Ealah, Mblo!

Seharian ini kuhabiskan waktuku untuk bermalas-malasan di kasur. Beberapa hari terakhir hidupku nyaris seperti zombie. Tiap malam berdarah-darah di depan laptop dengan buku-buku berserakan di kasur dan di lantai. Tidak ada hal lain yang kulakukan selain membaca buku teori dan menulis. Kedengarannya amat heroik, ya, tapi sesungguhnya aku malah kayak orang edan. Penampilan jadi awut-awutan (emang sejak kapan aku rapi? hahaha!) dan satu per satu jerawat mulai muncul akibat keseringan begadang ditambah makan pedas disertai gorengan  tiap hari. Demi apa? Ya, demi skripsi. Demi mengejar seminar bulan ini. Demi mengejar pendadaran bulan depan.
Pagi ini, aku baru bisa menutup mata pada pukul setengah 7 dan terbangun pukul 11 siang. Maunya langsung balik ke laptop, tapi entah kenapa kasurnya menggoda sekali untuk ditidurin. Sambil meluk guling, aku membaca buku yang baru kubeli semalam di pameran buku Jogja. Isinya tentang kisah perjalanan para traveler yang dengan singkat membuat kakiku pengen jalan-jalan lagi. Ah, tapi sayangnya aku belum bisa ke mana-mana. Tengah hari, aku mulai merasa lapar, tapi tubuhku masih belum mau beranjak. Aku baru bangun ketika mendengar adzan duhur. Beranjak ke pancuran, wudhu, sholat, lalu bengong. Aku memutuskan untuk menghabiskan buku yang kubaca, kemudian ketiduran sampai pukul 3. Sumpah, uripku nggak mbois blas. Selepas shalat ashar, aku menyambar jaket dan kerudung, lantas beranjak menuju warung "Mak'e" yang terketak di samping kosan. Sudah sebulan ini aku malas memasak dan membiarkan perutku diisi makanan-makanan warung. Aku menyendokkan nasi, sayur, dan lauk ke piring, kemudian masuk ke warung dan mataku seketika menangkap dua sosok cowok sedang makan sambil ngobrol. Dengan muka tak peduli, aku mengambil tempat duduk dan mulai menghabiskan makananku.
"Serius lu pengen putus?" sebuah suara memasuki gendang telingaku. Suara salah satu dari cowok itu. Bodo amat. Aku melanjutkan aktivitas mengunyah.
"Iya! Abisnya gue nggak tahan lihat dia sama temen-temen cowoknya!" sahut cowok satunya.
"Lah, bukannya lu dari dulu udah tahu kalau temen cowoknya emang banyak?"
"Iya, sih, tapi tetep aja gue nggak suka. Cemburu gue. Makan ati mulu,"
"Kan dia nggak ada perasaan juga ama temen-temennya itu. Lagian, lu kayak nggak tahu dia aja. Dia kan emang cewek rasa cowok, hahahaha!"
Seketika aku menghentikan makanku dan menoleh sekilas ke arah dua cowok tadi. Entah kenapa, kok rasa-rasanya aku seperti terpanggil ketika kalimat cewek rasa cowok masuk ke gendang telingaku. Sebenarnya aku nggak mau nguping. Tapi, ya, gimana, di tempat itu cuma ada kami bertiga. Hahaha!
"Gue nggak suka aja punya pacar yang temen cowoknya banyak. Was-was mulu bawaannya," si cowok satu menyahut lagi.
Kalo nggak suka ya kenapa juga lu pacarin. Bego. Aku membatin.
"Tapi kok lu mau temenan sama si Mita? Dia, kan, temen cowoknya banyak juga kayak cewek lu," tanya cowok dua.
"Kalo temenan doang, sih, nggak masalah. Gue suka sih kalo berteman sama cewek kayak Mita, tapi kalo untuk pacaran, kayaknya enggak lagi deh."
Aku tanpa sadar meremas-remas sedotan gegara sebal. Mereka nggak tahu kalau cewek yang duduk nggak jauh dari mereka ini punya temen cowok seabrek. Oh, jadi begini isi otak cowok. Jadi gemes pengen ngelempar sendal.
"Hahaha! Ya udah, sih, diomongin dulu aja sana sama cewek lu. Ntar nyesel tahu rasa lu," saran cowok dua.
Iya. Elunya aja noh yang terlalu cemburuan. Dih. Aku sewot sendiri. 
Beberapa saat kemudian, mereka berdua pergi setelah menghabiskan makanan. Aku? Masih mengaduk-aduk makanan gegara kepikiran omongan mereka. Hahaha!
Apa yang salah dengan punya banyak teman cowok? Aku berpikir keras, tapi nggak nemu jawaban. Sejauh ini, teman bergaulku emang kebanyakan cowok, sih. Entah karena pengaruh didikan masa kecil atau lingkungan rumah yang mayoritas juga cowok, aku nggak tahu. Yang jelas, sejak kecil aku memang lebih nyaman berteman dengan makhluk berlainan jenis. Dulu, aku lebih suka diajakin nyolong jagung di sawah sama temen-temen cowok daripada main rumah-rumahan sama temen-temen cewek yang tampaknya males berteman denganku gegara aku dipandang galak. Aku juga lebih suka diajakin mancing sama bapak, mainan layangan di sawah, daripada belajar merajut sama ibu. Kebiasaan itu terbawa sampai aku gede. Aku mulai punya temen cewek agak banyak, ya, pas SMA. Dan perlahan-lahan aku mulai mempelajari kodratku sebagai cewek pas masuk kuliah. Mulai membiasakan diri pake rok meski awalnya canggung dan ngerasa aneh banget. Menurutku itu sudah kemajuan, walaupun perilakuku kadang masih suka slengek'an. -_-
Oh, ya, balik ke masalah awal. Kenapa cowok nggak suka kalo pacarnya punya banyak temen cowok, sementara dia sendiri suka berteman dengan cewek seperti itu? Tiba-tiba aja aku keinget omongannya si Danar waktu kami lagi makan es krim di Zara-Zara beberapa waktu lalu. 
"Mungkin si cowok cemburu, Ndi. Makanya dia nggak suka kalau lihat ceweknya deket sama banyak cowok. Takut bakalan nyantol di salah satunya kali."
"Iya gitu? Aku pernah sih hampir dilabrak pacar temenku gegara tahu kalau temenku lagi nganterin aku nyari hape. Kan lebay parah!"
"Cewek emang lebay."
"Hahaha, asem! Padahal temenku itu udah nganggep aku kayak cowok. Dia bahkan bilang, demi apa pacarku cemburu sama kamu, Ndi. Lu cewek aja bukan."
"Huahahaha! Pantes jomblo mulu!"
Aku memanyunkan bibir. Memang, sih, di zaman sekarang tampaknya nggak normal banget ada orang yang nggak pernah pacaran sama sekali. Kayak aku gini, jomblo sejak orok. Bhahaha. Bukannya apa-apa, sih, tapi terkadang ada sesuatu yang perlu dipikir beribu kali sebelum memutuskan menjalin hubungan dengan orang. 
"Aku masih normal kali, Nar. Masih doyan cowok."
"Cowoknya yang nggak doyan sama kamu."
"Sampah dah!"
"Hahahahaha!"
Pernah suatu kali, temen cowokku mengatakan sesuatu yang membuatku agak mikir.
"Lu terlalu mandiri, kali. Makanya cowok jadi segan buat deket. Atau, barangkali jadi ngerasa nggak dibutuhin."
"He?"
"Iya. Lu kan apa-apa bisa ngelakuin sendiri. Belanja, sendirian. Ngebengkel, sendirian. Benerin lampu, sendirian. Benerin motor, sendirian. Pendek kata, lu kayak nggak butuh orang lain."
"Masa iya? Gue kemaren pas naik gunung nyaris pingsan, trus gue ditolongin sama temen. Itu kan berarti gue butuh bantuan."
"Ya nggak dalam konteks itu, dodol!"
Aku ngakak.
"Menurutmu, penampilan itu penting nggak? Gue suka ngerasa heran sama temen-temen cewek gue. Tiap jalan suka banget bilang 'Ndi, gue sama cewek itu gendutan mana?'. Baju udah berkarung-karung, masih aja ngerasa kurang. Jadi bingung sendiri gue."
"Mmm, penting nggak penting, sih, kalo kata gue. Lu sekali-kali belajar dandan kek, biar tahu rasanya jadi wanita sesungguhnya."
"Oh, men, gue sekarang udah belajar pake bedak kali. Apa perlu gue bikin alis model jembatan gantung atau lipstik semerah darah?"
"Hahaha, ya nggak gitu juga!"
Aku jadi keinget kejadian konyol di Mirota Kampus beberapa bulan lalu. Sore hari sehabis jogging di GSP, aku nganterin temen ke Mirota buat belanja kebutuhan sehari-hari. Aku yang saat itu masih pake kaos dan sepatu olahraga sukses dilihatin orang-orang. Bodo amat. Pas lagi mantengin deretan sabun cair, tahu-tahu aku didatengin mbak-mbak SPG. Dia dengan penuh semangat nawarin kosmetik di tangannya. Aku nggak minat beli, tapi demi menghargai dia, aku berbasa-basi sebelum melakukan penolakan.
"Wah, lipstiknya bagus!"
Sontak wajah si mbak-mbak SPG berubah seperti melihat alien dari planet Mars. "Maaf, Mbak. Ini namanya maskara, bukan lipstik."
Saat itu juga aku meminta pada Tuhan untuk membuatku amnesia! Begoooo, nggak lagi-lagi deh belagak sok tau! Pasca kejadian itu aku jadi agak trauma dengan mbak-mbak SPG kosmetik.
"Cewek tuh ya biasanya nyalon, jalan ke mall, atau ngapain gitu. Lah elu? Klayapan di gunung, masuk hutan, baju juga itu-itu mulu. Pantes nggak punya pacar!" komentar salah satu teman.
"Apa hubungannya sama kejombloan gue? Ngasal lu, ah," aku nggak terima. Pasalnya, aku memang nggak betahan kalau diajak pergi ke tempat yang aku sendiri bakal bingung mau ngapain di sana. Mati gaya. 
"Nih, Ndi! Baca!" dia menunjukkan sebuah meme dari IG Dagelan. Di sana tergambar cewek berpenampilan macho dan sebuah tulisan: Cewek yang punya banyak temen cowok biasanya jomblo. Biasanya...





Sebentar....





Sebenarnya aku ini lagi nulis apa?





Bukankah sore ini aku berjanji untuk memulai bab 3 skripsi? Kenapa malah membacot hal-hal ra cetho seperti ini?



Embuh. Mungkin aku lelah. Mungkin aku ingin wisuda ...



This entry was posted on Minggu, 03 Mei 2015. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply