Random

Aku selalu suka dengan topik obrolan yang spontan dan random. Seperti siang tadi, aku, Hamdan, Fuad a.k.a Fufu lagi makan di bonbin sambil ngobrol nggak jelas. Oh, ya, ada Pitri juga tadi, tapi dia cuma diem alias lagi badmood, hahaha. Obrolan kami bermula dari peluang di dunia kerja. Dan ternyata kami bertiga memiliki satu kesamaan: ogah kerja kantoran, hahaha. Kami benci dengan seragam, jas, dasi, sepatu, dan hal-hal resmi lainnya. Juga sama bencinya dengan pekerjaan yang amat mengikat.
"Umumnya orang kalo udah lulus kuliah pasti nyari kerjaan. Hla nek kabeh mikir koyo ngono, lak yo susah rek golek kerjoan? Uwong grudukan golek kerjo, dudu nggawe kerjoan. Buyar ndunyo," kataku.
"Hahaha, iyo. Aku se pinginnya nanti buka usaha. Jadi bos-nya tukang sayur, atau bos-nya pengusaha rongsokan. Walau kelihatan sepele, tapi kan iso nguripi wong liyo," tambah Fufu.
"Iyo rek, aku ga bisa bayangin gimana rasanya kerja dari pagi sampai malam, di dalam ruangan dan ngadep laptop. Aku bisa mati muda, hahaha!" kata Hamdan.
10 menit kemudian topik berubah ke film India, hahahaha jan random tenan og. Awalnya aku rada curhat soal diriku yang susah nangis pas nonton film. Sesedih apa pun kata orang, kalo aku yang nonton bakal jadi biasa aja. Satu-satunya film yang bikin aku nangis guling-guling hanyalah BLACK, film India yang diadaptasi dari kisah Hellen Keller. Iyuh, itu nangisnya udah meraung-raung kaya apaan aja. Nah, berawal dari situlah si Fufu ngomongin film India yang selalu bikin atinya meleleh. Hahahaha.
"Tema cinta di film India itu beda sama film Indo. Film India tuh lebih greget, alurnya sulit ditebak, dan endingnya sering ga terduga. Pernah nonton film Rab Ba Nana Jodi?" kata Fufu.
Hamdan menggeleng. Aku lupa-lupa ingat. Dan Fithri bengong entah mikirin apa. Tanpa menunggu jawaban dari kami dia langsung cerita panjang lebar, lalu dilanjutkan dengan cerita film India yang lain. Aku ngakak pas dia bilang kalo dia nangis ato ngenes pas nonton film ini dan itu.
"Tampang preman, tapi atine alus," kata Hamdan.
"Kalian masih ingat Kuch-kuch Hota Hai?" tanyaku tiba-tiba.
"Ho'o. Nyapo?"
"Aku dulu pas SD seneng banget nonton film India. Nah, kemarin-kemarin ini aku iseng nonton Kuch-kuch Hota Hai, lupa ama ceritanya. Dan aku mewek coba, hahahahahaha!"
"He'e?" mereka terheran-heran.
"Iyoooo, critone kuwi hlo, nancep lan nggerus ati reeeek. Percaya nggak kalo cewe sama cowo bisa bersahabat?"
Mereka menggeleng. "Enggak."
"Menurutku, cewe sama cowo ga bakal bisa hanya sekadar sobatan doang kalo udah dekeeettt banget. Pasti ada lah perasaan walo cuma setitik," kataku.
"Setuju! Mo bilang 'dia ini sahabatku' kek, atau 'dia udah aku anggap adikku sendiri' kek, tetep aja ga bisa ngilangin risiko jatuh cinta. Selama ga ada hubungan darah, peluang buat lope-lopean pasti ada," kata Fuad.
Nah, kaaaan! Kubilang juga apa. Fuad yang cowo aja mengamini.
"Jan tenan, rek, film Kuch-kuch Hota Hai itu bikin ati rontok. Bagaimana perasaanmu ketika kamu dekaaaattt sekali dengan seseorang, trus tiba-tiba dia pergi dengan orang lain?"
"....."
"Dan bagaimana perasaanmu ketika orang itu ternyata memiliki perasaan yang sama denganmu? Sialnya, kamu mengetahuinya ketika dia telah bersama 'pilihanya'?"
"Wooooh, kuwi nggerus tenan. Hahahah!" Fuad ngakak.
"Bagaimana perasaanmu ketika tahu bahwa alasan dia nggak bilang hal yang sebenarnya karena ..."
"Takut ditolak?"
"Takut merusak persahabatan?"
Aku mengangguk. "Ho'o."
"Eh, Ndi, matuk'e kowe nggawe cerpen ae tentang kuwi. Apik, Ndi, tenan!"
"Ndasmu sempal!" Aku memonyongkan bibir.
Anak-anak ngakak. Lalu beberapa menit kemudian kami pindah ke bangjo. Baru 5 menit duduk, datanglah Mas Mbes. Obrolan semakin random dan absurd. Mulai dari curhat topik skripsi, ngeluh soal jenis mata kuliah basi yang bikin Pak Aprinus munek, bahas persiapan pementasan, sampai ngrasani status Prof. Faruk di FB yang bikin gempar.

Pengalaman beberapa hari ini di mushola fib menunjukkan, orang cenderung sembarangan memilih imam. emangnya setiap orang, asal sholat duluan, sudah bisa dianggap siap jadi imam? sebegitu mudahkah?

Dari status itu lalu merambat ngobrolin masalah agama, bagaimana proses seorang manusia dalam menemukan tuhannya. Beberapa detik kemudian bahas pernikahan beda agama, surga dan neraka, reinkarnasi, penciptaan Adam dan Hawa, beribadah karena ngarep surga, lalu merembet ke perjalanan hidup WS Rendra, seorang sastrawan yang memeluk Islam setelah berpindah-pindah agama. Dia pernah memeluk agama Hindu, Budha, Katolik, Kristen, bahkan pernah ateis. Sebulan memeluk Islam, Allah memanggilnya. Merinding aku ketika mendengar cerita dari Fuad dan Hamdan. Obrolan lalu berakhir karena mereka harus shalat Jumat.

Malam harinya, tanpa ada rencana sebelumnya, Hamdan ngajakin ke rumah budaya Tembi. Ada pertunjukan puisi, free dan banyak makanan, hahaha. Berhubung aku lagi judeg dan butuh hiburan, aku ngangguk-ngangguk aja. Aku, Fithri, Hamdan, dan Kemal akhirnya blakrak'an ke Tembi jam 8-an setelah ngisi perut di daerah Selokan Mataram. Pas nyampe Tembi, kami langsung disuguhi pertunjukan puisi dari para penyair keren. Alangkah menyenangkannya menikmati puisi sambil minum kopi, di bawah sinar rembulan. Damai. Musik yang mengiringi pembacaan puisi pun diatur sedemikan rupa. Keren. Kereeeennn banget!
Nah, pas mo penutupan, kami dikasi kesempatan buat baca puisi. Hamdan dan Kemal maju, aku yang ngerekam. Sumpah, tanpa latihan dan persiapan apa pun! Spontan Hamdan bikin puisi, dan Kemal metik gitar. Woooiiii, mereka berdua keren! :D
Eh, tapi sepenglihatanku tadi, kayanya kami berempat adalah penonton termuda, hahaha. Kebanyakan udah bapak-bapak atau ibu-ibu gitu. Tak apa lah. Pokoknya hidup Sastra Indonesia!
Jam setengah 11 aku baru nyampe kosan dan langsung nyalain laptop. Lalu entah mengapa aku teringat Prof. Faruk dan WS Rendra. Aku teringat status Prof. Faruk yang dalem banget.

Bila aku sujud
Bukan karena aku takut
Hanya untuk selalu mengingat

Kesendirian tak pernah ada

Dan mengenai WS Rendra, aku merinding dengan salah satu puisinya yang tak lain adalah rangkaian hidupnya ketika mencari tuhan. Judul puisi itu adalah "Suto Mencari Bapa", sebuah puisi yang begitu panjang, sepanjang perjalanannya dalam menemukan jawaban atas persoalan terpenting dalam hidupnya: kemerdekaan individu sepenuhnya. Pokoknya, aku suka dengan hal-hal random yang terjadi hari ini!



This entry was posted on Jumat, 20 September 2013. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply