Seharusnya sore ini saya melanjutkan revisi novel sebelum nonton teater nanti malam. Ya, seharusnya. Tapi yang ada pikiran saya malah melayang ke GSP. Tiba-tiba saya kangen dengan mereka. Sesorean tadi saya muterin GPS, nganter si Odeng ke UPT. Tiga kali melewati GSP, tiga kali pula saya menatap tangga GSP yang lengang. Sore tadi anginnya menyejukkan sekali. Bikin saya teringat keseloan dulu. Duduk di tangga, bercanda, menertawakan anjing lucu, mengganjal lapar di mbak-mbak penjual roti keliling, cerita ke sana ke mari. Tertawa lepas.
Terakhir kali ke sana adalah ketika Budi ulang tahun. Saya dan Oji sembunyi-sembunyi ke Mirota Kampus buat beli kue tart. Niatnya ngasih kejutan, tapi entah kenapa malah nggak ada kejutan sama sekali -_-" semua rahasia terbongkar sebelum waktunya. Ya sudah, kami berempat lalu tertawa-tawa dan saling ngebegoin.
Dan sungguh tidak terasa, sekarang kami sudah menginjak tahun ketiga. Sudah separuh jalan. Semester depan adalah semester terakhir kuliah teori plus KKN, dan dilanjutkan dengan tugas akhir bernama skripsi. Cepat sekali, ya?
Semakin ke sini, saya merasa semakin jarang berkumpul bersama mereka. Karena itu lah, kemarin saya dan Fithri sempat membuat rencana gila. Bisa dibilang ini adalah sebuah pemaksaan. Setiap kali kami merencanakan main ke mana lah, pasti adaaa saja salah satu di antara kami yang tidak bisa. Budi sibuk ini, Oji sibuk itu, atau saya yang mendadak ada urusan penting. Yah, memang merencanakan sesuatu lebih mudah dibanding melaksanakan.
Mungkin ada baiknya jika semua itu tak usah direncanakan. Nanti malah nggak jadi terus, begitu kata Fithri. Finally, kami bersekongkol untuk menyatroni si Oji tanpa bilang apa pun. Dadakan. Juga si Budi.
Selepas maghrib, saya menjemput si Fithri di gelanggang mahasiswa. Lantas meluncur ke tempat Oji. Sementara dia menumpang shalat, saya mencari makanan karena seharian itu belum menelan apa pun. Tapi di sela-sela mengantri, bocah itu sms.
Mak, cepat ke sini. Mukanya Budi udah nggak enak banget!
Selesai membayar ke kasir, saya langsung menemui mereka. Dan, yah, tampaknya Budi memang agak uring-uringan hari itu. Tugas UAS seminar linguistiknya belum rampung. Dia sudah berjanji akan menyelesaikannya malam itu--walaupun sejujurnya saya yakin 100% tugas itu nggak bakal rampung karena disambi twitteran. Tapi dia tetap kukuh nggak ikut main ke Sekaten. Hanya Rozi yang bisa. Oke lah, tak apa.
Antara ngerasa bersalah dan sebal sih sama si Budi. Tapi ya sudahlah. Bertiga kami meluncur ke Sekaten. Rozi yang awalnya mood banget mendadak diam. Nggak tahu kenapa. Aku dan Fithri naik Kora-kora, dia ngeliatin dari bawah. Diajak naik apa pun nggak mau. Akhirnya kami gelesotan sambil makan kacang rebus. Ngobrol sekenanya. Lalu pulang. Sudah.
Yah, mungkin memang waktunya yang nggak tepat. Dan entah kapan waktu yang tepat itu datang. Yang saya tahu, saya merindukan mereka. Sesederhana itu.
Terakhir kali ke sana adalah ketika Budi ulang tahun. Saya dan Oji sembunyi-sembunyi ke Mirota Kampus buat beli kue tart. Niatnya ngasih kejutan, tapi entah kenapa malah nggak ada kejutan sama sekali -_-" semua rahasia terbongkar sebelum waktunya. Ya sudah, kami berempat lalu tertawa-tawa dan saling ngebegoin.
Dan sungguh tidak terasa, sekarang kami sudah menginjak tahun ketiga. Sudah separuh jalan. Semester depan adalah semester terakhir kuliah teori plus KKN, dan dilanjutkan dengan tugas akhir bernama skripsi. Cepat sekali, ya?
Semakin ke sini, saya merasa semakin jarang berkumpul bersama mereka. Karena itu lah, kemarin saya dan Fithri sempat membuat rencana gila. Bisa dibilang ini adalah sebuah pemaksaan. Setiap kali kami merencanakan main ke mana lah, pasti adaaa saja salah satu di antara kami yang tidak bisa. Budi sibuk ini, Oji sibuk itu, atau saya yang mendadak ada urusan penting. Yah, memang merencanakan sesuatu lebih mudah dibanding melaksanakan.
Mungkin ada baiknya jika semua itu tak usah direncanakan. Nanti malah nggak jadi terus, begitu kata Fithri. Finally, kami bersekongkol untuk menyatroni si Oji tanpa bilang apa pun. Dadakan. Juga si Budi.
Selepas maghrib, saya menjemput si Fithri di gelanggang mahasiswa. Lantas meluncur ke tempat Oji. Sementara dia menumpang shalat, saya mencari makanan karena seharian itu belum menelan apa pun. Tapi di sela-sela mengantri, bocah itu sms.
Mak, cepat ke sini. Mukanya Budi udah nggak enak banget!
Selesai membayar ke kasir, saya langsung menemui mereka. Dan, yah, tampaknya Budi memang agak uring-uringan hari itu. Tugas UAS seminar linguistiknya belum rampung. Dia sudah berjanji akan menyelesaikannya malam itu--walaupun sejujurnya saya yakin 100% tugas itu nggak bakal rampung karena disambi twitteran. Tapi dia tetap kukuh nggak ikut main ke Sekaten. Hanya Rozi yang bisa. Oke lah, tak apa.
Antara ngerasa bersalah dan sebal sih sama si Budi. Tapi ya sudahlah. Bertiga kami meluncur ke Sekaten. Rozi yang awalnya mood banget mendadak diam. Nggak tahu kenapa. Aku dan Fithri naik Kora-kora, dia ngeliatin dari bawah. Diajak naik apa pun nggak mau. Akhirnya kami gelesotan sambil makan kacang rebus. Ngobrol sekenanya. Lalu pulang. Sudah.
Yah, mungkin memang waktunya yang nggak tepat. Dan entah kapan waktu yang tepat itu datang. Yang saya tahu, saya merindukan mereka. Sesederhana itu.
everybodys changing and i don't feel the same... |
Ya Allah~
BalasHapusMaaf, Ndi. Malam itu aku benar-benar tidak mood untuk pergi keluar, apa lagi ke sekaten. Aku menghadapi masalah orang dewasa; merasa sendiri, sepi di tengah keramaian. *alah~
Maaf.
Meskipun jarang bermain bersama, bukankah kita sudah satu kelompok KKN ke Bali? Kita akan menghabiskan sedikit waktu sisa sebagai mahasiswa bersama, hei.
that's enough, right?
....dan kalian akan melupakanku selama itu :((
HapusAduuuuh, kenapa jadi melankolis semua -___-"
HapusYaudah, ayo ikut kami KKN ke Bali, hehehe.
Setidaknya hanya aku yang selalu bisa diajak kemanapun dan kapanun :p
BalasHapusAlright :)
Hapus