Cerita Perjalanan Part 2 #Jakarta

Selesai berpetualang di Bandung, kami melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Kereta yang kami tumpangi berangkat pukul 13.30 WIB dan tiba di Stasiun Pasar Senen pukul 17.30 WIB. FYI, sebelum berangkat, seorang teman mewanti-wanti kami agar memasang tampang sangar bin songong. Bukannya apa-apa, sih, Jakarta gitu loh. Siap-siap aja dikadalin orang kalau masang tampang tolol. Sesampainya di Senen, belum apa-apa kami udah disuguhi kosakata macem "anjing tai babi" yang dilontarkan oleh seorang pemuda kepada petugas loket. Di Jogja sering juga sih denger beginian, tapi ... ya ... nggak separah itu juga.
Abis beli tiket komuter, kami masuk lagi ke stasiun. Dan drama pun dimulai! Dasar emang baru pertama kali naik komuter, pas di tempat pengecekan tiketnya kutinggal gitu aja. Bodohnya, si petugas cuek aja ngebiarin. Pas udah nyampe Stasiun UI, sebelum keluar, si petugas minta tiket tadi.
"Lah? Emang dibawa? Kirain ditaroh di stasiun tadi!"
"Kagak, Ndi. Ya ampun, maaf aku lupa ngasih tau. Udah, sih, Pak, izinkan kami keluar aja napa?" mohon Anggun ke petugas.
"Wah, ya, nggak bisa, Neng."
"Dendanya berapa deh, Pak?"
"50 ribu, Neng."
Anjir! Aku udah mau tewas di tempat. Tolong, ya, kemarin aku udah kena tilang 50 ribu!
"Nggak bisa kurang apa? Kami masih baru naik komuter nih, nggak begitu tahu peraturannya."
"Wah, saya hanya menjalankan tugas, Neng."
Aku nyaris putus asa. Ditambah kondisi tubuh yang amat capek, aku nyaris menyerahkan duit 50 ribu. Tapi dicegah oleh Anggun. Dengan segala cara, akhirnya kami menadapatkan solusi. Petugas nyuruh kami keluar, kemudian beli tiket komuter dengan tujuan yang paliiiing jauh. Abis itu kartunya dikasiin ke petugas tadi, semacem ganti kartu yang ketinggalan tadi. Nah, pas mo beli tiket itu, sebenernya aku sempet kepikiran buat kabur aja, toh petugasnya nggak tau, hahaha. Tapi enggak jadi, nggak enak.
Setelah urusan tiket kelar, kami dijemput oleh Rina, kawan SMA kami. Rencananya kami bakal nginep di kos dia dan Keceng a.k.a Habibah selama di sana.
"Ah, kalian ditipu. Sebenernya kalian nggak perlu beli tiket, sih, hahaha!" Rina ngakak. What the -_-
Pas nyampe kosan, kami langsung gegoleran. Keceng belum dateng, doi lagi nemenin Ifo nyari objek foto di HI. Ah, ya, Ifo ini adik kelas kami pas SMA, tapi udah kayak temen juga sih. Dia juga bakal nginep di kos ini. So, bisa dibayangin ketika lima cewek ngumpul jadi satu. Hahaha!
Rasanya berasa reunian. Kangen aja gitu kalau mengingat kegeblekan masa SMA. Entah karena efek hujan atau emang suasana hati lagi nggak jelas, Rina berulang kali bikin kami tertawa gegara omongannya soal status kami yang masih santai ngejomblo.
"Mblo, ini malem minggu ...!"
"Hahaha, jomblo karataaaaan. Jomblo sejak lahir, hahaha!"
"Aku nggak jomblo, ya. Aku LDR-an."
"Oya? Sama siapa?"
"Sama jodoh di masa depan."
"Kampret!"
"Hahahaha!"
Geblek banget lah orang-orang ini. Berkumpul dengan mereka selalu bikin aku sakit perut parah, hahaha.
Oya, jadi maksud dan tujuan aku dan Anggun ke Jakarta adalah menemui orang tua asuh yang membiayai kuliah kami hingga saat ini. Namanya Mas Aulia. Selama ini, kami belum pernah ketemu beliau. Begitu ada waktu luang, kami langsung berangkat. Bukannya apa-apa, sih, kami kan mau lulus, masa iya belum pernah ketemu sama sekali.
Pagi harinya, di saat kami sedang asyik tidur-tiduran, tahu-tahu Mas Aul menelepon dan minta ketemuan setengah jam lagi! Oh, men, padahal awalnya mo ketemu abis duhur.
"Ndi, buruan mandiiii!"
"Ayo, cepet! Cepet!"
Kami jadi panik sendiri. Berhubung kami enggak paham jalan, Keceng nganterin kami sampe jembatan. Kami ketemu Mas Aul di sana.
"Mau sarapan di mana?" tanya Mas Aul setelah bersalaman.
"Di mana aja deh, Mas. Kami nggak tahu daerah sini," kataku.
Mas Aul mengangguk. Mobil pun melaju. Di dalem, si Keceng nyikut tanganku mulu. Hahaha, sesungguhnya dia nggak niat ikutan. Udah gitu dia masih kayak gembel, belum mandi pula!
Nggak sampai lima menit, mobil berhenti di depan sebuah rumah makan entah apa namanya, aku lupa. Di sana ada sebuah tulisan "Dilarang membawa hewan piaraan di sini!" dan seketika itu pula Keceng narik-narik tanganku.
"Tuh, kan, nggak boleh bawa hewan piaraan ke sini!"
Bahahahahak, aku langsung ngakak. Segitu ngerasa gembelnya dia.
Di dalam, kami memesan beberapa makanan dan minuman. Ummm, pertemuan pagi itu bisa dibilang agak awkward.  Pasalnya, Mas Aul ini ternyata pendiam pake banget nget nget. Beliau ramah dan baik, tapi ya itu tadi, diam nan kalem. Aku yang dasarnya cuwawak'an alias seneng ngomong pun sampai bingung mo ngomong apa lagi. Kami saling bertukar kabar, tentang kuliah, pekerjaan, dan rencana ke depan mo kek mana. Selebihnya, hening -____-
"Ayah Indi usianya berapa?" tanya Mas Aul tiba-tiba.
"Mmm ..." aku berusaha mengingat-ingat, abisnya di keluargaku nggak ada tradisi ulang tahunan. "Sekitar 49 tahun, Mas."
"Kalau Anggun?"
"45."
"Kalau Habibah?"
*entah Keceng jawab apa, aku lupa jadi skip aja, hahaha*
"Wah, orang tua kalian masih muda ternyata," Mas Aul tersenyum, kemudian melanjutkan. "Kalian nggak ada rencana kerja di Jakarta?"
Serempak kami menggeleng. Hahaha. Melihat kemacetannya saja bikin kami malas.
"Mas Aul dulu kuliah di UI jurusan apa?" tanyaku di tengah keheningan.
"Ekonomi. S2 ambil Bisnis di Inggris."
"Mmm ... sekarang kerja di mana, Mas?"
"Kerja di perusahaan ortu."
Seketika itu pula aku langsung membatin, "Woa, pasti dia dari keluarga konglomerat!". Tapi pikiran itu tak bertahan lama. Tahu-tahu Mas Aul bercerita.
"Dulu, orang tua saya tinggal di Magelang ..."
"Wah? Dekat dengan Jogja, dong, Mas?" aku langsung antusias.
Tapi Mas Aul tidak menanggapi. Pandangannya menerawang jauh. Aku langsung salah tingkah. Duh, salah ngomong ya?
"Dulu, bapak saya kalau ke sekolah jalan kaki. Berangkat habis sholat subuh ..."
Hening.
"Dulu, kami sekeluarga tak punya TV. Lantai rumah kami terbuat dari tanah. Sehari-hari kami memakai sandal bakiak..."
Hening.
"Kalian tahu? Kami baru punya MCK sendiri ketika usia perkawinan ayah dan ibu saya menginjak angka 30. Bapak selalu mengajarkan ... bla ... bla ..."
Hening. Tampak mata Mas Aul berkaca-kaca. Aku tak sanggup lagi menghabiskan pizza yang tersangkut di mulut. Kelu. Kualihkan pandanganku ke arah lain agar mataku tak ikut-ikutan berair. Dada ini rasanya sesak.
"Kalian jangan pantang menyerah, ya. Terus berusaha ... bla ... bla ....jadilah orang yang bijaksana, rendah hati ... bla... bla ...."
Aku tidak terlalu mendengar perkataannya, tapi bisa menangkap maksudnya. Suara Mas Aul terlalu pelan dan aku nggak enak untuk menegur. Belum lagi beliau berkali-kali mengusap air mata. Ah, pagi itu sungguh syahdu. Kami mendapatkan banyaaakkk sekali pelajaran dari pertemuan singkat itu. Sangkaanku mengenai kehidupan Mas Aul yang kaya raya sejak lahir seketika musnah. Ternyata beliau terlebih dahulu jatuh dan bangun. Jatuh bangun melanjutkan sekolah, jatuh bangun membangun perusahaan, jatuh bangun memperjuangkan hidup.
"Kelak, aku akan mengikuti jejakmu, Mas. Apa yang kau berikan kepadaku sekarang akan kukembalikan kepada mereka, anak-anak yang penuh semangat dalam meraih mimpi. Sekarang Mas Aul menjadi orang tua asuh kami, di masa depan aku lah yang akan menjadi orang tua asuh mereka. Bismillah ...," janjiku dalam hati.
Terima kasih, ya Allah, telah mempertemukan kami dengan beliau.... :')

Selesai makan pagi, Mas Aul mengantar kami pulang.
"Semoga kita dipertemukan lagi, ya! Terima kasih sudah ke sini. Nanti kalau ke sini lagi, jangan lupa kabar-kabar," ujarnya.
Kami mengangguk sambil tersenyum. Ah, betapa pertemuan pagi itu sangat ... sangat ... sangat tidak mudah diungkapkan dengan kata-kata apapun.
Setelah agenda pertemuan dengan Mas Aul selesai, kami langsung tepar di kosan sampai sore. Iya, kami ngebo! Di luar hujan dan kami malas ke mana-mana. Toh badan juga masih cape, hoahm. Malamnya, aku dan Keceng mampir sebentar ke Margo sambil mencari sesuatu. Abis itu balik dan begadang, ngomongin hal-hal nggak penting, hahaha.
Keesokan harinya, barulah kami bergairah jalan-jalan.
"Ayoooo, kita cari mas-mas UI!" kelakarku.
"Hahahah! Ajak ke Teksas, beh! Biar dia cuci mata!" kata Rina.
"Teksas apaan?" aku penasaran.
"Itu, jembatan Teknik-Sastra. Anak teknik cakep-cakep hlo! Bajunya klimis, nggak kek FIB, hahaha!"
"Iya, kemarin dong aku papasan sama gerombolan anak kedokteran yang abis praktik entah apa, cakep-cakep!"
"Hoahahahaha!"
Kami ngakak lagi. Pukul setengah 10, kami berangkat ke UI naik bikun. Aaaaak, bis kuning! Coba, deh, ya, di UGM ada beginian. :3
Masuk FIB, kami langsung menuju kantin daaaaan langkahku berhenti mendadak. Ada sesosok mantan yang berjalan dari kejauhan. Kuperhatikan lamat-lamat, ternyata memang benar dia! Aku jadi heboh sendiri. Hahaha, tenang, ini bukan mantanku, tapi mantan temenku. Anaknya ternyata beneran cantik. Aih. *semoga temenku kagak baca ini, hahahaha!*
Berhubung Keceng ada kuliah, aku, Anggun, dan Ifo nungguin di danau UI. Aaaah, keren lah tempat itu. Cocok banget buat tiduran. Apalagi perpus pusat UI. Subhanallah, kalau aku kuliah di UI yakin deh bakal sering nongkrong di sana. Tempatnya nyaman banget. Sudah luas, koleksinya banyak, dan di dalemnya ada starbucks dan toko buku coba! T.T aku nyaris tergoda buat beli buku, tapi kutahan sekuat mungkin.
Di danau UI, kami bertiga tidak melakukan apa-apa. Hanya memandangi danau dan sesekali ngobrolin hal-hal nggak jelas. Anggun malah tidur. -_-
FYI, ditempelin Ifo dua hari bikin bahasaku balik kasar lagi, hahaha. Sebagai orang Jawa Timur yang punya budaya blak-blakan dan cangkeman, aku sering dianggap kasar oleh temen-temenku. Bahasa yang menurutku biasa saja dipandang kasar oleh mereka, semisal "cangkemmu!" atau "ndasmu, rek!". Sering juga aku disangkain lagi marah, padahal akunya nggak kenapa-napa. Karena faktor bahasa itu lah, selama di Jogja aku berusaha 'ngaluske' cara ngomongku. Aku jadi jarang mengungkapkan kosakata yang dipandang saru di sini. Tapi oh tapi, setelah ketemu Ifo jadi balik lagi laaaah, hahaha. Fix, aku kudu membiasakan diri lagi buat berlemah-lembut :P
Oke, lanjut. Setelah keliling perpus UI, kami balik lagi ke FIB buat makan. Di sana kami bertemu Rosyid, teman sekelas waktu SMA. Yeay, reunian!
Sore itu mendung. Beberapa agenda dibatalkan dan kami memutuskan untuk leyeh-leyeh di jembatan Teksas sembari cuci mata. Lagi-lagi aku dibikin iri sama UI. Asli lah, tempat itu keren. Jembatan Teksas adalah penghubung Fakultas Teknik dan FIB, makanya dinamain Teksas (Teknik-Sastra). Jembatan itu punya lambang cewek dan cowok. Cewek di bagian Sastra, cowok di bagian Teknik. Entah apa maksudnya, mungkin semacam cinta lokasi antarfakultas (?). Nah, di bawah jembatan itu ada danau yang terbentang luas. Kata Keceng, danau itu dijadiin lokasi syuting video musik Cakra Kan. Wooow...
Setelah puas foto-foto, kami pun ngelewatin Teksas. Dasar emang udah sore, di Fakultas Teknik cukup sepi, sehingga kami tidak begitu melihat penampakan anak-anak teknik. Hahahaha. Tapi memang beneran beda, sih. Di FIB, rerata penampilannya sama kek FIB UGM. Ada mas-mas gondrong, ada yang kucel nggak keurus, ada yang pake tas seniman (aku gatau namanya apaan, pokoknya tas tipis kumel itu loh), dll. Di teknik, ya gitu deh. Tampak lebih rapi, heuheuheu.
Kami kemudian pulang naik bikun. Sesampainya di jembatan arah kosan, aku dan Keceng nggak langsung pulang. Mumpung di UI, aku pingin foto di depan tulisan "Universitas Indonesia". Yah, sebagai kenang-kenangan aja. FYI, dulu aku terobsesi banget buat kuliah di UI jurusan Ilmu Komunikasi. Tapi takdir berkata lain. Aku kadung jatuh hati sama Jogja. Ah, namanya juga jodoh. Kali jodohku berasal dari Jogja ... *hahaha opo e, Ndi!
Setelah foto-foto, kami balik ke kos jalan kaki. Di kos, orang-orang udah pada tepar. Ah, nggak kerasa malam harinya kami harus udah balik Joja. Pukul 8 malam, aku, Ifo, dan Anggun naik taksi menuju Stasiun Senen. Lagi-lagi drama terjadi!
Jalanan macet. Kami baru nyampe stasiun pukul 21.50 sementara keretanya si Ifo berangkat pukul 22.00 daaan kami belum cetak tiket! Turun dari taksi, kami langsung lari-larian ke tempat cetak tiket. Rasanya udah kayak Cinta yang ngejar Rangga di bandara, hahaha. Bedanya, ini nggak ada yang dikejar. *eh
Syukurlah Ifo nggak ketinggalan kereta. Masuk peron, aku dan Anggun duduk lesehan sambil ngatur napas. Kereta kami berangkat pukul 23.00. Benar-benar melelahkan. Begitu kereta tiba, kami langsung tewas sepanjang perjalanan Jakarta-Jogja. Capeeeeeek gila! Tapi, perjalanan impulsif ini begitu menyenangkan. Sampai jumpa di perjalanan selanjutnya! :D

mantan calon universitasku :')


Jembatan Teksas a.k.a Teknik-Sastra


Pertemuan dengan Mas Aulia :')









Bis Kuning UI!
Commuter Line!




Jogja, 18 November 2014
Pukul 00.53 WIB

This entry was posted on Senin, 17 November 2014. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply