WIS-UDAH!


Long time ago….

“Nanti wisudaan bareng, yuk!”
“Gimana caranya? Kamu di Jogja, aku di S***. Wisuda di Klaten gitu? Haha!”
“Ya enggak lah. Terlalu mainstream kalau wisudaan di kampus. Kita wisudaan di gunung aja gimana? Nanti kita bawa toga masing-masing abis wisuda resmi di kampus, terus mendaki bareng!”
“Haha! Ya, ya, ya. Kelarin dulu lah skripsinya!”
“Iya, yuk semangat ngelarin skripsi!”

Dan semua pun berjalan tidak sesuai rencana. Tidak ada saling bertukar kabar perihal pendadaran alias sidang skripsi. Tidak ada wisuda bareng di puncak gunung atau semacamnya. Tegur sapa pun lenyap termakan waktu. Ya, waktu yang membekukan kami. Hingga saat ini…

Lantas, bagaimana dengan persiapan wisuda? Yah, nyaris hancur. Kapan-kapan lah jika ada waktu akan kuceritakan tentang malapetaka yang menimpaku di hari wisuda. Singkat cerita, setelah dinyatakan lulus dengan nilai maksimal, aku segera mengontak temen-temen cowok untuk menemaniku mendaki. Kenapa cowok? Ya, karena aku nggak punya temen cewek yang bisa diajak naik gunung, hahaha! Seminggu sebelum wisuda, tahu-tahu para lelaki itu mundur teratur dengan alasan A sampai Z. Aaaaaargh! Aku hampir menyerah. Mamat yang biasanya selalu nyanggupin lagi KKN, Mas Riyan pun udah gantung carrier alias nggak mendaki lagi. Di tengah kebingungan itu, aku scroll IG dan tetiba nemu postingannya si Mukmin. Makhluk ini! Ya ampun, aku baru ingat makhluk ini doyan naik gunung! Bagaikan nemu air di padang pasir, aku segera mengontaknya.  FYI, aku sudah lamaaaa banget nggak ketemu dia. Ada kali 2 tahunan, hahaha! Dulu kami kenal di acara IMM dan kebetulan kami jadi panitianya gitu. Nggak tahu diri banget dah, sekalinya ngontak langsung ngajak main :v. Untungnya doi mau. Sumpah, you’re my guardian angel, Min! Hoahahaha! XD
Menjelang hari H, temen SMA-ku si Hirma tahu-tahu ngabarin kalau dia bakal ke Jogja bareng si Binawan a.k.a Jemban. Oiiii, akhirnya dia luluh juga dengan rayuanku! Seneng banget bisa mendaki bareng. Malam hari setelah wisuda yang ampun-capek-banget-sumpah, aku menerima kabar duka: Merbabu kebakaran. Innalillahi. Setelah mengontak Mukmin, kami pun sepakat untuk pindah lokasi ke Gunung Merapi. Sejujurnya kondisiku saat itu agak-agak kurang fit. Ada sesuatu mengganjal di tubuhku yang nggak bisa kuceritakan di sini. Tapi melihat Hirma dan Jemban yang udah semangat angkat carrier sampai Jogja, aku pun memotivasi diriku sendiri bahwa semua akan baik-baik saja.
Sabtu 22 Agustus 2015, aku, Hirma, Yepi, Jemban, dan Ipo meluncur ke UMY buat jemput si Mukmin. Kenapa tiba-tiba ada tokoh tambahan Yepi dan Ipo? Yeah, Ipo lagi pengen motret Merapi dari dekat gitu katanya, trus ditemenin Yepi. Nyampe UMY kira-kira jam 3 sore setelah diselipi nyasar dan ketiduran di lampu merah. Sumpah nggak enak banget sama si Mukmin telatnya bisa selama itu. Ya gimana, ada hal-hal di luar dugaan terjadi begitu saja. Setengah 4 sore, kami pun meluncur. 3 jam kemudian, sampailah kami di basecamp Merapi. Dinginnya malam menusuk kulit. Setelah melaksanakan kewajiban sholat, kami pun menuju basecamp untuk mendaftar. Hal yang nggak terduga selanjutnya terjadi: Ipo pengen ikut mendaki! Oiiii, sejujurnya aku panik dan membayangkan hal yang tidak-tidak. Anak ini tidak ada persiapan apa pun, fisik maupun mental. Kalau si Yepi mah bodo amat, dia udah biasa nanjak. Tapi entah karena dorongan apa, dia nekat ikut.
“Min, gimana nih? Tenda kan cuma isi 4 orang?” aku melirik Mukmin.
“Rapopo. Ajak wae.”
Baiklah, nambah personil 2. Ipo dan Yepi. Pukul 8 malam, kami memulai pendakian setelah berdoa bersama. Untuk menuju Plang Merapi, kami melewati jalanan beraspal dan jalan setapak yang cukup menanjak. Seperti biasa, aku ngos-ngosan di awal dan berhenti beberapa detik untuk mengatur napas. Ipo berkali-kali minta berhenti, haha! Diam-diam aku bersyukur dia ikut. Lumayan, ada yang dibully sepanjang jalan. :P
Perjalanan dari Plang Merapi menuju Pos 1 memakan waktu yang cukup lama. Kalau dari hitungannya si Mukmin kira-kira 1-2 jam, tapi rupa-rupanya nambah sejam, hehe. Di Pos 1, waktu menunjukkan pukul 11 malam dan kami pun memutuskan untuk berhenti sejenak. Gile, dingin banget. Aku berkali-kali menggosokkan telapak tangan, lalu menempelkannya ke muka. Nggak ngaruh, tetep aja dingin. Akhirnya kami pun kembali mendaki. Trek di Merapi didominasi oleh bebatuan terjal dan tanah yang super licin. Jangan mengharapkan bonus di tempat ini. Di tengah perjalanan, aku tiba-tiba teringat ucapannya si Mamat. Dia bilang, “Pokok’e, Mbak, nek samean wes tekan Merapi bakalan ringan neng gunung liyane. Dalane marai ampun-ampunan! Hahaha!”. Yeah, aku sudah membuktikannya. Trek menuju Merapi bisa dibilang trek paling sulit yang pernah kulewati. Jika di Merbabu aku bisa bersantai gegara banyak jalan datar, tidak di gunung ini. Nanjak terus sampek mblenger, hahaha! Aku baru ngeh ketika Mukmin nyuruh aku beli kacamata item dan bodohnya aku malah beli kacamata pantai. Yep, banyak debu beterbangan yang enggak sengaja kumakan akibat treknya yang horror itu. Apalagi aku pake running shoes. Bego sih, tapi gimana lagi, adanya itu. Mau beli sepatu gunung tapi belum ada rezeki, heuheuheu. Nanti lah kalau sudah keluar dari zona pengangguran ini, aku bakal nyicil sembari nunggu pangeran berkuda putih ngasih mahar seperangkat peralatan gunung dan novel Pramoedya Ananta Toer dibayar tunai!
“Mbak, capek! Aku sudah nggak kuat lagi!” Ipo tampak ngos-ngosan.
“Oke, break dulu,” kataku.
Aku lantas mencari tempat untuk menyandarkan punggung. Sementara itu, Hirma dan Yepi melanjutkan perjalanan. Tepatnya nyariin si Jemban sih. Dia ilang entah ke mana. Hirma yang paling khawatir. Meski dia cerewetnya naudzubillah, dia tetep aja panik kalau ada apa-apa dengan partner rusuh bernama Jemban. Aku curiga, jangan-jangan mereka berjodoh di masa depan. HAHAHAHA!
Sembari menyandarkan punggung, aku menatap Gunung Merbabu yang tampak samar-samar di depan sana. Diam-diam aku tersenyum pahit. Teringat sebuah kebodohan yang pernah kulakukan di puncak gunung itu.
“Ayo, lanjut! Kalau diem lama-lama nanti hiphotermia loh!” Mukmin mengingatkan.
Aku menatap Merbabu sekali lagi, lantas kembali mendaki. Entah pergi ke mana rasa lelah itu. Tiba-tiba kaki terasa ringan. Padahal sebelum menuju Pos 1 perutku sempat kumat. Ipo malah sebaliknya. Dia tampak sangat lelah, mukanya pucat pasi. Rencananya kami akan nge-camp di Pasar Bubrah, tapi melihat situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, kami pun mendirikan tenda. Saat itu pukul setengah 2 pagi. Total perjalanan 2 Pos sekitar 6 jam. Buset, lama juga ternyata. Untunglah, tendanya Mukmin bisa muat 6 orang. Sedari awal sebenarnya aku sudah ketar-ketir. Fiuh.
Dini hari itu, aku benar-benar tidak bisa tidur. Aku merasa dinginnya Merapi 10x lipat dari dinginnya Merbabu. Meski SB sudah kurekatkan, tapi tetap saja aku menggigil. Gigiku bergemeletuk. Antara sadar dan tidak, aku mengigau. Entah teman-teman mendengarnya atau tidak. Aku hanya merasa dingin luar biasa. Jantungku berdegup sangat cepat. Tidurku sama sekali tidak nyenyak. Setelah sholat subuh, aku baru sadar kalau bajuku basah. Satu kata: bodoh. Pantas saja dinginnya luar biasa. Untung aku nggak mati. Begitu keluar dari tenda, aku melihat pemandangan yang luar biasa indah. Golden sunrise! Di depan tenda, tampak lautan awan dan matahari yang menyembul pelan-pelan. Sementara itu, di belakang tenda, tampak lautan awan dan puncak gunung kembar. Setelah mengambil camdig dan toga, aku pun mencari spot terbaik untuk foto, hahaha! Sabodo amat dengan orang-orang yang ngeliatin, pokoknya aku kudu wisuda di gunung! Ini adalah impian sejak lama, sampai-sampai aku nggak tertarik untuk foto gaya lain. Fokusku cuma wisudaan di sini, haha!
Setelah puas menikmati pagi, kami lanjut menuju Pasar Bubrah. Ipo nggak ikut. Terkapar di tenda. Perjalanan dari Pos 2 ke Pasar Bubrah nggak terlalu jauh. Kalau jalan cepet macem Mukmin mungkin setengah jam udah nyampe kali ya. Aku jalan paling belakang. Sengaja. Aku jalan pelan banget. Berkali-kali aku menoleh ke belakang, memandangi Gunung Merbabu yang Masya Allah indah sekali. Rasanya aku ingin sekali duduk lama di bebatuan, lalu menatap keindahan alam sepuasku. Saat itu aku benar-benar nggak peduli dengan puncak yang telah menewaskan Eri Yunanto. Aku hanya ingin duduk dan diam. Tapi melihat teman-teman yang sudah menunggu di atas, aku pun melanjutkan perjalanan.
“Mau naik nggak?” Mukmin menunjuk puncak Merapi.
“Berapa lama?”
“Sejaman. Tapi nek koe paling sejam setengah.”
“Aku takut nggak bisa balik e.”
“Weeee, ya aja ngomong ngunu!”
“Nggak, bukannya gitu. Fisikku lagi nggak baik, takut pas baliknya malah ngerepotin kalian. Apalagi Yepi, aku males diomelin.”
“Hahaha, ya udah deh.”
Setelah foto bareng anak-anak, aku kembali menengok puncak Merapi. Ingatanku lantas menuju percakapan beberapa bulan silam. Seharusnya, sekarang kamu ada di sini. Menemani perjalananku. Kupejamkan mataku rapat-rapat sembari merapalkan sebuah kalimat. Forgive and forget, just for Allah. Aku terdiam. Lama sekali. Aku benar-benar ingin ‘menyelesaikannya’ di sini. Setelah itu, barulah aku turun mengikuti anak-anak. Entahlah, saat itu aku sama sekali tidak berminat untuk mengambil foto seperti biasanya. Camdig-ku kutaruh saku. Aku berjalan pelan sembari menikmati pemandangan. Terkadang aku merasa, nikmatnya perjalanan terasa kurang jika terlalu banyak foto-foto. Entah mereka merasakannya atau tidak. Saat itu, sungguh aku ingin sekali mencari tempat sepi lantas duduk diam menikmati terpaan angin.
Sesampainya di camp, kami istirahat sebentar. Keadaan Ipo sudah membaik dan dia kelaparan. FYI, pas kami tinggal, dia nangis. Pas kutanya kenapa, katanya dia kangen kasur. Huahahaha! Kami lalu memasak di tempat yang cukup teduh. Dengan menu mie goreng campur mie kuah yang rasanya amazing plus sayur sop plus sosis, kami menikmati makan siang. Pukul setengah satu, kami berkemas-kemas dan pulang.
Perjalanan pulangnya amazing sekali, saudara-saudara. Pas turun, jempol kaki rasanya kek mo patah buat nahan diri biar nggak jatoh. Yepi, Hirma, dan Jemban udah duluan. Aku dan Mukmin di belakang nemenin si Ipo yang ngeluh muluk. Antara kasihan campur lucu melihat tampangnya yang tersiksa banget.
“Mbak, masih lama ya? Capek…”
“Mbak, aku udah nggak kuat!”
“Mbak, mana Pos 1? Belum kelihatan!”
Gitu aja terus sampai dia capek ngomong. Di perjalanan menuju basecamp, aku dan Ipo jalan paling belakang. Beberapa kali kami ngglundung dan ngesot-ngesot gegara nggak bisa nahan keseimbangan. Entah di turunan yang mana, kakiku terantuk batu besar dan aku pun jatuh. Ngglundung mengenai mas-mas pendaki yang mau naik.
“Eh, nggak papa, Mbak?”
“Nggak papa, Mas. Hehe hehe.”
Padahal muka udah nyusruk kena tanah. Berasa pake masker! Aku dan Ipo lantas istirahat sebentar.
“Aku kapok naik gunung!”
“Hahahaha! Ojok ngono talah!” aku ngakak. Setelah sholat, kami kembali melanjutkan perjalanan. Untunglah, jalanan sudah tidak sehoror tadi, walau kami harus tetap hati-hati. Ketika melihat pendaki lain lari-lari melewati kami dengan santainya, rasa-rasanya pengen banget ikutan lari. Tapi embuh lah, ujung-ujungnya kepleset juga. Haha.
Sesampainya di Plang Merapi, kami istirahat sebentar, lalu melanjutkan perjalanan. Saat itu sudah pukul 5 sore. Lebih lama dari perkiraan, haha. Dengan sisa-sisa tenaga, aku berjalan pelan-pelan sampai bertemu jalan setapak. Lega campur seneng rasanya. Oooooh, aku rindu jalanan mendataaaar! Walaupun jalanannya nggak datar-datar amat, paling nggak aku udah nggak  ketemu pasir yang bikin batuk sepanjang jalan. Pas nyampe basecamp, rasanya lega luar biasa. Sekitar pukul setengah tujuh, kami pun pulang dan nyasar, hahaha. Tapi tidak apa-apa. Perjalanan kali ini sungguh menyenangkan. Nggak nyangka bisa beneran nyampe Merapi setelah hampir menyerah gegara banyak yang ngebatalin. Walaupun setelah dari Merapi aku langsung drop (gegara penyakit X yang kurasain sebelum mendaki) dan lari ke IGD, aku nggak kapok kok, hahaha. Janji deh, habis ini jaga kesehatan biar nggak kumat-kumatan lagi. :v
Untuk itulah, beribu terima kasih kuucapkan untuk Mukmin yang mau-maunya kutodong ke Merapi setelah 2 tahunan nggak ketemu. Terima kasih banyaaaakkk sudah sudi direpotin bocah-bocah Jember cuwawak’an macem aku, Hirma, Yepi, Ipo, dan Jemban. Juga buat Hirma dan Jemban yang ngeluangin waktu buat menemani perjalanan indah ini *tsah. Buat Yepi dan Ipo? Ah, rausah. Hahahaha.
Pokoknya, kalian luar biasa. Sampai jumpa di perjalanan selanjutnya! :D :D :D


Yogyakarta, 29 Agustus 2015

Pukul 00.41 WIB


Hore-hore!
Selamat pagi, Merapi! :)
Tenda kami! :D
                                                                         
Wisudaaaa!




This entry was posted on Jumat, 28 Agustus 2015. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply