Teater

Aku jatuh cinta diam-diam pada seni teater sejak mengenalnya beberapa tahun silam. Aku masih ingat benar, dulu pas SMP selalu kebagian bikin naskah dan bermain peran setiap hari Jumat. Memang bukan pagelaran teater besar-besaran--dan naskah yang kubikin juga amat konyol--tapi aku merasa senang. Sepulang sekolah kami rutin latihan di rumah teman, bergiliran. Meski hiburan itu hanya dapat kami pertontonkan di depan kelas, rasanya bahagia luar biasa.
Memasuki SMA, kecintaanku pada dunia ini semakin menggila. Aku tidak pernah absen menonton pagelaran ekskul teater yang diselenggarakan oleh sekolahku atau sekolah-sekolah lain :)
Pertengahan kelas 1 SMA, aku dan teman-teman sekelas sepakat bikin pertunjukan kecil-kecilan untuk acara ulang tahun sekolah. Aku dan Anggun berkolaborasi bikin naskah, lupa judulnya apaan. Aku ikutan main, jadi emak-emak pake daster dan rempong. Jangan tanya seperti apa karakternya. Seperti sebuah kutukan, aku selalu kebagian peran antagonis. Pertunjukan semi komedi itu sukses menghibur penonton. Meskipun kami nggak menang, tapi kami senang :)
Naik kelas 2, aku tertarik untuk bergabung dengan teater Bulu--ekskul teater di sekolahku. Tetapi pada akhirnya keinginan itu hanya bisa kupendam dalam-dalam. Aku hanya sempat bergabung dengan teater Bulu selama dua minggu, setelah itu keluar. Teman-teman mengamanahiku memaksaku untuk menjadi ketua ekskul Arjuna (Arek Jurnalistik SMANA), ekskul yang hampir mati dan menyimpan kasus di dalamnya. Aku menghabiskan sebagian besar waktuku untuk menghidupkan kembali ekskul itu. Perjuanganya gila-gilaan, sampai aku pernah dibawa ke BP karena kasus X. Dulu aku memang menjadi salah satu siswa bermasalah di sekolah. Kapan-kapan lah kuceritakan :v
Meskipun tidak tergabung di ekskul teater, aku cukup senang dengan peraturan sekolah yang memasukkan teater sebagai mata pelajaran kesenian, selain wayangan dan bikin barang kerajinan. Ketika UTS dan UAS, setiap kelas wajib menampilkan pementasan teater. Aku kebagian bikin naskah dan ngatur yeal-yeal. Kami mementaskan teater "Bawang Merah dan Bawang Putih" untuk UTS. Jangan bayangkan cerita Bawang Merah dan Bawang Putih kayak di dongeng-dongeng, karena ceritanya udah kami obrak-abrik biar nggak mainstream, heuheu. Dan teater itu sukses beraaattt! (y) Sampai sekarang, video dokumentasi teater itu masih kusimpan. Rasanya nyesek sekali tiap kali nonton. Karena di dalam video itu ada salah satu pemain yang dipanggil Tuhan beberapa waktu lalu. Utomo Harumi Joyo, teman kami yang begitu polos dan baik sekali :'( Ah, Tomooooo! *ngusap air mata*
Pas UAS, lagi-lagi aku membikin naskah sekaligus menjadi pemeran utama. Bukannya kemaruk lho ya, ini lebih karena temen-temen enggak ada yang mau memerankannya -____-  Yak, pemeran utamanya adalah orang gila, huahahaha. Judul pementasan itu "Menunggu Pagi". Aku bermain bersama Jefta, Zulfa, dan Augusta. Ceritanya tentang seorang ibu yang mateni suami dan anak-anaknya karena himpitan ekonomi. Hal yang tidak pernah kami sangka adalah respons Pak Hadi, salah satu juri pementasan. Selepas pentas, beliau mendatangi kami.
"Kalian hebat! Kalian juara! Saya sampai menangis, hlo! Indi, kamu cocok menjadi orang gila, hahahah!" kata beliau.
Kami mengamini ucapannya, kecuali kalimat terakhir -___-
Teman-teman mengapresiasi pementasan "Menunggu Pagi" bikinan anak-anak IPS 2. Kami terharu banget :')
Teater itu semacam kado terindah sebelum kami menginjak kelas 3 dan disukkan dengan makhluk busuk bernama UAN.

Tadi siang, aku dan Nanda nonton video teater itu. Dia ngakak, semacam tidak menyangka kalau orang gila di video itu adalah aku -___-
"Kenapa kamu nggak gabung sama teater kampus, Ndi?"
Jlag. Pertanyaannya itu cukup bikin aku speechless. Sesungguhnya aku kepingin, tapi karena suatu hal aku nggak jadi gabung. Dulu sempat ditawarin Nining main di Vrhatnala, tapi kesempatan itu kubuang sia-sia gegara isi otakku yang waktu itu lagi 'kedoktrin' dan konslet.
Hingga satu setengah tahun kemudian, aku kembali ditawarin dipaksa Nining buat main di teater Kami Bercerita. Didukung oleh rasa kangen teateran, aku mengiyakan tawaran itu. Kami mengadaptasi cerpen "Pelajaran Mengarang" untuk dipentaskan. Ah, jangan ditanya bahagianya kayak apa. Rasanya seperti menemukan dunia yang sekian lama hilang :')
Semester 6, aku mengambil mata kuliah Dramaturgi. Bertemu teater lagi. Senang, senang, senang. Kami mementaskan "Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan" dengan proses berdarah-darah. Mulai konflik internal sampai mendengar komentar Pak Agus Leyloor yang bikin drop di H-3. Akhirnya kami sepakat mengubah beberapa bagian pada H-2. Bayangkan! Kata Pak Leyloor, apa yang dilihatnya pas gladi kotor berbeda 180 derajat dengan apa yang dilihat pas pementasan, hahaha. Auditorium FIB ramainya minta ampun, nggak ada yang nyangka bakal sepenuh itu. Kami bahagia :')



Bagi sebagian orang, main teater adalah pekerjaan yang sangat melelahkan dan 'nggak berguna'. Tapi tidak bagiku. Teater adalah kegiatan yang menyenangkan. Dengan teater, kita bisa menjadi manusia yang lebih waras.

This entry was posted on Senin, 23 Juni 2014. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

2 Responses to “Teater”