Kampus Fiksi#12


"Jumat besok nganggur nggak? Mendaki Merapi, yuk!"ajak seorang teman di suatu sore.
"Nganggur kayaknya. Ayo budal!" aku berteriak kegirangan. Sedetik kemudian, aku teringat sesuatu. "Sektala, Jumat itu tanggal berapa?"
"Tanggal 27. Nanti kita nginep dua malem bla ... bla ..."
"Aku kayaknya nggak bisa ikut. Ada Kampus Fiksi, hiks!"
"Apaan Kampus Fiksi?"
"Macem pelatihan nulis gitu. Acaranya sampe Minggu. Yaaaaah, gimana doooong?"
"Alah, kayak kamu yang rajin nulis aja!"
Jleb. Jleb. Jleb. Kesindir!
"Terserah sih kalo nggak mau ikut. Nanti kami bakal mengejar sunrise, sunset, bla ... bla ..." dia makin manas-manasin.
"Apa aku nggak usah ikut aja, ya? Paling acaranya gitu-gitu aja," aku mulai teracuni.
Dan sejujurnya emang lagi bosen banget dengan acara pelatihan nulis. Intinya, ya, sama aja. Nggak bakal ngaruh acara begituan kalo diri sendiri nggak disiplin nulis. Paling ntar teori yang dikasih gitu-gitu aja, nggak ada bedanya sama yang diomongin dosen di kelas. Entahlah, sepertinya aku sedang memasuki fase gumoh dengan sastra dan teman-temannya.
"Jadi gimana? Ikut enggak?" dia memastikan.
Ah, galau. Sejujurnya, aku nyaris lupa dengan acara #KampusFiksi. Aku ikut seleksi itu dari zaman semester 5--masa seneng-senengnya nongkrong di kampus--dan baru akan diberangkatkan di semester bangkotan ini! Nunggu acara #KampusFiksi itu udah macem nunggu mantan gebetan yang nggak nembak-nembak. Lama, bikin lelah dan pengen nyerah *tsah. Tapi kalau inget ada berapa banyak naskah yang masuk di #KampusFiksi dan naskahku beruntung terseleksi, aku jadi merasa berdosa. Masa iya aku menyia-nyiakan kesempatan yang belum tentu dimiliki orang lain? Dan pada akhirnya ...
"Aku nggak ikut, deh, Mas. Tinggalkan saja aku seorang diri. Aku rapopo," ucapku dramatis.
"Tenan rapopo?"
"Rapopo. Bawakan sepotong senja atau matahari terbit. Tapi akan lebih baik kalau kau memberiku oleh-oleh berupa mamas pendaki."
"Hahahah! Oke, bhay!"
Dan dia pun pergi bersama teman-temannya. Sementara aku? Masih gamang. Masih terselip rasa malas akan berangkat. Saking malasnya sampai-sampai lupa kalau aku belum menghubungi CP #KampusFiksi buat konfirmasi kedatangan. Sebenernya niat awal sih mau motoran aja ke sana, tapi kayaknya kalau sendirian nggak bakal nyampe sana. Ilang. Hah, 4 tahun hidup di Jogja dan masih belum sembuh juga penyakit suka nyasar dan sulit ngapalin jalan. Akhirnya, aku pun nge-sms CP bernama Kiki. Dalam bayanganku, dia adalah mbak-mbak berkerudung nan kalem.
Hari itu, aku seharian di kampus buat pendadaran. Emm, pendadaran teman sih tepatnya. Aku mah apa, cuma tim hore-hore yang tiap minggu beli bunga buat menyemangati teman-teman. Tiap minggu pasti adaaa aja yang pendadaran. Aku kapan didadar? *kok malah curhat koe, Ndi. Skripsi rampungke!
Selesai pendadaran, aku memenuhi undangan makan-makan si Dila yang udah resmi jadi Sarjana Sastra. Aku kapan, ya? *masih aja curhat*. 
"Nanti dijemput Mas Kiki di mana?" tanya Dila disela memotong-motong ikan gurame.
"Hah? Mas?" aku bengong.
"Lha iya. Mbok pikir?"
Aku ngakak. Ternyata makhluk bernama Kiki itu berjenis kelamin laki-laki.
"Ganteng lho orangnya!" tambah Dila.
FYI, Dila ini alumni #KampusFiksi entah angkatan berapa, lupa. Jadi dia kenal juga dengan orang-orang #KampusFiksi. Setelah ngobrol ngalor-ngidul ngetan-ngulon, kami pun pulang. Aku mampir ke kampus dulu untuk menyelesaikan suatu urusan. Nyampe kos buru-buru packing, lalu minta anter adek kos ke kampus. Kami janjian pukul 5 sore dan Mas Kiki belum juga ada kabar. Ternyata, oh, ternyata, dia sudah menunggu lama! Terkutuklah hapeku yang eror sepanjang sore itu. Akhirnya aku mendaratkan diri di samping bunderan UGM, sambil nelpon Mas Kiki yang entah kenapa hapeku malah mati-mati terus. Kamfretos!
Di tengah rintik hujan dan dingin yang menyergap, dari jauh kulihat seorang mas-mas gondrong berjalan ke arahku sambil bawa payung. Siapa, ya? Tukang ojek payung kah dia?
"Mbak, peserta KF, ya?" tanyanya sambil tersenyum.
"He? Bukan, Mas. Saya lagi nunggu jemputan Kampus Fiksi," jawabku kalem.
"KF itu Kampus Fiksi, Mbak."
"Oh."
Geblek! Ketahuan kalau aku lama nggak ngegaul di Twitter dan nggak apdet apapun tentang #KampusFiksi.
"Yuk, di sana mobilnya."
Aku mengangguk. Di dalam mobil, kami pun berkenalan. Ada Mas Kiki yang lagi nyupir, ada Ajeng yang berasal dari Lamongan *seingetku, hahaha*, dan ada mas-mas gondrong tadi yang tidak mau disebutkan namanya. Jadi, panggil saja Mas Gondrong. Hahahah!
"Kita jemput peserta lain di Lempuyangan, ya!" ujar Mas Kiki.
"Oke, Mas."
Sepanjang jalan, Mas Kiki dan Mas Gondrong sibuk taruhan tentang rupa peserta yang akan dijemput.
"Mereka pasti kimcil-kimcil!"
"Iya, suaranya di telepon tadi berisik."
"Mega pasti cewek nggak pake kerudung!"
Entahlah apa maksud dari taruhan itu. Terkadang pikiran lelaki memang aneh. Nggak paham lagi, hahaha!Sesampainya di Lempuyangan, tampak tiga cewek berjilbab yang emang berisik banget.  Ada Mega, Ayu, dan Serli. Ceriwis semua, apalagi si Mega. Dia selalu tampak seperti orang yang kelebihan energi. Kayak mercon, ribut sepanjang jalan. Kira-kira setengah jam kemudian, sampailah kami di asrama #KampusFiksi. Begitu buka pintu, kami disambut oleh beberapa panitia dan peserta. Belum semuanya dateng, sih. Dan saat itu mataku langsung menangkap seonggok daun muda yang menyunggingkan senyum sembari mengulurkan tangan.
"Christoper!" dia mengenalkan diri.
"Indi," sahutku. Oh may gaaaattt, ada brondong unyu di sini!Huahahahakkk! 
Ternyata peserta #KampusFiksi angkatan 12 memiliki 2 brondong manis bernama Fadhil dan Christoper. Sini, nak ... sini sama tante! HAHAHA!
Eniwei, aku amaaaat sangat bersyukur telah memutuskan untuk ikut #KampusFiksi12. Waktu yang dipilih emang tepat banget, pas akhir bulan. Artinya, daku sedang kere dan #KampusFiksi menyediakan makanan bergizi nan berlimpah, hoahahahaha. Ikut #KampusFiksi berarti menghemat biaya makan beberapa hari. Lumayan, duit bisa ditabung buat nggembel. *terlalu jujur*
Selain dapat asupan gizi, kami juga dapat asupan ilmu. Sabtu pagi dimulai dengan brainstorming yang diisi oleh Pak Edi, CEO Diva Press. Yaiy, akhirnya ketemu beliau juga setelah sekian lama hanya bisa mantengin status-statusnya, hahahak! 
Habis brainstorming, acara dilanjutkan dengan bikin draft cerpen yang dipandu oleh Mbak Rina. Seluruh peserta dipaksa disuruh menulis cerpen dalam 3 jam. Jujur dari hati terdalam, ini adalah bagian tersulit. Aku udah lama nggak nulis cerpen, terakhir kali zaman ikut Akademi Bercerita-nya Bentang Pustaka, pas semester 6. Artinya, itu setahun lalu. Memang bener, kok, orang kalau udah lama nggak nulis pasti bakal kerasa kaku. Kudu mulai lagi dari nol. 
"Temanya tentang karma, ya!" jelas Mbak Rina.
Pas ngadep laptop, entah kenapa tanganku tergerak menulis kalimat "Yang meninggalkan akan ditinggalkan", "Yang menyakiti akan tersakiti", dan "Yang mengkhianati akan dikhianati". Barangkali adek sudah terlalu lelah, Bang ...
Dalam cerpen itu, aku berkisah tentang seorang wanita yang terkena gangguan jiwa gegara ditinggal kabur calon suami di hari pernikahan. Dia kena karma karena di masa lalu pernah meninggalkan pacarnya demi orang yang jauh lebih mapan. Endingnya, dia dirawat oleh sang mantan yang berprofesi sebagai dokter. Judul cerpenku sumpah njijik'i. Tetap Mencintaimu. Demi apapun lah, itu judul bikin pengen muntah. HAHAHA! 
Kalau ditanya dapet inspirasi dari mana, itu cerpen terinspirasi dari skripsi *ah, lagi-lagi skripsi*. Efek topik tentang gangguan jiwa dan gumoh dengan teori Psikoanalisis Freud, tulisan pun jadi nggak jauh-jauh dari gangguan jiwa -_____-
Oh, ya, habis nulis ada sesi evaluasi dari mentor. Tiap mentor megang 3-4 anak. Aku, Frida, Tyas, dan Mbak Fajri dimentorin sama Mbak Rina. Dan sesuai dugaan, kelemahan cerpenku memang terletak pada judul, alur yang mudah tertebak, dan karakter yang kurang kuat. *ini mah lemah semua, hahaha!
Tapi seriusan deh, nulis 3 jam bikin otak mendidih. Dan diam-diam bikin kangen. Iya, aku jadi kangen nulis fiksi lagi. Kangen bikin cerpen lagi. Kangen dengan revisian novel yang kutelantarin berbulan-bulan. Soalnya, oh, soalnya, belakangan aku emang udah jarang nulis fiksi lagi. Seringnya ngeblog nggak jelas, nulis diary, bikin cerita perjalanan, atau nulis skripsi. *ujung-ujungnya tetep skripsi -_-
Malam harinya, kami diajak sharing kepenulisan dengan Mbak Mini GeKa yang kocak abis. Seru, ngakak mulu dah isinya! Mbak Mini GeKa adalah salah satu alumni #KampusFiksi yang sekarang udah nerbitin 4 novel. Gila, kan aku jadi pengen! Novel terbarunya berjudul Pameran Patah Hati.  Dari judulnya aja udah nusuk. Tahu aja sama susana hatiku saat ini, Mbak. *ah, baper dah lu!*
Jangan lupa dibeli, ya! Dijamin bagus deh! *tak ewangi promo ki lho, Mbak :D
Keesokan harinya, kami disuguhi sarapan materi marketing dan seluk-beluk dunia penerbitan oleh Mas Aconk. Kami jadi banyak tahu tentang pasar buku Indonesia. Domo arigatou gozaimasu, Mas Acooonk! 
Sekitar pukul satu, pemateri yang paling kami tunggu-tunggu pun datang. Yak, Mas Agus Noor! Orang yang selama ini cuma bisa kupantengin di Twitter, kini ada di depan mata. Rambut gondrongnya bikin nggak nahan pengen jambak, hahaha. Siang itu, kami dilatih mendeskripsikan karakter tokoh yang kira-kira nggak terpikirkan orang lain. Entah di bagian mana, tahu-tahu aku melihat Mas Agus berkeliling nanyain ending cerita ke masing-masing peserta. 
"Tokohnya mati aja, Mas!"
"Kayaknya lebih baik bunuh diri."
"Dibunuh."
"Ternyata tokohnya nggak jadi ngebunuh."
"Tokohnya dibikin tobat aja, deh!"
Ha? Ha? Ha? Aku celingukan. Sumpah roaming abis. Waktu itu aku emang lagi ngantuk banget nget nget sampe nggak sadar Mas Agus tadi ngejelasin apaan, tahu-tahu udah nanyain ending cerita aja. Bahkan sampe sekarang aku nggak tahu cerita apa yang dia bikin. Jadi pas Mas Agus ngedatengin aku, dengan gaya sok meyakinkan aku bilang, "Tokohnya mati terbunuh!"
Padahal, ya, padahal, aku nggak tahu apa-apa huahahaha. Asal ngejeplak aja -_-
Hal yang paling kuingat dari Mas Agus Noor adalah tulisan yang tercetak di punggung kaos itemnya. 

Bagiku, mencintai amat pendek, melupakan alangkah panjang.

Nusuk, Mas! Nusuk banget! *kemudian ngambil tissue*
Habis hore-hore bareng Mas Agus Noor, materi selanjutnya tentang tata cara ngirim naskah ke penerbit. FYI, anak-anak KF dikasih kesempatan buat bimbingan online bersama Mbak Rina. Jadi, nanti kami bisa ngajuin draft novel, kalau di-ACC bakal dibimbing buat ngelarin tuh novel, terus diterbitin deh. Ngiler, sumpah! Di laptop ada draft-draft yang belum tersentuh, pengen kukirim, tapi kemudian aku teringat revisi novel di sebuah penerbit yang belum kukelarkan. Juga revisi skripsi yang entah kapan akan berakhir, hiks. Jadi, sepertinya aku bakal nunda dulu mengingat target lulus yang kian menghantui. Karena terikat beasiswa, mau nggak mau kudu lulus tahun ini, hiks! *curcol mulu dah!*
Secara keseluruhan, materi kepenulisan #KampusFiksi sangat membantu diriku. Kukira #KampusFiksi sama aja kayak seminar penulisan atau workshop menulis yang pernah aku ikuti, ternyata berbeda. Acaranya seruuuuu! Tapi seseru apapun acaranya, sehebat apapun pemateri yang didatengin, semua itu nggak guna kalau kita nggak nulis. Tul?
Malam harinya, acara penutupan oleh Pak Edi. Huah, rasanya kayak baru kemarin aja. Berat. Sungguh berat berpisah dengan teman-teman, para mentor, pemateri, dan terutama makanan-makanan gratis itu! Rasanya belum bisa menerima kenyataan kalau keesokan harinya bakal masak lagi buat pengiritan, hahahaaaa!
Pesan Pak Edi malam itu begitu mengena, sampe-sampe kurekam di kamera dan hape. Biar selalu inget gitu. Beliau bilang yang intinya adalah, jadilah manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Selalu sempatkan pulang ke rumah untuk menemui orang tua. Persetan lah dengan kesibukan yang seringkali dijadikan alasan untuk menunda pulang. Hah, pengen mewek di bagian ini. Mendadak teringat betapa jauhnya jarak Jogja-Jember.
Setelah penutupan, satu per satu teman mulai pulang. Sedih. Sebenernya aku bisa aja sih pulang malam itu, tapi entah kenapa aku masih pengen berada di asrama. Gini nih kalau udah kerasan, hiks. Sekitar pukul 11 malam, aku, Mbak Iin, dan Mbak Ummu nganterin Mega balik ke Stasiun Tugu. Sepanjang jalan, anak ini ngocehin Kopi Joss mulu!
"Kayak apa sih rasanya? Mas Kikiii, mampir bentar napa? Kan aku pengen jadi anak gaul, bisa nongkrong-nongkrong gitu!"
Kami ngakak. Kayaknya si Mega emang anak kerajaan banget deh. Idupnya kampus-rumah kampus-rumah. Ngeliat apa-apa langsung nggumunan. Hahaha!
"Kamu nggak pernah nongkrong po?" aku heran.
"Aku kudu nyampe rumah sebelum pukul 7 malem, Mbak. Ke sini aja tadinya mau dianter Mama!" jawab Mega dengan muka polosnya.
Ngakaaaaakkk! Baru kali ini aku nemu spesies macem Mega. Agak mengherankan mengingat dirinya yang sudah semester 6 tapi nggak boleh keluar malem. Kalau aku jadi dia, kayaknya aku bakalan mati muda, soalnya paling nggak betah kalau nggak keluyuran. Hahaha.
Akhirnya, Mas Kiki berbaik hati mendaratkan kami di sebuah angkringan dekat Malioboro. Mega sudah berbinar-binar melihat segelas Kopi Joss, sampe-sampe difoto dan diupload ke Path. 
"Mbak, ini arang, ya?"
"Iya."
"Bisa dimakan nggak?"
"Makan aja, Meg! Makan ajaaaa!"
Kayaknya kalau di dalem kopi itu ada beling, dia juga bakal berpikir kalau beling itu bisa dicemil. Serahmu lah, Meg. Nggak paham lagi aku sama dirimu, hahaha. 
"Eh, jangan bilang-bilang ke anak-anak, ya, kalau kita mampir," pesan Mas Kiki.
"Lha ngopo, Mas?"
"Ntar anak-anak pada ngiri."
"Oke, Mas. Rahasia ini kujaga baik-baik."
Habis ngangkring, kami pun nganterin Mega ke Stasiun Tugu. Sssst, Mega ditemenin sama cowok yang katanya sih sudah dianggep masnya. Alah, pasti itu mitos belaka.
"Dadaaaa! Pulang dulu, ya!"
"Baik-baik di Surabaya, Meg! Banyakin piknik biar gaul!"
Kami saling melambaikan tangan, kemudian masuk ke mobil dan cuuuss balik asrama. Wah, asrama mulai sepi. Malam itu kuhabiskan dengan menamatkan sebuah buku. Keesokan harinya, kami pun pulang. Aku, Atika, dan Mbak Iin dianter Mas Kiki. Entah bagaimana caranya, pokoknya Mas Kiki kudu nganterin kami di kost! Hahahahaha!
Ah, rasanya benar-benar nggak menyesal ikutan #KampusFiksi dan meninggalkan agenda ke Merapi. Selain mendapatkan asupan gizi dan asupan ilmu, kami juga dikasih oleh-oleh buku sekardus. Seumur hidup, baru kali itu aku dapet buku segitu banyaknya. Rasanya pengen nangis aja. Jarang ada penerbit yang mau bagi-bagi buku segila itu. Diva Press memang ugal-ugalan tenan!
Sampai di kos, aku langsung buka kardus dan menemukan beragam buku, fiksi dan non fiksi. Buku-buku itu seakan menjawab kegalauanku dua bulan terakhir. Ya, koleksi buku di kamar sudah teriak-teriak minta teman baru, tapi apa daya keinginan itu kutahan sekuat mungkin karena ada keperluan lain yang lebih mendesak, hiks. Jadi, nggak salah kan kalau aku menginginkan mas kawin berupa seperangkat alat gunung, buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer, dan sebuah perpustakaan? Kan lumayan, nambah koleksi HAHAHAHA.
Aaaah, domo arigatou gozaimasu, teman-teman #KampusFiksi12! Terima kasih telah mengembalikan semangat menulis saya. Semoga yang menyimpan cinta terpendam di acara kemarin lekas terungkap, hahahahah!
Bye! Love u all!




Jogja, Kamis, 2 April 2015.
Pukul 14.43 WIB.


-Indiana Malia-
tulisan ini dibikin ketika saya kabur dari dosen pembimbing




bimbingan menulis bersama mentor kece. Ngg .. mukanya Mbak Rina serem amat -_-

nulis! nulis!


Kelakuan!
Mbak Mini GeKa bersama Christoper, brondong KF yang konon mirip dengan tokoh novelnya!

Salah satu meme KF yang bikin ngakak parah!

Bang, lelah gue, Bang!
Laki-laki tampak seksi ketika sedang menulis. Duh, Mas Agus Noor!

hal yang paling kusuka di #KampusFiksi. Banjir makanan!



Malam perpisahan :')






This entry was posted on Kamis, 02 April 2015. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

One Response to “Kampus Fiksi#12”

  1. cover novelmu nimpa tulisan lho.. bikin tulisanmu gak kebaca....

    BalasHapus