Surat Cinta

Sore tadi, aku menerima dua buah surat cinta dari Pak Pos. Ketika menerimanya, ada beragam rasa yang membuncah di dada. Haru, bahagia, sedih bercampur jadi satu. Melihat dua pucuk surat cinta ini membuatku ingin menangis. Hiks! Seketika itu pula aku teringat perjuangan selama satu bulan kemarin. Di sebuah kampung yang membuatku jatuh cinta sejak menginjakkan kaki di sana, aku melakukan penebusan dosa. Mengapa? Karena pada semester kemarin aku melakukan kesalahan besar: salah jurusan. Ibaratnya, aku ingin pergi ke Surabaya tapi aku malah membeli tiket jurusan Jakarta. Jadi, pada semester ini, aku mengambil jurusan yang sesuai dengan kapasitas otakku. Ah, ya, ini kedua kalinya aku mengunjungi kampung itu. Dan aku sangat berharap bisa kembali ke sana, entah kapan.
Satu bulan telah berlalu. Ah, betapa cepatnya waktu berjalan. Masih tersimpan jelas dalam otakku, tentang segala hal yang kulalui di sana. Perjalanan panjang Jember-Kediri yang disambut dengan meletusnya Gunung Kelud. Aku baru tiga hari di kampung itu, dan bencana terjadi begitu saja. Hingga kini pun bayangan mengerikan itu belum menghilang dari alam pikiran. Hujan batu. Hujan abu. Dentuman dahsyat yang kulihat dengan mata kepalaku sendiri. Apa yang kulakukan saat itu? Tetap bertahan. Karena jika aku pulang, aku kalah. Aku tetap bertahan dan berusaha mengabaikan nada khawatir dari orang-orang. 
"Pulang ke Jogja! Sekarang!"
"Segitu cintanya kamu sama Pare. Mo nyari apa di sana? Pulang, Ndi! Pulang!"
"Daripada ngungsi enggak jelas, mending kamu balik!"
"Gimana nanti kalau ada letusan yang lebih dahsyat? Pulang saja!"
Dan seterusnya. Aku membalas ucapan mereka dengan berkata "Jangan khawatir. Aku baik-baik saja di sini" meskipun sejujurnya aku amat ketakutan waktu itu, hahahaha. Di kepalaku saat itu hanya terbayang wajah Bapak dan Ibu. Orang tua yang selalu mendukungku dalam segala hal itu telah mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Kalau aku pulang, itu sama saja membuang uang mereka. Meski aku tahu mereka lebih mementingkan keselamatanku daripada uang itu. Dan aku tentu saja tidak ingin menyia-nyiakan semuanya. Aku tahu diri.
Waktu pun berjalan. Gunung Kelud berangsur-angsur membaik. Justru keadaan ku lah yang kurang baik, puncaknya pada minggu kedua. Aku masih ingat benar, hari di mana aku ingin sekali memaki-maki salah satu teacher dan mengatakan "You are not only chicken, but also not professional!" sambil mencakar-cakar mukanya. Ya, aku tidak akan pernah melupakan kejadian menyebalkan itu selama-lamanya. Pada akhirnya, segala macam makian itu tertelan di mulut setelah beberapa teman berusaha keras meredam emosiku. Meski begitu, aku tetap dengan sengaja memasang muka sengak setiap kali berpapasan dengannya, hahaha. Tahu sendiri lah, wajahku sangat ekspresif dan sama sekali tidak pintar menyembunyikan kekesalan pada orang. Cerita lengkap soal insiden menyedihkan itu akan kuposting kapan-kapan. Intinya sad ending lah. Semua itu terobati di minggu ketiga. Aku bertemu teman-teman dan teacher yang menyenangkan. Satu-satunya hal yang membuatku sedih adalah ketika ujian akhir. Aku benar-benar blank ketika dapat giliran stand up depan kelas. Nggak maksimal. Pengen ujian ulang tapi enggak dibolehin sama Ms Pipi -____-"
Selama dua menit yang menegangkan itu, aku lebih sering mengucapkan "Ngg ...", "I want to ...", dan "Then". Heeeelll banget, seharusnya aku enggak nervous -_-
Dan aku semakin nervous ketika berhadapan langsung dengan Mr. Lex Ross McGuire alias Mr. Alex! Bule Amerika itu sukses bikin aku panas dingin ketika ujian Pronunciation stage II. Yah, begitulah. Ujian akhirnya adalah presentasi sama si Alex, bukan sama Mr. Miftah yang notabene ngajar Pronunciation stage II. Kalau sesama orang Indo kan pasti bisa  mudeng lah ya kalau ngomong, tapi kalau sama native speaker? Hahahaha, berasa denger orang kumur-kumur. Tapi alhamdulillah di menit kedua aku agak rileks karena si Alex ternyata humoris juga. Dan di akhir ujian, si Alex ngasih petuah atas presentasiku. Intinya, "Kembangkan terus potensimu. Saya yakin kamu bisa menjadi penulis besar. Jadi, jangan menyerah!". Selebihnya, aku enggak ngerti dia ngomong apaan karena aku keganjel kosakata yang masih minim. Heuheuheu.


Dan, taraaaa!
Inilah dua surat cinta itu. Surat cinta yang membuatku kembali bersemangat untuk terus belajar agar tidak menjadi bayang-bayang Bapak lagi. Bapak yang jago bahasa Inggris dan anaknya yang alergi bahasa Inggris. Selama 21 tahun aku sering mendengar orang-orang berkata "Bapakmu lho pinter bahasa Inggris. Dicintai murid-muridnya. Tapi kok anaknya malah enggak bisa sama sekali? Kowe dudu anak'e po? Hahaha!". Meskipun aku selalu menanggapinya dengan senyum masa bodoh, tapi sesungguhnya kata-kata itu menusuk banget. Dan diam-diam aku iri campur menyesal. Iri melihat si Bapak yang jago bahasa Inggris dan menyesal karena di masa muda aku selalu kabur setiap kali mau diajarin -____-"


Dua surat cinta ini, aku persembahkan khusus untuk Bapak. 


 





Sejam sebelum final exam bareng Mr. Alex, Bapak mengirimkan sms yang tidak akan kuhapus sampai hapeku rusak.

"Good luck my daughter, as a parents we'll be proud with your spirit. Go on your trying to be best graduation!"


Bulan depan, aku akan membawa surat cinta ini untuknya. :))

Ah, ya, aku pernah menulis resolusi di buku diary milik temanku. Salah satunya adalah "Kembali ke Elfast untuk penebusan dosa. Dan, aku harus lulus apa pun yang terjadi!"

Finally, i made it! :D :D :D


Kemampuan speaking-ku memang belum benar-benar bagus. Sekarang aku masih berada di level bawah. Tapi, suatu saat, aku akan kembali ke Elfast untuk menaklukkan kelas Dynamic Speaking yang berada di level teratas. Kelas itu diampu oleh Ms Tika, seorang teacher yang ingiiiin sekali aku menebus dosa masa lalu padanya. Sebelum pulang, aku berkata padanya, "Miss, suatu saat saya pasti menjadi muridmu lagi. Bukan di kelas Efast One yang pernah mendurhakaimu dulu, tapi di kelas Dynamic. Ya, saya akan kembali ketika sudah bisa memenuhi persyaratan untuk masuk di kelas level teratas. Tunggu saya!"


Mungkin kau mengataiku gila dan terlalu muluk-muluk. Hahaha, tidak apa. Terkadang, kegilaan itu diperlukan untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan. :P

This entry was posted on Selasa, 18 Maret 2014. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply