Aku Ingin





.....Waktu yang tak bisa dimajukan atau dimundurkan. Waktu yang tak bisa membawamu ke masa lalu atau meloncat ke masa depan. Waktu yang tak bisa menghapus sesuatu yang telah berlalu, kecuali dengan cara membenturkan kepalamu keras-keras dan kau akan amnesia bahkan alzheimer. Waktu yang penuh misteri. Penuh teka-teki. Ya, 'waktu' yang sebentar lagi mendatangimu cepat atau lambat. 'Waktu' yang akan membawamu pergi tanpa mampu dicegah ... tanpa kompromi....
[10-01-2013]



Kau tahu? Setiap hari, mendengar detak jarum jam di dinding selalu membuatku takut. Kalau boleh, ingin sekali rasanya menghentikan waktu yang tak pernah berhenti berputar itu. Waktu ... ya, waktu yang membuatku ketakutan setiap waktu...
Tapi, sepertinya sang waktu memang enggan mempedulikanku. Tidak bisa. Aku tidak bisa menahannya dengan cara apa pun!
Ketika mataku bersirobok dengan kalender, serasa ada yang menusuk-nusuk ulu hati. Nyeri. Sakit. 77 hari lagi bunga yang kutanam itu akan layu dengan sendirinya. Ya, 77 hari lagi ...
Terkadang, bunga itu bertengger di pojok laptop. Memecah kesunyian. Menemaniku menulis hingga pagi. Aku selalu suka melihat bunga itu bertebaran di laptop, seperti bunga sakura yang bermekaran di musim semi. 
Tapi, tahukah kau? Meskipun bunga itu tak pernah absen menemaniku, tapi tak sekalipun aku berani menyentuhnya. Menatapnya lama-lama, lantas mengajaknya berbincang ringan. Tidak, keberanian itu tak pernah ada.

Jika saja keberanian itu ada, ingin rasanya tangan ini memetik bunga itu. Lantas berkata,"Apa kabar wahai sakura?"
Tapi, itu mustahil bukan? Karena betapa pun seringnya bunga itu menemaniku, pada kenyataannya dia bahkan tidak menyadari kehadiranku. Tidak menyadari bahwa selama ini aku lah yang menyiraminya, hingga dia bermekaran dan tampak sangat indah dibanding bunga yang lain. Bagaimanalah? Bunga itu selamanya tak akan pernah tahu karena aku memang tak pernah berusaha menampakkan diri di hadapannya.

"Kau ini tipikal pemendam," kata Adi.
"Oh ya? Dari mana kau tahu?" tanyaku heran.
"Karena kau sama sepertiku, suka memendam sesuatu sangaaaat lama tapi tak pernah mampu mengeluarkannya, hahahaha!" Adi terbahak.
"Pemendam. Bukankah itu menyenangkan? Hanya kita sendiri yang bisa merasakan, kan?"
"Ya, memang, tapi juga menyiksa."
"Kau benar."
"Mau sampai kapan kau akan seperti ini?"
"Sampai bunga itu layu hingga aku tak pernah memikirkannya."

Percakapan berhenti di situ. Aku tak mampu melanjutkannya lagi. Tak sanggup.
Mataku kembali menatap jam dinding, sang pemburu waktu. Detik demi detik berlalu tanpa bisa kucegah. 77 hari lagi bunga itu akan layu.

Aku ingin ...
Sebelum bunga itu terlanjur layu, aku ingin mengambilnya barang sejenak, lantas berkata, "Bagaimana keadaanmu sekarang?"
Dan jika 'waktu' itu benar-benar datang, aku ingin melambaikan tanganku dengan hati lepas sembari berucap, "Selamat jalan. Selamat tinggal. Semoga suatu saat Tuhan mengizinkan aku tuk merasakan musim semi yang indah di sana, seperti yang kau rasakan ..."

Aku ingin ...
Melihat bunga itu untuk yang terakhir kali. 

Aku ingin ...
Aku ingin ...
Aku ingin ...

Ah, ini hanyalah keinginan yang berujung angan-angan. Aku tak akan pernah mampu mewujudkannya meski hati ini selalu berteriak kencang menyuruh tanganku mengambil bunga itu.

Sia-siakah ini?
Kuharap tidak!

Aku tak rela jika hal ini berakhir sia-sia. Meski tanganku tak pernah mampu menyentuhmu, wahai wakura, bolehkah aku meninggalkan jejak untukmu?
Jejak yang kelak akan dibaca jutaan orang.
Kelak, aku akan menulis tentangmu, tentangku, dan tentang musim semi yang menjadi impianku ...
Boleh, kan?
                                          

[11-01-2013, Jumat Pukul 00.50 WIB]


This entry was posted on Kamis, 10 Januari 2013. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply