat ke permukaan sebagai sosok yang pantang menyerah
untuk berkarya. Dan setelah itu, aku akan mulai menjalankan impianku satu per
satu. Lulus kuliah, melanjutkan S2 dan S3 ke negeri sakura dengan beasiswa. Itu
adalah impian terbesarku saat ini. Pelan-pelan, Kazu. Aku yakin aku bisa
melewatinya :)
Dan masalah asmara, aku
cenderung mengabaikannya. Kalau pun hatiku mulai terpaut pada seseorang, ya
kubiarkan sajalah. Kalau suka ya … suka saja. Tak perlu lah kutanggapi secara
berlebihan, bisa-bisa menghambat obsesi terbesarku itu. Yah, pada intinya aku
enggan berkomitmen saat ini. Aku masih ingin bergumul dengan target masa
depanku.
Sekitar pukul 8 malam, Kafi
tiba-tiba berteriak sambil mengeluarkan kamera dari dalam tasnya. Dia mengajak
kami membuat video tentang harapan-harapan kami di masa depan. Kelak, video itu
akan kami putar 10 tahun mendatang, sambil membayangkan betapa lucunya kami
saat ini.
Kafi mengarahkan kamera ke
tulisan universitas kami yang terpampang di bunderan, lalu mengarahkan ke
suasana Jogja yang indah dan nyaman. Setelah itu, barulah kamera mengarah ke
wajah Tria.
“Hai … aku Tria, umur 19
tahun. Aku berharap kelak akan menikah dengan orang Sunda saja lah, yang
dekat-dekat. Pernikahanku nanti tuh bla … bla …,” ucap Tria dengan penuh
semangat ke arah kamera.
Aku, Nino, dan Kafi terpingkal-pingkal
melihatnya. Belum apa-apa gadis sunda ini sudah membicarakan masalah pasangan
hidup, hahahaha. Setelah itu, kamera diarahkan padaku.
“Hai … aku Akari-can! Errr …
impianku banyak sih. Aku ingin mengeluarkan karya hebat tahun ini, bisa lolos
audisi yang sangat kuimpikan, ingin meraih beasiswa pertukaran mahasiswa ke
luar negeri, ingin …,” Aku berceloteh riang. “Kalau soal menikah, err … aku
ingin menikah nanti saja lah saat S2, hahaha.”
“Menikah
sama Kazutoooo! Hahahaha!” Tria berteriak kencang.
Astaga!
Apa-apaan gadis ini? Langsung kubekap mulutnya, sementara Nino dan Kafi tertawa
puas.
“Siapa
dia?”
Nino
dan Kafi sama sekali tak tahu menahu masalah ini. Pantas saja muka mereka
menyeringai senang setelah mengetahui rahasia ini. Tentu saja, karena aku
adalah orang yang paling enggan membicarakan masalah ini. Bahkan sampai
sekarang Tria tak tahu seperti apakah sosok Kazuto itu. Hahahaha.
“Ayo,
lanjutkan rekamannya!”
Oh,
baiklah. Aku lalu menghadapkan mukaku ke arah kamera lagi.
“Aku
ingin menikah saat S2 …”
“Terlalu
tua!” Tria memotong. Aku melotot.
“Baiklah,
kalau bukan saat S2, aku ingin menikah saat wisuda. Menikah sama … hahaha!” aku
tertawa.
Setelah
mengucapkan kalimat itu, aku memukul-mukul kepalaku sendiri. Oh, sial. Mereka
bertiga begitu tega memancingku agar mengeluarkan kalimat konyol itu -_-
Mmmm
… Kazuto-san, kau tak marah, kan? Maaf, mulutku kelepasan. Aku sama sekali tak
bermaksud untuk membuka rahasia ini. Tenanglah, sampai saat ini tak ada yang
tahu bagaimana asal-usulmu selain aku. Tak ada satu manusia pun yang tahu
bagaimana detil ceritanya. Karena … yah, kurasa ini bukan hal yang penting,
kan?
Dari
awal aku sudah bilang, Kazu. Aku menganggap semua yang kurasakan ini biasa
saja. Tere Liye pernah bilang, perlakukanlah gumpalan itu sewajarnya. Lama-lama
juga akan hilang dengan sendirinya. Maka, kubiarkan saja gumpalan itu …
Mmmm,
aku memang tak pernah tahu akhir dari semua ini. Biarkan Tuhan yang menjalankan
alur-Nya, sementara aku tak perlu memperbesar-besarkan hal ini. Mudah saja,
bukan?
Kazuto-san.
Sepertinya sekian dulu surat dariku. Aku mengantuk sekali. Kapan-kapan akan
kusambung lagi :)
Dalam heningnya malam
Pukul 00.24 WIB
Salam,
Akari-chan