Minggu, 18 Oktober 2015
“Ngapain
kamu di sini?” aku terkaget-kaget melihat sosok itu tiba-tiba masuk ke tenda.
“Aku
nggak mungkin biarin kamu sendirian lah,” jawabnya dengan cuek, tapi berhasil
membuat pipiku memanas.
“Gimana
bisa kamu ada di sini? Kok kamu bisa tahu kalau aku di Semeru?”
“Rahasia,”
lagi-lagi ia menjawab dengan gaya menyebalkan.
Aku
memanyunkan bibir. Dongkol sekaligus penasaran, bagaimana mungkin bocah
nyentrik itu tahu-tahu ada di sini. Belum sempat aku bertanya lebih lanjut, ia
keluar tenda. Aku buru-buru menyusulnya, tapi …
“Adaaaw!”
aku merutuk. Ujung jilbabku tersangkut resleting tas!
“Kenapa,
Mbak?”
“Ha?”
“Ada
apa, Mbak?”
“Ha?”
aku bingung. Semakin bingung setelah mendapati diriku terbungkus sleeping bag dengan posisi ndusel-ndusel
Mbak Fai dan Mbak Nisa. Ke mana bocah nyentrik tadi? Aku buru-buru bangun. Di
luar sana terdengar suara orang-orang yang meributkan sunrise. Barulah aku sadar apa yang sebenarnya terjadi. Ngebo
selama 9 jam ternyata menghasilkan mimpi yang ra cetho tapi membuatku senyum-senyum sendiri. Aku lantas mengusap
wajah berkali-kali. What the hell, ada apa denganku. Sebelum pikiranku
makin nggak waras, aku lalu menunaikan sholat Subuh. Usai sholat, aku merasakan
ada yang mendesak-desak di dalam tubuh. Kebelet pipis.