Menjadi Ibu

Pagi ini saya tiba-tiba geram ketika membaca tautan yang diposting Mbak Yuar di FB. Tentang perilaku bocah 10 tahun yang membully saudara kandungnya sendiri. Lengkapnya baca sendiri. Kalau sudah begini, saya selalu ingat teman saya yang tertawa-tawa saat mengetahui cita-cita saya: menjadi ibu yang baik untuk anak-anak saya. Kalimat yang sederhana, tapi betapa tidak gampang untuk diwujudkan.
Apa salahnya menjadi seorang ibu? Apakah menjadi wanita karier itu segala-galanya? Hei, saya pun punya keinginan untuk berkarier, tapi tidak melebihi keinginan saya untuk menjadi seorang ibu yang baik. Kenapa? Karena dari seorang ibu lah sebuah peradaban dimulai. Tidak ada pendidikan yang lebih baik dibanding pendidikan orang tua untuk anak-anaknya. Karena, orang tua adalah awal mula pembentuk pribadi sang anak. Pikirkan ini baik-baik.
Kelak, saya akan mendidik anak-anak saya dengan tangan saya sendiri. Tanpa baby sitter. No, anak-anak adalah harta yang tak ternilai harganya. Pada mereka, sebuah masa depan digantungkan.

"Kasihan banget cita-citanya jadi ibu rumah tangga. Nanti kamu di-KDRT lho, hehehehe," kata seorang teman kemarin.


Tidak perlu mengasihani saya :)
Makanya, hei wanita! Kalau kau tidak mau di-KDRT atau semacamnya, kembangkanlah cakrawala berpikirmu. Agar kau kelak tidak ditindas, di-KDRT atau apalah namanya, tidak terlempar ke Sumur, Dapur, dan Kasur. Jadilah wanita yang cerdas.


Maka jangan heran kalau saya ingin meraih pendidikan setinggi-tingginya. Mempelajari banyak hal. Karena ibu yang cerdas akan melahirkan anak-anak yang cerdas :)


Dan inilah bagian yang nancep banget di tautan itu:

Jika memang tidak siap dan tidak mengerti cara mendidik anak, jangan punya anak. Jangan hanya karena tekanan keluarga untuk berkeluarga, kita jadi salah kaprah — membesarkan anak tanpa tahu betul cara mendidik dan mendisplinkan mereka secara sehat. Ini hanya akan melahirkan generasi baru tanpa empati.



Jadi, siapa bilang cita-cita menjadi ibu yang baik itu rendah dan patut dikasihani? Oh, dear, betapa mendidik anak itu tidak gampang. Semoga kelak anak-anak saya tidak berperilaku seperti tautan itu. Stop bullying!

This entry was posted on Jumat, 03 Januari 2014. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

5 Responses to “Menjadi Ibu”

  1. Bener-bener. Keluarga adalah madrasah pertama kehidupan.

    Beberapa hari ini postmu emosional sekali, Ndi. Atau aku yang bacanya kebawa emosi?
    -_-
    keren-keren.
    Teksnya kaya idup-- berasa denger kamu lagi ngomong berapi2 di depan mata.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yups, madrasah pertama kehidupan :)

      Iya, ya, Bud. Aku juga baru sadar dengan postinganku beberapa hari ini. Emosional. Ben, rapopo lah :D

      *ini postingan emang ditulis dg berapi-api, Bud. Berapi-api pake banget! Hehe.

      Hapus
  2. Semoga entar jadi ibu yang galak-galak amat ke anaknya ya jenk,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lu salah ketik? --"

      Kagak lah. Gueeeh cinta anak-anak, jadi enggak bakal tega ngegalakin. Galaknya cuma ke elu-elu pade. Haha.

      Hapus
    2. iya kurang satu kata. hahahah....

      Paling juga selain kita-kita bapaknya anak-anak bakal digalakin juga.
      *udah ngebayangin nih di kepala adegan nyuruh-nyuruh*

      Hapus