"Aku
sudah kenyang makan janji lelaki dengan segala ke-prek-annya. Aku nggak akan
percaya selama kau belum membuktikannya. Jadi, jangan coba-coba
mengikatku dengan janji yang kaubilang serius itu. Sebelum kau
melaksanakan apa yang kau ucapkan, tidak ada apa-apa di antara kita."
*******
"Aku tidak menyangka kalau rasanya bakal sesakit ini," katanya sembari menatap senja dari Candi terbesar di Prambanan.
"Tapi itu bisa dijadikan pembelajaran untuk dirimu sendiri, bahwa kau tidak boleh mudah percaya dengan janji lelaki mana pun. Seserius apa pun janjinya, kalau nggak dilaksanain ya sama aja omong kosong," timpalku. "Siapa yang bisa menjamin kalau dia bakal tetap mencintaimu?"
"Kok kamu gitu sih?"
"Yah, bukankah hati manusia gampang terbolak-balik? Temanku yang tujuh tahun pacaran, tahu-tahu putus gegara diselingkuhin. Bisa kau bayangkan sakitnya kayak apa?"
"....."
"Berapa banyak waktu yang terbuang? Hm? Dari pengalaman hidupnya itu, aku belajar banyak. Salah satunya, ya, itu. Jangan mudah percaya dengan janji. Walaupun janji yang diucapkan orang yang kau cintai itu kedengarannya serius, tapi kau juga musti hati-hati. Perasaan yang berkembang tanpa ada kejelasan itu bisa kadaluarsa kapan pun."
"Kesimpulannya, aku harus meminta kejelasan?"
"Ya.Yang pacaran bertahun-tahun aja bisa kandas, apalagi kalian yang nggak jelas arah tujuannya. Ibuku selalu bilang, cintailah lelaki dengan sewajarnya. Jangan berlebihan. Nanti kalau jatuh, sakitnya nggak ketulungan."
"Mmm ..."
"Sejak 'kejadian' itu menimpaku, aku nggak lagi-lagi deh main perasaan secara berlebihan. Suka, ya, suka aja. Seperlunya. Kalau toh orang yang aku sukai ternyata memiliki perasaan yang sama, tetap saja aku nggak mau percaya gitu aja dengan janji yang dia bikin. Sebelum dia membuktikan perkataannya, jangan harap bisa mengikatku."
"Pembuktian? Contohnya?"
"Menikahiku."
Prambanan, 8 September 2014.
*******
"Aku tidak menyangka kalau rasanya bakal sesakit ini," katanya sembari menatap senja dari Candi terbesar di Prambanan.
"Tapi itu bisa dijadikan pembelajaran untuk dirimu sendiri, bahwa kau tidak boleh mudah percaya dengan janji lelaki mana pun. Seserius apa pun janjinya, kalau nggak dilaksanain ya sama aja omong kosong," timpalku. "Siapa yang bisa menjamin kalau dia bakal tetap mencintaimu?"
"Kok kamu gitu sih?"
"Yah, bukankah hati manusia gampang terbolak-balik? Temanku yang tujuh tahun pacaran, tahu-tahu putus gegara diselingkuhin. Bisa kau bayangkan sakitnya kayak apa?"
"....."
"Berapa banyak waktu yang terbuang? Hm? Dari pengalaman hidupnya itu, aku belajar banyak. Salah satunya, ya, itu. Jangan mudah percaya dengan janji. Walaupun janji yang diucapkan orang yang kau cintai itu kedengarannya serius, tapi kau juga musti hati-hati. Perasaan yang berkembang tanpa ada kejelasan itu bisa kadaluarsa kapan pun."
"Kesimpulannya, aku harus meminta kejelasan?"
"Ya.Yang pacaran bertahun-tahun aja bisa kandas, apalagi kalian yang nggak jelas arah tujuannya. Ibuku selalu bilang, cintailah lelaki dengan sewajarnya. Jangan berlebihan. Nanti kalau jatuh, sakitnya nggak ketulungan."
"Mmm ..."
"Sejak 'kejadian' itu menimpaku, aku nggak lagi-lagi deh main perasaan secara berlebihan. Suka, ya, suka aja. Seperlunya. Kalau toh orang yang aku sukai ternyata memiliki perasaan yang sama, tetap saja aku nggak mau percaya gitu aja dengan janji yang dia bikin. Sebelum dia membuktikan perkataannya, jangan harap bisa mengikatku."
"Pembuktian? Contohnya?"
"Menikahiku."
Prambanan, 8 September 2014.