Aku
yakin, setiap orang pasti pernah memiliki impian dalam hidupnya. Impian tentang
apaaaaa saja, bahkan hal-hal yang tampak kecil sekali pun. Seseorang pernah
berkata padaku, “Beranilah bermimpi karena mimpi itu gratis!”. Sederhana
sekali, bukan?
Lalu,
apa yang kau rasakan ketika impian yang kau gantungkan di langit itu tak
kunjung bisa kau raih? Seperti diriku saat ini. Padahal hanya mimpi, tapi mampu
membuatku frustrasi.
Frustrasi
kenapa?
Ah,
sederhana saja. Aku iri. Sangat iri. Seiring berjalannya waktu, mereka
perlahan-lahan pergi meninggalkan aku. Menjemput impian masing-masing.
Sementara, aku di sini masih jalan di tempat. Tidak menghasilkan apa-apa.
“Kamu
kan pinter nulis, Ndi!”
“Kamu
itu wanita tangguh, Ndi. Aku salut dengan semangatmu!”
“Hebat!
Kemauanmu begitu kuat. Aku tak yakin bisa sepertimu!”
Kalimat-kalimat
itu seringkali kudengar. Ah, persetan dengan kalimat itu! Pintar apanya?
Tangguh apanya? Hebat apanya? Bah! Bagiku kalimat-kalimat itu tak lebih dari
sindiran halus. Ya, sindiran halus akan diriku yang masih diam di tempat dan
teronggok mengenaskan.
Dan
hari ini adalah puncak rasa frustrasi itu. Frustrasi yang terlahir dari rasa
iri. Wajar kan kalau aku iri? Aku kan manusia, bukan malaikat yang tak pernah
mengotori hatinya barang setitik. Tapi, tenang saja, aku sama sekali tidak
membenci mereka. Malahan aku kagum. Salut dengan mereka yang telah berhasil
memetik bintang di langit sana.
Hari
ini, Allah telah membangunkanku dari tidur panjang. Membuka mataku lebar-lebar
untuk melihat mereka, sahabatku yang satu per satu telah jauh melangkah. Ibarat
tangga, mereka telah berada di puncak tangga, sementara kakiku masih menjejak
tangga dasar. Mengenaskan sekali, bukan?
Aku
mengantar kepergian mereka dengan senyum bahagia sekaligus … iri. Mereka telah
pergi. Ada yang menjejak bumi Eropa, Korea, Jepang, Thailand, dan lain-lain.
Sementara aku masih di sini, menghabiskan waktu di depan laptop, memainkan
jari-jariku di atas keyboard seiring dengan imajinasi yang bertebaran di
sana-sini. Imajinasi yang menghasilkan tulisan-tulisan berupa cerpen, novel,
atau terkadang puisi. Bangga? Ah, biasa saja!
Apanya
yang mau dibanggakan? Menembus media saja tidak pernah! Menang lomba menulis
pun juga jarang. Sebagian besar tulisanku memang hanya berupa curhatan tidak
penting yang kunikmati seorang diri. Ah, asal kau tahu saja, aku menulis untuk
kesenanganku sendiri.
Dan
hingga detik ini, aku masih jalan di tempat.
Aku
malu, Ya Allah …
Aku
benar-benar merasa tak pantas menerima pujian-pujian yang menohok itu.
Menyindirku habis-habisan. Saat ini, aku tercatat sebagai mahasiswa semester 4
dan BELUM MENGHASILKAN APA PUN! Hahahaha. Bodoh!
Hari
ini, sebuah tiket yang akan mengantarkanku ke gerbang impian telah kubatalkan.
Bukan karena aku tak punya semangat, melainkan karena aku tak tega melihat
ibundaku khawatir di kampung halaman. Siapa pula yang tidak khawatir melihat
anak gadisnya bolak-balik Jogja-Jakarta, seminggu sekali selama 3 bulan? Bisa
saja aku bertindak nekat, tapi bukankah perjalananku akan terasa sulit jika dia
tidak meridhoi? Tak hanya itu, sebagian besar sahabatku juga menyarankanku
untuk tetap tinggal di sini. Selain karena mengkhawatirkan kondisi kesehatanku,
mereka juga takut kalau kuliahku keteteran nantinya. Ah, alangkah baiknya
mereka :)
Duhai
… salahkah kalau aku iri? Iri yang tidak menimbulkan rasa benci, melainkan
semangat yang kembali berkobar. Bara api itu telah tersulut di dalam dadaku.
Hei, ayolah, kau pasti bisa!
Senin,
25 Februari 2013
Pukul
19.30 WIB