Jangan Menyerah!



            Sebenarnya, aku sudah terlalu lelah malam ini. Tubuhku sudah merengek-rengek minta istirahat, tapi ternyata mata dan tanganku enggan. Keinginanku untuk menulis lebih kuat dibanding rasa kantuk. Ya, aku ingin sedikit berkisah tentang Lomba Apresiasi Sastra yang diselenggarakan oleh jurusanku, Sastra Indonesia. Kami mengadakan lomba tingkat nasional dan tingkat DIY.
            Kemarin Hamdan ngasih pengumuman yang lumayan membuatku miris. Hanya sedikit sponsor yang mau menerima proposal AS. Peserta tak begitu banyak. Dan yang paling bikin kepalaku ngilu adalah: kami kekurangan dana sangat banyak. Ya Allah, aku hanya bisa mendesah saat itu. Acara akan dilaksanakan 3 minggu lagi!
            Setelah dimusyawarahkan bersama, akhirnya kami menemukan beberapa solusi untuk menutupi kekurangan dana. Jualan pulsa, kaos, bunga, makanan, kartu perdana, dan juga mengumpulkan barang-barang bekas. Dalam waktu sekejap aku langsung menjadi pedagang dadakan. Kupromosikan semua itu ke teman-teman di luar jurusan. Sampai salah satu temanku bilang, “Sejak kapan kamu jadi pedangang?”. Hehehe, aku hanya bisa tersenyum.
            Kau tahu? Acara AS ini selalu mengingatkanku tentang salah satu pengalamanku waktu SMA. Sama persis! Dan inilah yang terkadang membuatku kurang begitu optimis. Waktu SMA, aku tergabung dalam ekskul jurnalistik. Pertengahan bulan April kami melaksanakan program kerja terbesar kami: Lomba Menulis Cerpen Se-Kabupaten Jember. Proposal sudah tersebar ke semua calon sponsor. Tiada hari tanpa berkeliling mencari donatur. Pamflet kami sebar di segala tempat, pokoknya promosi mati-matian. Kami yakin benar kalau acara ini pasti sukses!
            Tapi, ternyata semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak sponsor yang menolak kami. Hanya ada dua sponsor yang mau menerima. Itu pun bukan memberikan dana, tapi piala. Dua minggu menjelang acara, peserta masih sangat sedikit. Aku stress. Seringkali aku marah-marah gara-gara pekerjaan yang dilakukan anak-anak klemar-klemer.
            “Ini suratnya salah! Cepat bikin lagi!”
            “Gimana nih seksi acara? Udah disiapin belom?”
            “Perkap!! Perkap!! Kenapa belom pinjem alat-alatnya?!”
        “APA KALIAN GAK MEMPUNYAI RASA TANGGUNG JAWAB TERHADAP ACARA INI??!! PIKIR DONG PAKE OTAK, JANGAN PAKE OTOT!!”
            Dan bermacam ungkapan sadis lainnya. Iya, dulu aku sadis banget. Seringkali aku mengucapkan kata-kata yang tak sepantasnya aku katakan. Terbawa emosi. Ditambah lagi, saat itu aku juga tengah mempersiapkan pementasan Drama buat Lomba JUMBARA (Jumpa Bakti Dan Gembira PMR Wira) dan pementasan Drama kelas. Aku ditodong sebagai penulis skenario plus pemeran utama. Bisakah kau bayangkan betapa rempongnya diriku?
            Hari demi hari kami lalui dengan penuh perjuangan. Setiap hari aku pasti memelototi angka-angka yang dicatat bendahara. Apakah dana yang kami butuhkan bisa terpenuhi?! Persis seperti yang dilakukan Nining, Bendahara AS. Melihat rempongnya Nining, Hamdan, dan teman-teman lain selalu membuatku teringat dengan diriku sendiri. Bedanya, dulu anak-anak ekskulku sering bentrok, tapi anak-anak AS kagak.
            Singkat cerita, kami putus asa. Tapi, ternyata Allah mendengar doa kami. Dua hari menjelang hari-H, Dewi datang sambil memelukku.
            “Indy, pihak Bank mau memberikan kita uang tunai!” katanya dengan raut muka bahagia.
            Subhanallah…tak terbayangkan betapa bahagianya kami waktu itu. Saat hari-H, Aula sekolah kami yang besar itu tak tampak ramai. Tak banyak peserta yang datang. Acara berlangsung agak semrawut. Dewi yang didaulat menjadi MC mendadak tepar dan mau tak mau aku harus menggantikannya. Hadeh, pokoknya rusak parah. Tapi, yang pasti itu akan kami jadikan pelajaran berharga untuk generasi selanjutnya.
            Dan, inilah yang terkadang aku takutkan pada acara AS. Bagaimana kalau acara AS akan berakhir tragis seperti ekskulku dulu? Ya ampun, pikiranku sudah melantur kemana-mana. Mungkin aku agak trauma -___-
            Kau tahu? Seharian ini aku sangat kerempongan dengan berbagai agenda. Mulai jam setengah 8 pagi sampai jam tiga sore aku dan anak-anak penerima beasiswa bidikmisi mengikuti pembinaan di Fakultas Psikologi. Di tengah acara, ketum IMM tiba-tiba sms, nyuruh dateng ke acara pelantikan pengurus IMM UNY. Belum juga kubales, si Dwi udah koar-koar nyuruh kumpul jam 3 tet. Rencananya mo jualan bunga di Malioboro. Aku bingung!!
Dan akhirnya, aku lebih memilih jualan bunga mengingat tampang anak-anak yang stress kekurangan dana, haha. Pas acara usai, si Rozi terlihat asik mengoprek-oprek kotak bekas snack.
“Nyari apaan sih?” tanya Iza.
“Eh, ini gelas aquanya kita kumpulin yuk! Trus ntar kita jual, lumayan kan buat nambah-nambah dana AS!” jawab Rozi.
“Ih, ogah! Malu!” kata Budi.
“Eh, ada kue sisa!! Lumayan nih bisa dimakan….!!” Muka Rozi tampak berbinar-binar.
“Ih, malu-maluin luh!!” kata Budi lagi.
Hahahaha, aku hanya bisa ngakak. Setelah rapat kilat, akhirnya kami sepakat buat mungutin gelas aqua itu. Kami jadi pemulung dadakan, hahaha. Dimana ada sampah, maka disitulah kami berada.
“Eh, di plasa lantai 3 juga ada peminaan bidik misi lho! Ayo ke sana, pasti banyak gelas aqua!!” seruku.
Tanpa ba-bi-bu lagi kami langsung meluncur ke sana. Bener-bener mirip pemulung!! Hahahaha… tapi tak apa, yang penting menghasilkan uang :p
Sore harinya, aku dan beberapa temenku meluncur ke Malioboro buat jualan bunga. Aku ngebonceng si Puri. Cuaca mendung sekali kawan-kawan. Pas mo berangkat, gerimis mulai turun. Sesampainya di Malioboro, hujan turun sangat deras!! Aku, Puri, dan Nia glesotan di depan Maliboro Mall hingga pada akhirnya kami diusir satpam. Huh, padahal jelas-jelas tampang kami bukanlah tampang pengemis -_-
Sambil nungguin Dwi dan Hamdan dateng ngebawain bunga, kami ke Masjid Malioboro. Adzan sudah terdengar. Selepas shalat maghrib, aku memegang beberapa tangkai bunga mawar dengan tampang cengok. Aku gak pernah jualan bunga seumur hidup!!
“Dwi sama Nia. Aku sama Puri ya!” kataku.
Kami berpisah di dua arah.
“Pur, gimana caranya jualan?” tanyaku.
“Aku gak tahu. Gak pernah jualan…” jawab Puri.
Aku garuk-garuk kepala.
“Mas, Mbak, ini bunga!! Beli ya!!” aku mencoba mempraktikkan.
“Kalo jualannya kayak gitu, ga bakal ada yang beli!” protes Puri.
“Lho, kenapa?”
“Ngomongmu itu lho, mbok yo yang ramah. Tampangmu juga harus dibenerin, gahar banget sih!” Puri nyerocos dengan tampang gak berdosa. Asem!
Para pengunjung Malioboro berseliweran di depan kami. Aku dan Puri tak berkata apa-apa. Hanya diam berdiri sambil bawa bunga -____-
Ujung-ujungnya….ketemu lagi sama Dwi dan Nia! Ternyata, kami sama-sama gak bisa jualan. Hahaha. Ya sudah, kami jalan berempat. Suer deh, aku gak pernah kayak gini sebelumnya. Diam-diam aku memikirkan sesuatu. Ternyata, nyari duit itu gak gampang!! Tidak semua orang tertarik dengan bunga yang kami bawa. Malah, saat menawarkan, aku sering dipandang dengan pandangan menyebalkan. Kakiku jadi gatal. Pengen ngambil sepatu en nimpuk kepala orang itu. Tapi teman-teman selalu menguatkan hatiku untuk bersabar. Yah, malam ini aku emang rada sensi bawaannya -_-
Beberapa saat kemudian Iza datang saat aku dan Puri tengah terseok-seok mencari tas dan dompetku yang hilang. Syukurlah, dua benda itu masih bisa terdeteksi. Kalo sampai ilang, entah akan makan apa aku besok.
“Udah terjual berapa?” tanyaku.
“Baru satu.” Jawab Iza.
“Ya udah, ayo keliling lagi…”
Kami berkeliling sampe jam 8 malam. Dengan napas ngos-ngosan, kami berhenti di pinggir jalan. Beberapa menit kemudian, Nanda dan Bintang datang buat bantuin jualan. Kami berkeliling ke segala tempat. Hingga larut malam, hanya tiga tangkai bunga yang terjual. Dan kami sudah tak sanggup berjalan kaki lagi. Lelah teramat sangat!! Akhirnya, kami membeli bunga itu. Biarlah, yang penting ada dana buat AS. Duh, Gusti…
Kami pulang diiringi derasnya hujan. Aku mengendarai sepeda motor dengan hati tak karuan. Tak kupedulikan derasnya hujan. Yang penting, aku harus sampai di kos dan tidur! Tapi kenyataannya, aku  malah ngeblog, hehe…
Yah, itulah kisah kami seharian ini kawan. Berjuang keras demi suksesnya acara AS. Tetap semangat ya, teman-teman. Kita masih punya waktu tiga minggu lagi. Jangan menyerah! Jangan pernah menyerah! Kalau kau berkata bahwa kau lelah, aku pun lelah. Maka, mari kita pikul bersama-sama amanah besar ini. AS tidak akan bisa sukses tanpa persatuan kita. Apapun yang terjadi, jangan pernah menyerah karena Tuhan selalu bersama kita! :)



Jogja, ditengah rintik hujan
Minggu 6 Mei 2012
Pukul 00.48 WIB

           

This entry was posted on Sabtu, 05 Mei 2012 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

2 Responses to “Jangan Menyerah!”

  1. Bendahara AS Iza kali, ndi.. Nining mh sekre :D
    Salut banget, maaf kemaren ngga bisa ikut jualan soalnya aku juga kena musibah di Bantul, pulang ke Jogja niatnya mau nyusul tapi ternyata aku malah pulang malem dan kehujanan, bajuku basah semua, jadiii... maaf bangettt !!!

    BalasHapus
  2. Oh iya lupa.. maklum nulisnya tengah malem sih --"
    Abisnya aku sering liat Nining melototin anggaran dana sih, hehe.

    Eeeeh, kamu kena musibah apa say?

    Iyah gapapa, yg penting TETAP SEMANGAT!! :D

    BalasHapus