Kau


Setengah sadar, aku merasakan sebuah tangan menyentuh keningku dan mengusapnya  pelan. Tubuhku yang menggigil karena demam, entah mengapa terasa dingin seketika. Jantungku berdetak tak beraturan. Tangan siapa itu? Aku mencoba membuka mata, tapi sangat susah. Lengket seperti tertimbun jutaan ton lem.
“Tidur saja, Ai-chan. Jangan memaksakan diri membuka mata. Kau harus banyak beristirahat agar cepat pulih,” sebuah suara merasuki gendang telingaku.
            Keningku mengkerut. Suara ini … aku kenal dengan suara ini! Tak peduli dengan perintahnya, aku memaksakan diri membuka mata. Pandanganku yang awalnya memburam perlahan-lahan menjadi jelas. Kuedarkan pandangan, lalu mataku tertumbuk pada seorang manusia yang duduk di samping ranjang tempatku terkapar.
            “K-kk … kau?” ucapku terpatah-patah. Antara kaget bercampur senang.
      “Sudah kubilang, jangan memaksakan diri membuka mata. Sana, lanjutkan tidurmu. Aku akan membangunkanmu 2 jam lagi,” katamu sembari membetulkan letak selimutku, lalu menutup pintu kamar begitu saja.
            Aku menepuk-nepuk pipiku. Benarkah itu kau? Aku tak dapat berpikir lebih jauh lagi. Karena di detik selanjutnya, mataku kembali tertutup rapat.

###

            Sore ini, kau membawaku berkeliling taman rumah sakit. Dengan ceria kau mendorong kursi rodaku, lantas bercerita panjang lebar tentang segala hal yang kau rasakan di negeri matahari terbit. Aku tak tahan untuk memotong ceritamu.
            “Mengapa kau kembali ke sini?” tanyaku.
            “Eh?”
           “Mengapa kau kembali ke sini?” tanyaku lebih keras, lalu menambahkan “setelah setahun lamanya kau pergi begitu saja”. Tentu saja kalimat terakhir hanya mampu kuucapkan dalam hati.
            “Mm … kenapa? Memangnya tak boleh?” katamu.
            Aku menggeleng. “Tentu saja boleh. Jadi, mengapa kau menemuiku?”
          “Aku butuh bantuanmu, Ai-chan. Kau tahu, tanpa kau, aku tak akan bisa melanjutkan mimpiku di negeri itu,” katamu.
            Aku mendengus. Jadi, kau datang hanya ketika kau membutuhkanku?
            “Kumohon …, bantu aku.” Kau kini berdiri di hadapanku, memohon dengan wajah iba yang sangat lucu.
            Aku tergelak melihatmu. Wajah itu … wajah yang kutendang jauh-jauh selama satu tahun terakhir. Tidak sadarkah kau? Bahkan setelah aku berlari hingga bermil-mil jauhnya, kau tetap saja mendatangiku sesuka hati. Tersenyum seperti biasa, lalu pergi tanpa basa-basi. Tahun lalu, dan juga tahun ini. Lalu, apa lagi? Kau bahkan selalu bisa menemukanku di mana pun aku bersembunyi!
            “Ai-chan,” panggilmu lagi.
            Aku mendongak. Hanya kau yang memanggilku seperti itu. “Ya?”
            “Kau mau membantuku, kan?”
            “Tentu saja. Aku akan selalu membantumu,” aku mengukir senyum pada bibirku yang pucat.
        “Yatta …! Kau memang malaikat penolongku. Kau harus cepat sembuh, Ai-chan,” katamu, lalu kembali mendorong kursi rodaku.
            Malaikat penolongmu kau bilang? Lalu, aku harus menyebutmu apa, ketika menyebut namamu pun aku tak mampu? Jika teman-temanku tahu kau ada di sini, mungkin kau akan diusir sejauh mungkin dariku. Kemudian, mereka akan menyumpahiku habis-habisan. Sumpah yang berlandaskan kasih sayang seorang teman. Mereka akan kembali membodoh-bodohkanku, memaksaku untuk tidak melakukan apapun yang kau minta. Karena baik mereka maupun aku tahu, kau akan pergi setelahnya.
            Tapi, tahukah kau? Kepalaku selalu mengangguk setiap kali kau memohon dengan wajah lucumu itu. Apapun yang kauminta, sebisa mungkin kuberikan. Aku tak pernah keberatan menguras seluruh energi dan pikiranku demi membantumu mewujudkan mimpimu. Mimpi yang sama seperti mimpiku. Mimpi yang telah berhasil kau capai, sementara aku di sini masih berusaha keras untuk meraihnya.
            Terkadang aku berpikir, mengapa kau dan aku dipertemukan dengan cara yang aneh, dan berpisah dengan cara yang menyakitkan. Tahun lalu dan tahun lalunya lagi, kau mendatangiku dengan tiba-tiba. Memperkenalkan diri, lantas mengatakan bahwa kau ingin bekerja sama denganku. Dan kau membuatku stress sejak saat itu. Stress menghadapi mahasiswa bodoh sepertimu. Lalu, di tahun berikutnya, kau lagi-lagi datang di saat aku tak ingat siapa dirimu. Sesuai dengan tebakanku, kau meminta bantuanku untuk memecahkan persoalan akademikmu. Kalau kau tak menyelesaikannya tepat waktu, maka kau akan mati. Dan aku seakan-akan menjadi malaikatmu saat itu. Ya, hanya ‘seakan-akan’, karena pada kenyataannya kau tak pernah benar-benar bisa ‘melihatku’ dengan hatimu.
            Di masa itu, aku sadar ada yang berubah pada diriku. Berbeda dengan tahun sebelumnya, ketika aku membantumu dengan penuh jengkel dan menggerutu setiap saat, kini aku membantumu dengan senang hati. Kau heran? Apalagi aku. Aku, dengan segenap hati, membantumu berjuang melewati segala rintangan. Hingga impian itu berhasil kau raih, kemudian kau pergi begitu saja. P.E.R.G.I. Ya, pergi tanpa kau sadari sama sekali bahwa kau telah mematahkan sepotong hati.
            Dan ketika aku telah mencapai sebuah tempat yang jauhnya ber-mil-mil dari tempat pertemuan kita, tiba-tiba kau datang. Kau datang di saat aku tengah terkapar seorang diri. Di tempat sejauh ini, bagaimana mungkin kau dan aku masih dapat bertemu? Dan yang lebih aneh, di tengah kondisiku yang tak sehat sama sekali, mengapa aku masih menganggukkan kepala atas permintaanmu?
           
###

            Dan sesuai dengan dugaanku, kau pergi begitu saja.
            “Terima kasih, Ai-chan!”
          Hanya itu yang terucap di bibirmu, lantas kau kembali meninggalkanku di sini. Tanpa basa-basi. Tanpa permisi. Tak peduli seberapa panas otakku membantu pekerjaanmu, aku selalu melakukannya dengan senang hati. Meski pada akhirnya aku tahu, kau akan pergi lagi, tanpa bisa ‘melihatku’ dengan hatimu yang buta.
            Ini sudah tahun kedua, bodoh. Dua bulan lagi status mahasiswaku akan menginjak tahun ketiga. Dulu kau pernah bilang, kau akan kembali ketika musim semi. Di bulan di mana aku dilahirkan di dunia ini. Dan saat itu, usiaku telah mencapai 21 tahun. Aku hanya memohon satu hal kepadamu: ketika kau pulang, jangan temui aku lagi. Jangan meminta tolong apapun padaku. Ya, aku akan kembali berlari ber-mil-mil hingga kau tak dapat menemukanku lagi.

Pare, Rabu 17 Juli 2013.

This entry was posted on Minggu, 08 September 2013. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply