FIRASAT

Tahu-tahu, aku berada di suatu ruangan bersama teman-teman #KampusFiksi12. Semuanya heboh dengan wisuda. Begitu pula denganku. Semuanya berjalan dengan cepat. Ibu dan Bapak datang ke Jogja untuk mendampingi wisudaku. Ibu bahkan menyiapkan sebuah dress cantik berwarna krem. Pagi-pagi sekali aku berdandan--hal yang jarang kulakukan. Toga dan jubah wisuda membalut tubuhku. Pagi itu, aku seperti tuan puteri. 
Keluar dari ruangan, aku melihat orang-orang berpakaian serupa. Banyak di antara mereka yang melakukan foto selfie. Aku cuek saja dan lanjut berjalan menuju gedung GSP. Bapak menggandeng tanganku erat-erat, tapi tak ada ibu di situ. 
"Ibu ke mana?"
Tak ada jawaban. 
"Pak, ibu ke mana?"
Tetap tak ada jawaban. Aku pun diam. Masih dalam keadaan bingung, seseorang tahu-tahu berdiri di sampingku. Tangan kananku digandeng Bapak, sementara tangan kiriku digandeng olehnya, laki-laki yang paling kuhindari selama ini. Kuperhatikan ia lamat-lamat. Ia memakai setelan jas hitam dan kemeja putih. Di lehernya tergantung sebuah kamera. Mulutku ingin sekali mengumpat, tetapi tanganku justru menggenggamnya erat-erat. Akhirnya, kami bertiga berjalan bersama menuju gedung GSP.
"Ibu ke mana?"
Pertanyaan sia-sia. Tahu-tahu, aku merasakan ada keringat dingin yang menetes di leher, membasahi dress cantik pemberian ibu. Ada perasaan sedih yang tidak terdeskripsikan. Aku ingin berteriak, tapi mulutku tercekat. 
ZLAP!! Setengah sadar, aku membuka mata dan menemukan diriku berada di dalam kamar. Suasana hatiku mendadak kacau. Di kepalaku ada banyak sekali pertanyaan. Ke mana ibu? Kenapa laki-laki itu muncul di alam bawah sadarku? 
"Ndi, ada telpon dari bapakmu. Hapemu di kamarku tuh!" Anggun tahu-tahu berdiri di ambang pintu.
Aku tergeragap. Panik. Setengah berlari aku menuju kamar Anggun yang berada tepat di sebelahku. Ada tiga panggilan tidak terjawab. Perasaanku mendadak tak enak. Pada panggilan keempat, aku mengangkatnya, kemudian menuju kamarku.
"Gimana skripsimu? Sudah sampai Bab berapa?" tanya Bapak di seberang sana.
"Lancar, Pak. Insya Allah minggu ini kelar Bab 2."
"Alhamdulillah. Rajin berdoa agar semua dilancarkan."
"Iya..."
Kemudian obrolan kami beralih ke hal lain. Dan mimpi tadi, ah ... aku tidak terlalu pandai menafsirkan mimpi. Yang kutahu, ada tanggung jawab besar yang harus segera kuselesaikan. 



Aku harus segera lulus. Harus bekerja sesegera mungkin.
Jangan berleha-leha.




Dan aku ingin pulang. Melihat rumah. Memeluk ibu...

This entry was posted on Selasa, 31 Maret 2015. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply